Praktik Baik Krisman Lameanda: Menjadi Ayah untuk Anak Didik

- Editor

Sabtu, 10 September 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ole Krisman Lameanda, S.Pd. 

Kepala SMPN 2 Lembo Raya

 

 

Melalui tulisan ini, aku akan menceritakan sebuah pengalaman nyata yang pernah aku alami ketika mengajar pada sebuah SMP Negeri yang berkedudukan di ibu kota kecamatan tempat kelahiranku. Di SMP tersebut, aku bertugas sebagai guru honorer saat itu. Walaupun dengan status guru honorer, aku sangat mencintai profesiku. Aku sendiri harus mengajar tiga mata pelajaran, di antaranya mata pelajaran Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan Matematika.

Siswanya berasal dari lima desa sekitar. Jumlah siswa saat itu 180 orang dengan 7 rombongan belajar. Lima desa tersebut terdiri dari suku Jawa, Lombok, Flores, Bugis dan Mori. Walaupun beraneka ragam suku yang ada, hubungan kekeluargaan antara siswa dengan siswa lainnya sangat baik. Setiap hari kepala sekolah dan guru selalu menanamkan rasa kekeluargaan dan toleransi kepada seluruh warga sekolah. Itulah karakter yang ditanamkan sejak aku mengajar di sekolah itu dan belum pernah ada masalah atau riwayat perkelahian antara siswa yang terjadi. 

Hubungan siswa bagaikan dalam satu rumah tangga yang selalu menunjukkan rasa kekeluargaan yang sangat tinggi. Hubungan siswa dengan siswa lainnya bagaikan hubungan saudara kandung antara kakak dan adik. Demikian pula hubungan antara siswa dengan guru di sekolah bagaikan hubungan orang tua dengan anak kandungnya. Semuanya saling menghargai dan menjunjung tinggi nilai etika sehingga keharmonisan tetap terjalin di antara seluruh warga sekolah.

Hubungan antara guru pegawai negeri dengan guru honorer juga terjalin baik dan tidak ada perbedaan dalam melaksanakan tugas di sekolah. Kepala sekolah dengan guru-guru yang ada saling menghargai, saling menghormati antara atasan dan bawahan. Komunikasi antara orang tua siswa juga terjalin dengan baik serta saling mendukung terhadap semua program dan kegiatan yang dilaksanakan. Semua aturan yang ditetapkan oleh pihak sekolah pun selalu dipatuhi secara serius karena telah disepakati oleh seluruh warga sekolah.

Ada satu pengalaman menarik yang aku alami selama bertugas sebagai guru honorer di sekolah tersebut. Sebuah pengalaman dengan salah seorang siswa yang mungkin bisa menjadi inspirasi. Nur adalah nama siswa tersebut. Itu merupakan nama panggilan akrab oleh teman-temannya. Tak disangka ternyata siswa tersebut adalah seorang anak yang telah ditinggalkan oleh ayah kandungnya sejak masih bayi. 

Setiap apel pagi dan siang, Nur selalu menatapku seakan ada sesuatu yang ia perhatikan. Aku jadi penasaran ada apa dengan si Nur. Aku perhatikan lagi, ketika aku hadir di hadapan kelas, ia begitu semangat dan selalu tersenyum. Semangat belajarnya jadi lebih meningkat seakan ada perasaan bangga. 

Di suatu hari ketika sudah jam pulang sekolah, aku tidak kembali ke rumah karena ada kegiatan pembelajaran tambahan pada sore hari. Pembelajaran tambahan tersebut dilaksanakan khusus bagi siswa yang akan mempersiapkan diri mengikuti ujian nasional. Nur adalah salah satu siswa peserta ujian. Melalui kesempatan itulah aku ingin manfaatkan untuk memanggil Nur ke ruanganku, dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. 

Tapi tiba-tiba pintu diketuk dari luar seakan ada seseorang yang hendak masuk ruangan kerjaku. Tok-tok-tok, pintu ruangan kerjaku diketuk oleh seorang siswa.  

 “Assalamualaikum dan selamat siang, Pak? Bolehkah aku masuk ke ruangan Bapak?” ucap siswa tersebut. 

“Dengan siapa, ya?” tanyaku ketika pintu masih tertutup.  

“Saya Nur, Pak!” 

“Oh, iya, silakan masuk, Nak!” 

“Makasih, Pak.” 

Dengan sangat sopan dan ramah Nur memasuki ruangan kerjaku sambil tersenyum. 

“Maaf ya, Pak, jika aku mengganggu istirahat Bapak.” 

“Oo, Iya, Nak. Nggak apa-apa, Nak. Silakan duduk dulu biar enak ngomongnya.” “Makasih, Pak.” jawab si Nur dengan gembira dan sedikit gugup. “Maaf, Pak, aku terpaksa menemui Bapak karena aku melihat Bapak nggak pulang ke rumah siang ini.”

“Iya, Nak, Bapak nggak pulang ke rumah. Lagi pula ada pelajaran tambahan buat kalian sore ini. Jadi sekalian saja selesai mengajar baru pulang ke rumah. Oh, ya, Nak, sebenarnya tadi Bapak mau panggil kamu ke ruangan ini untuk bercerita dengan Bapak. Tetapi karena kamu yang duluan masuk ke ruangan ini, sehingga Bapak nggak jadi panggil kamu. Ini kok seperti ada yang aneh, ya, Nak. Tumben kamu mau ketemu dengan Bapak sore ini? Emangnya ada apa? Kayaknya ada yang sangat penting yang ingin kamu bicarakan dengan Bapak?”

Sambil terdiam dan sedikit senyum, Nur mulai mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menatapku. 

“Begini, Pak, sebelum Nur menyampaikan apa yang hendak disampaikan ke Bapak, sebelumnya Nur akan menanyakan mengapa Bapak mau panggil Nur?” tanyanya. “Begini, Nak, selama ini di saat apel pagi maupun siang, di saat Bapak masuk mengajar di kelas, ada sesuatu yang Bapak perhatikan dari kamu. Jika Nur menatap Bapak seakan-akan Nur merasa senang dan bangga. Bapak jadi penasaran ada apa sebenarnya. Apakah ada yang lucu atau ada sesuatu yang istimewa? Sepertinya ada yang berbeda dengan siswa lainnya. Coba, Nak, sampaikan biar Bapak nggak bertanya-tanya dalam hati ini. Tidak apa-apa, Nak, diungkap saja dengan transparan biar Bapak tahu apa yang menjadi pikiran Nur selama ini. Bapak tahu ada yang Nur sembunyikan dalam hati, yang mungkin sulit untuk diungkapkan.” 

Hati Nur tampak sedih. Ia menundukkan kepalanya sambil mengusap air matanya. Aku langsung terdiam serta menghibur Nur agar kuat mengungkapkan apa yang hendak diungkapkannya. Sesaat kemudian baru Nur bisa bicara dan menyampaikan kepadaku bahwa ia teringat kepada ayahnya. 

“Baiklah, Bapak, Nur akan menceritakan pengalaman pahit tentang ayah kandungku. Sejak masuk di Sekolah Dasar, Nur selalu menanyakan kepada ibu di mana ayah Nur perginya. Akan tetapi saat itu ibu Nur tidak mau menceritakan yang sebenarnya. Ibu Nur hanya mengatakan bahwa ayah yang sekarang ini adalah ayah kandungmu.”

Tetapi karena Nur masih curiga dengan penjelasan ibunya, maka Nur selalu mendesak ibunya untuk menceritakan yang sebenarnya. Ibu Nur mulai menceritakan yang sebenarnya bahwa ayah yang ada sekarang ini bukan ayah kandung Nur yang sebenarnya. Tapi ayah tiri. Ayah kandung Nur telah lama meninggalkannya. Ayah kandung Nur sudah tidak mau kembali lagi kepada ibunya karena ia telah menikah lagi dengan wanita lain. Dan Nur pun dibesarkan oleh ibu dan ayah tiri yang sekarang.

Mendengar ungkapan Nur yang sangat menyedihkan itu, aku hanya terdiam membayangkan betapa sedihnya ketika Nur dilahirkan tanpa kehadiran dan kasih sayang ayah kandungnya. Nur hanya bisa membayangkan betapa senangnya saat ia dilahirkan ada belaian kasih dari ayah kandungnya. 

“Maaf, Nak, Bapak mau tanya apa hubungannya Nur menceritakan ayah kandung terhadap Bapak?” 

Akhirnya Nur berani mengungkapkan apa yang menjadi kebanggaan dan keinginannya untuk disampaikan secara langsung kepadaku. 

“Terus terang, Nur senang jika menatap dan melihat Bapak setiap hari. Sejujurnya Bapak ini sama persis dengan ayah kandungku, Pak. Dari muka dan raut wajah persis seperti ayah kandungku. Mungkin juga sikap dan keramahan Bapak sama seperti ayah kandungku. Walaupun Nur belum pernah merasakan kasih sayang ayah kandungku sejak lahir hingga saat ini. Tetapi ketika bertemu dengan Bapak di sekolah ini, Nur telah merasakan kasih sayang itu seperti ayah kandungku.”

“Ini sangat nyata yang Nur rasakan selama Bapak mendidik, mengajar, serta menasihati kami semua di sekolah ini. Bapak selalu menganggap kami semua bagaikan anak kandung. Bapak selalu melayani kami di sekolah ini dengan pelayanan yang terbaik bagaikan kasih sayang antara ayah dan anak kandung sendiri. Tidak ada yang dibeda-bedakan dari keseluruhan siswa di sekolah ini. Itulah yang Nur rasakan ketika melihat Bapak setiap hari di sekolah ini.”

“Untuk itu Nur bermohon kepada Bapak, jika Bapak tidak keberatan, mulai saat ini Nur akan menganggap Bapak sebagai ayah kandung sendiri. Walaupun Nur tidak bisa tinggal bersama Bapak, tapi izinkanlah Nur mulai saat ini menganggap Bapak sebagai ayah kandungku. Jadi singkatnya Bapak adalah guruku dan juga ayahku.” 

“Makasih, Nak, Bapak siap menerima atas permintaanmu. Untuk itu kamu harus lebih semangat lagi belajar agar bisa menjadi anak yang sukses di kemudian hari.” 

Setelah tamat SMP, Nur selalu meminta dorongan dan motivasi dariku sebagai guru dan ayahnya. Ia melanjutkan ke SMK, dan saat ini Nur telah menyelesaikan pendidikannya pada sebuah universitas dengan mengambil jurusan Administrasi Publik.  (*)

NOTE: Tulisan ini juga dipublikasikan dalam format buku antologi “Praktik Baik”—yang berisi kisah dan pengalaman terbaik para guru dalam mengatasi masalah yang dihadapi dalam proses mendidik siswa

Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!

Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.

Berita Terkait

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka
Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 
Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan
Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan
Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan
Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 
Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua
Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 20 Februari 2024 - 10:35 WIB

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka

Senin, 19 Februari 2024 - 15:20 WIB

Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 

Jumat, 16 Februari 2024 - 09:32 WIB

Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan

Selasa, 13 Februari 2024 - 10:50 WIB

Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan

Selasa, 6 Februari 2024 - 10:35 WIB

Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan

Senin, 5 Februari 2024 - 10:27 WIB

Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:55 WIB

Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:20 WIB

Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan

Berita Terbaru