Sebagaimana dinyatakan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (PBB, 1948), pendidikan diakui sebagai hak asasi manusia yang fundamental dan komponen kunci yang berkontribusi pada pembangunan masyarakat. Tapi bagaimana dengan siswi yang hamil di luar nikah dan dikeluarkan dari sekolah karena kebijakan sekolah. Apakah mereka masih memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak seperti yang terkandung dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia?
Banyak sekolah yang memilih mengeluarkan siswinya yang hamil di luar nikah, karena dianggap sebagai contoh yang buruk bagi siswa lainnya. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terdapat sekitar 25% kasus kehamilan remaja di luar nikah, hingga adanya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019.
Angka 25 persen bukanlah angka yang kecil. Jadi ini sangat memprihatinkan. Tingginya angka kasus kehamilan nikah siswa disebabkan beberapa faktor, salah satunya adalah kelalaian orang tua dalam memberikan pendidikan dan disiplin kepada anak. Akibatnya terjadilah kenakalan remaja yang berujung pada kehamilan di luar nikah.
Berdasarkan pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD), setiap anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Tak terkecuali bagi pelajar yang sedang hamil. Namun pada kenyataannya, siswi hamil tidak lagi memiliki hak yang sama dengan para siswi lainnya. Mereka justru diusir sehingga tidak bisa mengikuti Ujian Nasional (UN) dan proses pembelajaran lainnya.
Setiap sekolah hendaknya melihat kembali pasal 32 UUD 45 yang akan menjatuhkan sanksi kepada siswi yang hamil. Selain itu, sekolah perlu memiliki aturan atau tata cara yang jelas bagi siswi yang hamil atau sudah menikah. Jika dari awal sudah jelas aturan-aturan tersebut, maka dalam mengambil tindakan, pihak sekolah akan mengikuti prosedur yang ada.
Mengusir para siswi yang hamil di luar nikah, hal ini justru menghilangkan fungsi pendidikan sekolah. Toh, fungsi sekolah bukan untuk menghukum, tapi mendidik dan melaksanakan pendidikan moral.
Oleh karena itu, sangat penting bagi sekolah untuk memiliki aturan dan standar operasional program (SOP) yang jelas terkait kasus siswi hamil ini. Tidak hanya kasus kehamilan, sanksi untuk kasus lain yang dilakukan oleh siswa juga harus disosialisasikan sejak awal kepada siswa dan orang tua.
Apalagi mengeluarkan siswi hamil dari sekolah belum tentu menjadi contoh yang baik di sekolah. Siswi yang sedang hamil di luar nikah justru perlu dibimbing agar mereka tidak putus asa, dan memberikan dukungan untuk menghadapi masa depan.
Singkatnya, para pelajar yang hamil harus diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi hingga melahirkan, walaupun harus mengulang kelas. Mereka perlu terus diberi motivasi agar tidak putus asa karena sekolah harus ikut serta dalam program mendidik akhlak siswanya.
Kerjasama guru dan orang tua dalam mendidik dan membimbing sangatlah dibutuhkan. Sebab, orang tua adalah pilar utama untuk melindungi anaknya dari pergaulan bebas.
Akhirnya, mari kita jaga bersama agar putra-putri kita tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas!
Ditulis oleh. Riani Noor Yoshania, S.Pd