Istilah PJJ atau Pembelajaran Jarak Jauh sudah begitu akrab dalam keseharian kita selama masa pandemi Covid-19 ini. PJJ adalah sistem pembelajaran yang ditetapkan oleh pemerintah dengan maksud untuk mencegah penularan virus tersebut di lingkungan pendidikan seluruh penjuru tanah air. Namun ternyata banyak masalah yang kemudian muncul sehingga sistem tersebut belum optimal untuk menggantikan sistem belajar tatap muka.
PJJ yang terkadang juga disebut kelas online memaksa siswa dan guru berada pada lokasi terpisah. Sehingga mau tidak mau untuk dapat saling berhubungan satu sama lain harus menggunakan sarana atau media.
Adapun media atau sarana yang digunakan adalah HP. Pada gawai tersebut terdapat berbagai aplikasi pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran atau penugasan dari guru ke siswa. Sebaliknya, siswa pun dapat mengirim tugasnya kepada guru melalui media tersebut.
Aplikasi yang biasa digunakan misalnya, Zoom, Classroom, Google Form, atau WhatsApp. Semua aplikasi pembelajaran ini memiliki kelebihan masing-masing dan bisa digunakan oleh guru dan siswa sepanjang tidak ada kendala dalam hal jaringan dan ketersediaan kuota internet.
Awalnya, para siswa menyambut dengan antusias sistem PJJ mengingat pada kondisi normal mereka tidak diperkenankan membawa HP. Tapi pada saat PJJ, mereka justru diharuskan untuk menggunakannya. Mereka seperti mendapat “durian runtuh” karena bisa memakai HP sepuasnya.
Dengan sistem PJJ, siswa juga boleh belajar di mana saja tanpa terikat tempat sepanjang tak ada kendala untuk mengakses link materi pembelajaran. Dengan kata lain, peserta didik bebas berada di manapun sepanjang bisa tetap ikut belajar secara online.
Orang tua juga merasa senang. Sebab dengan demikian, anak-anak yang belajar dari rumah, tetap bisa membantu pekerjaan orang tua tanpa meninggalkan belajar.
Namun seiring berjalannya waktu, ternyata banyak masalah yang kemudian muncul dalam pembelajaran secara PJJ ini. Pada suatu pagi, di saat saya menjalankan tugas piket sekolah, ada beberapa siswa dengan didampingi orang tuanya datang untuk melapor. Ada anak yang menyampaikan tidak bisa mengikuti PJJ karena HP-nya sedang bermasalah. Yang lain mengatakan tidak bisa mengikuti PJJ karena tidak punya kuota internet sehingga tidak bisa membuka aplikasi yang digunakan sebagai media belajar.
Di hari yang lain, datang seorang siswa bersama ibunya mengatakan bahwa dia tidak bisa ikut PJJ karena jaringan yang tidak lancar atau lelet sehingga tidak bisa mengakses internet.
Di minggu berikutnya, terdapat siswa dipanggil ke sekolah karena tidak mengumpulkan tugas. Siswa tersebut mengatakan bahwa tidak bisa ikut PJJ karena hanya memiliki satu HP yang dipakai bersama tiga saudara pada jam yang sama. Yang lebih miris lagi, ada juga siswa yang tidak bisa ikut PJJ karena HP-nya sudah dijual.
Dari sisi guru sebagai pengajar, PJJ juga menjadi masalah. Dalam percakapan di kantor sekolah, hampir semua guru mengeluhkan banyaknya siswa yang tidak mengerjakan tugas. Sehingga hal itu dapat menyulitkan dalam proses perekapan nilai.
Makin hari, makin banyak kisah di balik pelaksanaan PJJ ini. Tujuan dilaksanakan PJJ adalah untuk mencegah penularan virus Covid-19. Namun dalam penerapannya, ternyata tidak semudah dan selancar yang diharapkan. Banyak persoalan yang timbul. Persoalan tersebut bisa terjadi di pihak siswa, orang tua, maupun pada guru.
Beberapa masalah yang timbul dari penerapan PJJ di kalangan siswa antara lain, anak lebih banyak menggunakan HP untuk bermain sehingga melalaikan tugasnya sebagai pelajar, tidak mudah bagi siswa memahami materi pembelajaran karena tidak mendapat penjelasan secara langsung dari guru selaku narasumber. Masalah kejenuhan juga dialami oleh para siswa karena tidak ada interaksi sosial antar teman sekolah.
Ketika guru memberikan tugas, peserta didik bisa saja meminta bantuan kepada orang lain dalam mengerjakan tugas tersebut. Oleh sebab itu, kompetensi siswa yang sesungguhnya sulit diukur.
Belum lagi masalah kehadiran. Tidak semua peserta didik bisa ikut dalam live teaching misal melalui zoom meeting dengan berbagai alasan seperti jaringan lelet dan kuota internet tidak cukup.
Sementara itu di pihak guru, masalah yang muncul adalah di mana tidak semua guru memiliki kemampuan yang sama dalam penggunaan alat informasi teknologi (IT), khususnya dalam penyajian materi pembelajaran maupun penugasan untuk PJJ.
Pertemuan daring yang diterapkan selama PJJ ini sangat menyulitkan kedua belah pihak antara guru dan siswa untuk saling memahami karakter. Apalagi bagi siswa baru yang sama sekali belum pernah masuk sekolah dan bertemu dengan guru.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meminimalkan masalah yang ada. Misalnya, menggunakan media pembelajaran yang sederhana supaya dapat diakses oleh semua peserta siswa seperti WhatsApp. Selain itu, pihak sekolah juga menyediakan materi pembelajaran dalam bentuk print out yang bisa diambil di sekolah bagi siswa yang bermasalah tidak bisa ikut PJJ. Bahkan guru rela melakukan kunjungan rumah kepada siswa yang hampir tidak pernah ikut PJJ.
Itulah yang terjadi dalam penerapan sistem PJJ. Jadi dapat dikatakan bahwa PJJ ini memang cukup efektif untuk mencegah penyebaran Covid-19. Namun sistem pembelajaran tersebut belum berjalan secara optimal karena banyak kendala yang ditemukan dalam pelaksanaannya.
Pembelajaran di masa pandemi ini hanya dapat dilakukan dengan terpisah jarak. Canda tawa siswa yang biasanya terdengar dan berbagai aktivitas yang biasanya mewarnai seantero sudut-sudut sekolah kini tiada terlihat. Yang ada hanyalah kesunyian, kebisuan dan lambaian dedaunan pohon-pohon tepi sekolah. Semoga ujian ini cepat berlalu supaya kami para guru dan siswa lekas bertemu.
Ditulis oleh: Risenawati, S.Pd.