Kurikulum Merdeka – Kurikulum Merdeka merupakan salah satu kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk memajukan dunia pendidikan Indonesia yang selama ini tertinggal jauh dari banyak negara lain di dunia.
Kurikulum Merdeka merupakan program yang memfokuskan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini adalah pendidik dan peserta didik. Jadi, tidak hanya keterampilan peserta didik yang perlu untuk ditingkatkan tetapi guru juga dituntut untuk meningkatkan kemampuannya sebagai garda terdepan dalam dunia pendidikan. Seorang guru haruslah tenaga profesional di bidangnya agar tujuan Kurikulum Merdeka dapat tercapai.
Konsep Kurikulum Merdeka
Merdeka belajar memiliki beberapa konsep, yaitu:
- Beragam waktu dan tempat belajar yaitu proses belajar tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas karena proses belajar tak terbatas oleh ruang dan waktu.
- Free choice dipilih oleh peserta didik sesuai perangkat, program/teknik belajar serta peserta didik dapat mempraktikkan cara belajar yang paling nyaman agar kemampuan mereka dapat terus terasah.
- Personelized learning yaitu menyesuaikan peserta didik dalam memahami materi dan memecahkan jawaban sesuai dengan kemampuan belajarnya.
- Pembelajaran berbasis proyek yaitu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan memberikan pengalaman belajar melalui pengerjaan proyek. Pembelajaran berbasis proyek bertujuan untuk mengembangkan soft skill dan karakter peserta didik sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.
- Pengalaman lapangan. Dengan pengalaman lapangan, peserta didik akan lebih mengetahui tentang hal-hal yang terjadi di lapangan dan kesesuaiannya dengan dunia kerja.
4 Pokok Kebijakan Baru dalam Implementasi Kurikulum Merdeka
- Penyederhanaan RPP
Menurut Menteri Nadiem Makarim, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) cukup dibuat satu halaman. Di dalam RPP Kurikulum Merdeka terdapat tiga komponen, yaitu: tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran serta assessmen. Dengan disederhanakannya RPP, guru memiliki waktu yang lebih dan dapat digunakan untuk meningkatkan kompetensi peserta didik melalui kegiatan belajar.
- Ujian Nasional (UN)
Pada tahun 2021, Ujian Nasional (UN) digantikan dengan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) serta Survei Karakter. AKM diberlakukan pada peserta didik yang duduk di kelas 4, 8, dan 11. AKM sendiri terdiri dari kemampuan bernalar dengan bahasa atau literasi, serta kemampuan bernalar dengan matematika atau numerasi yangmana dalam praktiknya disesuaikan dengan praktik tes PISA serta penguatan pendidikan karakter.
Hasil dari AKM dan Survei Karakter dapat menjadi masukan bagi pihak sekolah untuk memperbaiki sistem pembelajarannya.
- Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)
Pada tahun 2020, Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) hanya akan dilakukan oleh pihak sekolah dengan mengacu pada kurikulum yang ada. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) berpendapat bahwa sekolah memiliki keleluasaan untuk menentukan sistem penilaiannya sendiri, misalnya dengan karya tulis, portofolio ataupun tugas lainnya.
Adapun anggaran yang seharusnya digunakan untuk pelaksanaan USBN dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan mengembangkan kualitas guru serta sekolah.
Selain itu, banyak sekolah yang mempertanyakan tentang standar kelulusan untuk menggantikan Ujian Nasional bila di hapus. Untuk menanggapi pertanyaan tersebut, Menteri Nadiem Makarim mengatakan bahwa sekolah dapat menentukan sendiri standar nasional melalui cara penilaian serta bentuk tes yang dilakukan karena pihak sekolah yang lebih mengetahui tentang kondisi serta perkembangan belajar peserta didik.
- Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tetap menggunakan sistem zonasi untuk menerima peserta didik baru, namun lebih luas dan lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan pendidikan . Jalur penerimaan peserta didik baru dibagi sesuai dengan kondisi daerah yaitu jalur zonasi sebanyak 50%, jalur afirmasi 15%, jalur perpindahan 5% dan jalur prestasi atau lainnya 0 – 30%. Setiap pemerintah daerah juga memiliki kewenangan untuk menentukan sendiri wilayah zonasinya.
Halaman Berikutnya
Tantangan Guru dalam Implementasi Kurikulum Merdeka
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya