Oleh Septi Efa, S. Pd.
Guru di SMAN I Harau
Johan—anggap saja bukan nama sebenarnya— dalam kesehariannya lebih banyak di sekolah. Apa saja kegiatan ekstrakurikuler diikuti. Hobinya di antaranya adalah Pramuka, PMR, PKS, dan juga membuat film pendek. Sepanjang harinya nyaris habis untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.
Setiap dalam kegiatan yang diikuti, ia sungguh-sungguh. Sehingga setiap ada lomba, dia mewakili sekolah dan selalu menjadi prioritas. Dia memang punya kemampuan dalam dalam banyak hal.
Sebagai pembina OSIS dan juga gurunya, pada suatu ketika saya pernah bertanya kepadanya. “Johan, sinilah! Kelihatannya kamu mengikuti ekskul banyak sekali. Nanti sampai di rumah apakah kamu tidak capek sehingga tidak ada waktu untuk mengerjakan PR?”
“Insya Allah tidak ada masalah karena aku mengerjakan tugas langsung di sekolah, Bu. Sampai di rumah bisa langsung istirahat,” jawabnya.
“Apakah kamu diizinkan atau dibolehkah oleh ayah dan ibumu seharian di sekolah?”
“Maaf, Bu, ayah dan ibuku tidak ada di rumah. Mereka berpisah. Ibuku sudah meninggalkan aku dan adik. Beliau menikah lagi dan ikut suami barunya. Dan ayahku sendiri menikah pula dan tidak bersama kami. Ayahku pergi ke rumah istrinya yang baru. Makanya aku lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah. Sedangkan adikku sering tinggal di rumah nenek.”
Aku mengerti dan menganggukan kepala. ” O, begitu, ya… Kamu harus menjaga kesehatan. Fokus belajar. Semoga lancar-lancar saja.”
Waktu terus berjalan, dan Johan semakin sering terlihat keberadaannya di sekolah. Ketika pemilihan Ketua OSIS, dia dicalonkan oleh teman-temannya. Sayangnya waktu penyampaian visi dan misi dia tidak hadir karena ada kegiatan yang diikuti di luar sekolah.
Johan memang sering memegang peran utama dalam setiap kegiatan. Misalnya ketika lomba Film Pendek, ia juga aktif mengikuti sehingga menjadi juara 2 di tingkat nasional.
Selain sebagai siswa yang aktif, Johan juga mudah bergaul dengan siapapun. Hal itu yang mungkin membuat siswi banyak yang mengidolakannya hingga akhirnya ada anak perempuan yang diam-diam sangat memperhatikan dia.
Namanya Jessica—anggap saja bukan nama sebenarnya. Dia sangat simpati dengan Johan. Entah bagaimana ceritanya, barangkali antara keduanya merasa cocok, sehingga mereka sering terlihat bersama. Di mana ada Johan, di situ pasti ada Jessica. Apalagi setelah mereka berdua berada di dalam kegiatan ekskul yang sama dan di tingkat kelas yang sama.
Tersiar kabar bahwa mereka berdua “jadian”. Selaku pembina OSIS dan guru, saya panggil mereka. Saya nasihati mereka supaya tidak sering berduaan. Namun lagi-lagi masih terulang, mereka masih sering tampak berduaan di sekolah.
Seiring waktu berjalan, mereka mendapat keputusan dari MPK OSIS yang menetapkan bahwa pengurus OSIS tidak boleh berpacaran sesama pengurus OSIS. Setelah beberapa peringatan diabaikan, mereka dikeluarkan dari OSIS.
Setelah itu, mereka ke mana-mana masih sering berdua. Bahkan setiap pagi, kabarnya Johan sering dijemput oleh Jessica di rumahnya. Kadang-kadang Johan belum bangun, Jessica sudah tiba di rumahnya.
Ketika jam pulang sekolah, Johan diantar ke rumah kembali. Kondisi seperti ini sebenarnya tidak bagus untuk dilihat oleh warga sekolah. Oleh sebab itu, pihak sekolah terkadang harus membuat keputusan yang tegas.
Pada suatu kali Jessica tidak terpilih dalam seleksi Raimunas meskipun sebenarnya ia memiliki kemampuan untuk itu. Johan pun protes pada Pembina Pramuka, kenapa pacarnya tidak terpilih.
Pendek cerita, Pembina menyampaikan mereka khawatir jika dalam kegiatan Raimunas tersebut Johan dan Jessica tidak mau berpisah. Hal yang kurang etis ini bisa merusak nama baik sekolah.
Masa SMA adalah masa yang sangat indah. Tapi awas, jangan pacaran!
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud