Menjelang peringatan Hari Anak Sedunia, pada 11 November 2020 UNICEF menerbitkan sebuah laporan global tentang “Averting a Lost COVID Generation”. Laporan ini sebagian besar berisi usulan kerja kolektif untuk merespon, memulihkan dan mengkaji dampak pandemi. Laporan ini memancing diskusi lanjutan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Di Indonesia sendiri terjadi berbagai permasalahan dari dampak tutupnya aktivitas sekolah karena pandemi. Di antara dampak sosial tersebut adalah menurunya capaian belajar (learning loss), peserta didik putus sekolah, hingga kekerasan pada anak.
Pemerintah akan membuka pembelajaran tatap muka. Hal ini untuk mencegah lost of learning karena kondisi pendidikan di Indonesia tertinggal dari negara lain selama masa pandemi. Selain itu dengan pertimbangan sudah adanya pemberian vaksinasi kepada tenaga pendidik dan kependidikan.
Tatap muka di era new normal ini akan berbeda dengan pengertian kelas tatap muka sebelum pandemi. Pada era new normal, sekolah diberikan izin menggelar aktivitas terbatas dan penerapan protokol kesehatan ketat. Durasi waktu dikurangi. Dan pembelajaran daring masih akan menjadi alternatif kegiatan pembelajaran.
Tugas guru pada masa pembelajaran tatap muka new normal tidak akan jauh berbeda dengan masa pandemi. Apa yang telah dilakukan oleh guru di masa pandemi akan berlanjut di masa new normal. Durasi tatap muka hanya 2-3 jam, menyebabkan guru harus menggabungkan antara sistem pembelajaran tatap muka dan daring.
Proses pembelajaran pada masa new normal ini seperti perlu mempertimbangkan terkait peran guru. Guru harus dapat berperan sebagai pendengar yang baik karena guru bukan satu-satunya sumber pembelajaran. Guru hanya perlu sebagai fasilitator karena banyaknya informasi yang mudah diakses melalui internet. Semua itu akan memudahkan siswa untuk menemukan yang dicarinya.
Guru juga perlu mengubah strategi pembelajaran yang berbeda dari sebelumnya. Ada beberapa strategi dalam pembelajaran yang bisa digunakan, misalnya mengangkat permasalahan lingkungan sekitar untuk dijadikan topic; melatih kecakapan hidup para siswa melalui berbagai aktivitas sesuai dengan minat dan kondisi mereka; melakukan kombinasi daring dan luring dengan blended learning; menerapkan integrated curriculum dengan berbasis proyek; dan pembelajaran dengan pendekatan literasi baca tulis, numerasi, sains, finansial, digital dan budaya.
Untuk menjalani itu semua dibutuhkan guru-guru yang melek teknologi, inovatif dan kreatif. Siswa saat ini adalah mereka yang sejak lahir sudah mengenal teknologi. Mereka dilahirkan pada zaman yang serba ada dan mudah didapat. Oleh sebab itu, para guru harus meningkatkan skill dalam menggunakan teknolog supaya pembelajaran menarik dan dapat mensimulasikan kegiatan yang tidak dapat dilakukan secara langsung.
Yang menjadi tantangan paling berat adalah terkait pendidikan karakter siswa. Walaupun zaman berubah, pendidikan karakter tetap tidak berubah. Penanaman karakter tetap menjadi hal utama.
Derasnya gempuran informasi kepada siswa menyebabkan karakter siswa mengalami pergeseran. Saat ini banyak anak menjadi dewasa sebelum waktunya, sehingga banyak anak yang berperilaku tidak menunjukkan usianya.
Pada akhirnya, menjawab tantangan pendidikan di new normal ini bukan perkara sepele. Dibutuhkan guru-guru yang mau mengembangkan diri mengikuti derasnya teknologi, guru yang mau berkarya, guru yang mau berbagi, guru yang mampu memberikan harapan, dan guru yang punya karakter kuat.
Ditulis oleh Muhammad Ariyansyah Noor, S.Si, Guru SD Negeri 034 Kampung Bugis