Sejak pertengahan tahun 2020, Indonesia dihantam badai wabah Covid-19. Segala sektor kehidupan nyaris lumpuh. Sendi-sendi ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, dan politik semuanya tidak ada yang tidak terdampak. Ekonomi dan pendidikan di masa pandemi ini berada di sisi kelamnya. Mimpi buruk itu jadi kenyataan.
Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur tidak luput dari dampak pandemi. Sejak akhir bulan ketiga saat itu, pemerintah daerah mengambil kebijakan untuk menutup semua sekolah di daerah tersebut. Salah satu alasannya adalah untuk mencegah dan memutus rantai penularan virus asal negeri Tiongkok tersebut.
Kebijakan pemerintah daerah tersebut mengacu kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) dengan Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di masa pandemi Covid-19.
Dalam kondisi seperti ini guru dituntut untuk melek teknologi. Tidak ada alasan lagi untuk tidak menguasai segala peralatan mengajar dalam jaringan.
Saat ini sudah satu tahun berlalu pasca kemunculan virus, pembelajaran tetap dilakukan dengan metode dalam jaringan. Hal ini tidak pernah terpikir dan terbayangkan sebelumnya oleh para tenaga pendidik. Di luar nalar dan perkiraan.
Saat ini kondisi penularan Covid-19 di Kabupaten Kotawaringin Timur sendiri, menurut data dari pemerintah daerah setempat memang masih fluktuatif. Kadang meninggi dan kadang pula menurun. Ini semua karena masih rendahnya tingkat kepatuhan oknum masyarakat untuk mengikuti semua protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah.
Kebijakan Pembelajaran Tatap Muka di Masa Pandemi
Sebagaimana yang diatur oleh Kemendikbud, faktor-faktor yang perlu menjadi pertimbangan pemerintah daerah dalam pemberian izin pembelajaran tatap muka antara lain adalah tingkat risiko penyebaran Covid-19 di wilayah masing-masing, kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan satuan pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran tatap muka sesuai daftar periksa serta akses terhadap sumber belajar, kemudahan belajar dari rumah, dan kondisi psikososial peserta didik. Merujuk dari hal tersebut, sejumlah sekolah mulai membuka pintu dengan melaksanakan pembelajaran luar jaringan atau sudah dilaksanakan tatap muka.
Pembelajaran tatap muka kini mulai berangsur dilakukan di tingkat SD dan SMP. Sekolah yang diberikan izin untuk pembelajaran tatap muka adalah sekolah yang telah memenuhi daftar periksa yakni ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan seperti toilet, sarana cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, hand sanitizer, dan desinfektan. Selanjutnya, sekolah tersebut harus mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan menerapkan wajib masker serta memiliki alat pengukur suhu badan (thermogun).
Pembelajaran tatap muka di tengah pandemi sebenarnya memberikan tantangan serta konsekuensi besar yang harus ditanggung oleh pemerintah serta stakeholders pendidikan. Untuk menyukseskan adaptasi era baru memasuki tahun ajaran baru dalam pembelajaran tatap muka, faktor kesehatan dan keberlangsungan proses belajar mengajar adalah dua hal yang terpenting.
Pihak sekolah harus menjadi ujung tombak untuk memastikan bahwa penularan Covid-19 atau klaster baru yang berasal dari sekolah tidak akan terjadi. Artinya, di sini pihak sekolah tidak hanya sekadar menjalankan peran sebagai guru tenaga pendidik sebagai mana biasanya. Tetapi juga harus berperan sebagai satuan tugas untuk mencegah dan menanggulangi virus di lingkungan sekolah.
Kita tahu bahwa protokol kesehatan di lingkungan sekolah itu memang tidak mudah, apalagi untuk pelajar setingkat SD. Larangan untuk tidak saling bersentuhan dan berdekatan pun sulit dilaksanakan. Lalu bagaimana sikap sebagai guru?
Peran guru dituntut maksimal dengan cara pengawalan ketat selama proses belajar dalam ruangan dan luar ruangan. Guru harus bertanggung jawab pada keamanan dan keselamatan siswanya mulai memasuki pintu gerbang sekolah. Begitu juga sepulang sekolah, guru juga harus memastikan masker tetap digunakan, jaga jarak, selalu cuci tangan, dan tidak berkerumun.
Sekolah bisa saja telah menerapkan protokol kesehatan dengan ketat dan disiplin. Namun jika keluar dari lingkungan sekolah, anak-anak bisa saja bermain dan berkumpul bersama teman-temannya. Jika begitu apakah dapat dikontrol dengan baik?
Apalagi anak-anak berada di masa di mana mereka dapat bermain dan berkumpul bersama teman-teman, aktivitas yang tinggi, dan cenderung abai terhadap protokol kesehatan. Tentunya pihak sekolah dan orang tua tidak mampu mengawasi apabila anak-anaknya main dan berkumpul bersama teman-temannya.
Ujian Berat Pendidikan
Tantangan pelaksanaan pendidikan di tengah pandemi ini tidak bisa dianggap enteng. Beban pelaksanaan sejatinya tidak hanya terletak kepada guru di masing-masing satuan pendidikan. Tetapi juga ada di orang tua.
Para orang tua siswa harus dapat memastikan kondisi anaknya yang hadir ke sekolah. Pastikan kondisinya harus benar-benar fit, jangan dipaksakan sekolah jika kondisi anak memang kurang sehat. Para orang tua di rumah harus mengawasi anaknya supaya tetap melaksanakan protokol kesehatan supaya tidak menjadi trigger klaster baru nantinya di sekolah.
Kita tentunya sangat menyadari, pendidikan menjadi kunci maju atau mundurnya peradaban suatu negara dan bangsa. Dengan terganggu roda pelaksanaan pendidikan karena pandemi menyebabkan ancaman hilangnya kesempatan belajar generasi muda secara serius.
Pembelajaran jarak jauh tidak dapat menjadi solusi jangka panjang bagi berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Banyak siswa yang belajar asal belajar ketika dilakukan dengan sistem jarak jauh. Tentunya sebagai tenaga pendidik ini menjadi beban tersendiri, ketika pelajaran yang disampaikan itu tidak mengalir dan tidak dapat dicerna serta dipahami oleh anak didik itu sendiri. Di sinilah dilematisnya pendidikan sistem jarak jauh.
Berbicara aman dan keselamatan, belajar jarak jauh memang pilihan terbaik dan final di tengah pandemi. Guru tidak harus dibebankan dengan keriwuhan pelaksanaan prokes yang ketat, akan tetapi risiko dan taruhannya adalah masa depan bangsa ini: satu generasi dalam ancaman pendidikan yang tidak optimal karena Covid-19 dan pola belajar jarak jauh.
Ditulis oleh: ELMI, S.Pd, GURU SDN 5 MB HULU SAMPIT