Asesmen merupakan hal penting yang tidak bisa guru tinggalkan selama proses pembelajaran. Pengertian asesmen sendiri adalah suatu upaya untuk memperoleh informasi/data siswa mulai dari proses hingga hasil belajar. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaiman kinerja peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Ada berbagai jenis penilaian yang bisa guru gunakan. Misalnya, yang paling digandrungkan saat ini adalah asesmen diagnostik kognitif dan non kognitif.
Lantas, apa itu asesmen diagnostik? Apa perbedaan antara diagnostik kognitif dan non kognitif? Well, semua itu akan dibahas dengan lengkap dan jelas di sini. Check it out!
Yuk ikut pelatihan bersertifikat 32JP dengan judul “Penyusunan Perangkat Ajar Berpusat pada Murid dalam Kurikulum Merdeka” Diklat akan diadakan 6- 14 Desember 2022 dengan instruktur yang luar biasa. Daftar Sekarang di link berikut https://online.e-guru.id/aff/40180/2194/checkout dan dapatkan seminar gratis serta bonus lainnya.
Mengenal Asesmen Diagnostik Secara Global
Asesmen diagnostik atau asesmen awal merupakan bentuk pra-penilaian. Dalam asesmen ini, guru mengevaluasi pengetahuan, keterampilan, kekuatan, serta kelemahan siswa sebelum pembelajaran dimulai. Artinya, sebelum menyusun rancangan kegiatan belajar, guru perlu menelaah dulu siapa yang akan diajar, bagaimana kondisinya, dan lainnya. Dengan begitu, rancangan yang guru susun akan tepat sasaran dan mencapai hasil maksimal.
Asesmen ini sangat membantu guru untuk mengidentifikasi keadaan setiap siswa. Guru juga dapat membentuk pembelajaran yang efisien dan bermakna. Bahkan, penilaian ini juga sangat sesuai dengan model pembelajaran Kurikulum Merdeka Belajar, yaitu pembelajaran berdiferensiasi. Tentunya, guru akan memahami kualitas setiap anak sebelum memulai kegiatan belajar mengajar.
Sebenarnya, asesmen diagnostik bukanlah bentuk penilaian yang baru. Namun, sejak pandemi corona dan pendidikan mengalami banyak kendala, asesmen ini muncul dan digaungkan kembali. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi munculnya penilaian ini. Di antaranya adalah:
- Tujuan pembelajaran tidak tuntas (tidak tercapai)
- Terjadinya learning loss, yaitu kemampuan siswa mulai menurun
- Siswa mengalami kesenjangan kompetensi. Hal ini karena adanya perbedaan akses serta support system lainnya. Misalnya, koneksi internet, sumber belajar, dan lainnya.
- Munculnya gangguan psikologi dan emosi peserta didik. Salah satu penyebabnya adalah keadaan sosial ekonomi siswa dan pembelajaran daring selama pandemi.
- Peserta didik rentan putus belajar (sekolah)
Dari beberapa faktor di atas, banyak pihak satuan pendidikan yang mulai memutar otak. Cara terbaiknya adalah melakukan penilaian di awal secara berkala. Dengan begitu, guru dapat meminimalisir trouble selama pembelajaran. Sebaliknya, guru justru dapat meningkatkan semangat dan minat anak dalam belajar.
Kriteria Asesmen Diagnostik
Seperti pada poin sebelumnya, pengadaan asesmen diagnostik baik diagnostik kognitif dan non kognitif, untuk mengetahui kemampuan setiap siswa. Guru tidak sekadar menilai, tetapi juga menganalisis perbedaan anak. Sehingga, guru dapat menyiapkan pembelajaran yang pas dan layak untuk semua peserta didik.
Layaknya seorang dokter, dengan penilaian ini, guru bisa mendiagnosa “penyakit”. Yang dimaksud dengan penyakit tersebut adalah kelemahan siswa. Jika guru sudah menemukannya di awal, maka guru dapat segera meracik obatnya. Guru pun mampu memberikan treatment terbaik. Dalam artian, guru dapat merancang model dan metode pembelajaran yang sesuai target.
Dalam menyusun dan melakukan asesmen diagnostik, ada beberapa kriteria di dalamnya yang harus guru penuhi. Kriteria tersebut antara lain:
- Pelaksanaannya di awal
Penilaian diagnostik berfungsi untuk memahami kondisi siswa sebelum mulai belajar. Maka, pelaksanannya harus di awal. Tepatnya, guru dapat melakukannya di setiap unit pelajaran atau setiap semester.
- Fokus pada pemahaman
Di sini, pemahaman yang guru analisa tentu berbasis kemampuan anak. Tentunya, kemampuan tersebut bisa berupa keterampilan, pengetahuan, sikap, dan lainnya.
- Tidak harus dinilai
Sejatinya, asesmen diagnostik adalah tolak ukur kualitas peserta didik. Pengadaannya adalah untuk mengukur bagaimana level pemahaman anak. Karena itulah, guru tidak wajib menilainya. Yang paling utama adalah mengumpulkan data dan menganalisanya.
- Harus mengidentifikasi siswa
Sekali lagi, target utama adalah siswa. Maka, guru wajib mengidentifikasi masing-masing anak, baik itu kekuatan atau kelemahan.
- Sebagai perbandingan
Meskipun dilakukan di awal, guru tetap dapat menjadikannya sebagai ukuran selama belajar. Dalam artian, asesmen tersebut merupakan perbandingan. Guru dapat melihat bagaimana perkembangan siswa sebelum dan sesudah belajar. Apakah memang ada peningkatan? Atau justru sebaliknya? Asesmen diagnostik akan menjawab semua itu.
Halaman Selanjutnya
Asemen Diagnostik Kognititif dan Non Kognitif
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya