Oleh N. Ai Kusumawati
Guru di SMP Negeri 1 Dayeuhkolot
Dalam mengarungi kehidupan ini, seringkali kita memiliki banyak keinginan, harapan, dan asa. Namun kita harus bisa menyikapinya disesuaikan dengan kemampuan dan kekuatan yang ada pada diri kita. Terkait hal ini, saya selalu terngiang perkataan orang tua saya saat menasihati anak-anaknya, ”Lihatlah ke bawah, jangan lihat ke atas!” Ini agar kita selalu bisa bersyukur terhadap apa yang kita miliki.
Mungkin pada suatu saat kita ingin memiliki peralatan sekolah, namun sulit untuk dimiliki. Agar tidak kecewa, lihatlah di sekeliling kita. Ada anak yang perlengkapan sekolahnya lebih terbatas daripada kita. Tas dan sepatunya hanya ada satu. Bahkan seringkali tidak dikasih uang jajan. Namun mereka tetap rajin dan semangat belajar dan pergi sekolah hingga mendapatkan prestasi yang bagus.
Di antara teman kalian mungkin ada anak yang serba kecukupan, banyak uang jajan, segala keinginannya dapat dipenuhi orang tua. Dia diberi fasilitas sepeda motor walaupun itu melanggar tata tertib sekolah. Jika kita melihat anak-anak yang posisinya di atas kita seperti ini, dapat mengurangi rasa syukur kita terhadap apa yang kita miliki.
Kalian boleh punya keinginan, tetapi harus melihat kemampuan dan keadaan. Janganlah memaksakan kehendak kepada orang tua!
Lihatlah kemampuan dan keadaan anak yang ada di bawah kalian. Banyak dari mereka yang susah payah untuk memenuhi keinginan serta kebutuhannya.
Janganlah selalu melihat ke atas. Sebab jika demikian, kalian akan capek dan kecewa untuk mencapai keinginan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan keadaan.
Kita harus bisa bersyukur atas segala yang dianugerahkan oleh Sang Khalik kepada kita. Orang yang pandai bersyukur akan ditambah anugerah dan rezekinya.
Hiduplah sesuai dengan kemampuan dan keadaan. Hidup ini akan indah dan bermakna jika dijalani dengan ikhlas, sabar, dan syukur. Sebaliknya, orang yang tidak bisa sabar dan syukur pasti akan mengalami kesulitan.
Ada salah satu peserta didik saya yang sering bolos. Hampir setiap minggu pasti pernah absen. Setiap kali habis bolos kemudian saya ajak bicara.
“Kenapa kemarin tidak sekolah, Nak?” tanyaku.
“Maaf, Bu. Saya takut kesiangan sampai sekolah, ” jawabnya. Dia memberi alasan susah cari ojek. Kebetulan memang tidak ada angkutan umum dari kampungnya menuju sekolah.
Saya pun memaklumi hal tersebut.
Pada suatu hari, dia bolos lagi. Lalu saya berkunjung ke rumahnya. Ternyata dia ada di rumah dan sedang tidur.
Di rumah, dia ditemani oleh neneknya. Ibunya bekerja di perusahaan garmen dan bapaknya bekerja di perusahaan sepatu. Orang tuanya berangkat lebih pagi, sebelum anaknya berangkat sekolah.
Kata neneknya, sebelum orang tuanya berangkat kerja, dia sudah berseragam dan sarapan seolah sudah siap ke sekolah. Namun setelah sebentar meninggalkan rumah, ia balik lagi dengan alasan tidak ada ojek dan beralasan sudah kesiangan.
Saya yakin masalah ini bukan satu-satunya alasan kenapa ia sering bolos sekolah. Ketika sudah bertemu dengan dia di rumah, saya memberikan saran.
“Nak, kamu bisa berangkat lebih pagi supaya tidak kesiangan,” kataku.
Dia hanya mengangguk saja.
“Sebenarnya ada apa, Nak?” tanyaku lagi.
Dia hanya menjawab tidak ada apa-apa.
Dari kampung ini, sebenarnya bukan hanya dia sendiri yang sekolah di tempat yang sama—tempat saya mengajar. Banyak anak yang berangkat ke sekolah dengan jalan kaki meskipun jaraknya cukup jauh.
Tak lama setelah itu, neneknya menyampaikan bahwa tempo hari anak tersebut merengek kepada orang tuanya ingin dibelikan motor.
Dia hanya mengangguk saja saat saya bertanya kebenaran tentang perkataan neneknya. Berarti benar ‘takut kesiangan’ itu sebenarnya bukan alasan satu-satunya kenapa ia sering bolos sekolah. Ada keinginan yang tidak terpenuhi dari orang tuanya.
“Nak, dulu waktu saya sekolah, jarak rumah saya ke SMP sekitar 2 Km. Saya selalu berjalan kaki untuk berangkat dan pergi ke sekolah. Berjalan kaki itu sehat. Secara tidak langsung sudah melaksanakan olahraga. Apalagi di bawah sinar mentari pagi dan udara yang segar, akan menambah imun. Berjalan kaki juga belajar hemat. Uang untuk transport bisa disimpan atau ditabung. Selain itu, kita bisa menjalin persahabatan dan persaudaraan dengan teman-teman. Setiap waktu bersama teman akan terpupuk rasa peduli, menyayangi, dan kekeluargaan.”
“Biasanya selama di perjalanan ada saja yang kita bicarakan. Tentang pelajaran, guru–guru yang disenangi dan dikagumi, teman sekelas, bahkan masalah pribadi. Kita bisa berbagi, cerita, dan melihat keberadaan di sekitarnya.”
Nasihat dan kisah ini sering saya sampaikan kepada anak-anak saya sendiri dan juga anak didik. Sebab, terkadang mereka meminta sesuatu tanpa memikirkan kemampuan dan keadaan orang tuanya.
Lihatlah ke bawah, jangan melihat ke atas. Hiduplah sesuai dengan kemampuan dan keadaan. Jangan sampai rasa kecewa karena tidak mau bersyukur menghancurkan dan membuat kalian menderita.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud