Meniti Jalan Menjadi Guru: Nia Kurniati

- Editor

Sabtu, 16 April 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Dra. Nia Kurniati

Guru di SMA Negeri 20 Bandung

Namaku Nia Kurniati, guru Matematika di SMA Negeri 20 Bandung dari tahun 1998 sampai sekarang. 

Aku lahir di tahun 1967. 

Di masa sekolah dasar dari tahun 1974-1980, aku ingat ketika itu setiap anak punya buku diary. Di halaman pertama, setiap anak menulis data pribadi berisi nama, hobi, alamat, dan cita-cita. Ada yang bercita-cita ingin jadi dokter, insinyur, tentara, pilot, bahkan presiden.  

Di antara deretan cita-cita itu nyaris tidak ada yang mengisi ingin menjadi guru. Dan satu-satunya yang mengisi ingin jadi guru adalah aku. Teman-teman yang membaca data pribadiku lantas bertanya, “Kenapa ingin menjadi guru? Bukankah profesi guru gajinya kecil?” 

Malah di antara mereka memandang rendah dengan apa yang aku tulis. Aku juga tidak tahu mengapa aku isi cita-cita seperti itu. Padahal di keluargaku tidak ada yang berprofesi sebagai guru. Kedua orang tuaku karyawan Perumtel (sekarang Telkom). Paman dan Bibi juga sama. 

Mungkin saat itu yang menjadi inspirasi adalah Bu Nurjanah. Beliau adalah Wali Kelas aku di kelas empat.  Beliau orangnya sangat perhatian dan baik hati. Oleh beliau, aku pernah diikutkan tim paduan suara dan ditunjuk sebagai penyanyi solo. Beliau sangat telaten dan sabar ketika membimbing aku.

Suatu hari kelas sebelah terjadi keributan. Aku diajak Bu Nurjanah untuk ke kelas tersebut dan aku disuruh menyanyi oleh beliau. Otomatis kelas yang awalnya pada ribut, tiba-tiba terdiam semuanya mendengarkan aku menyanyi. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan sampai sekarang.

Ketika di SMP tahun 1980 – 1983, aku juga punya guru idola. Beliau adalah seorang guru Matematika, namanya Pak Juansah. Kalau mengajar Matematika sangat mudah untuk dimengerti. Nilaiku pun selalu paling bagus di antara teman-teman. Mungkin dari sinilah awal mula yang membuat aku tertarik dengan Matematika. 

Memasuki masa SMA dari tahun 1983-1986, mata pelajaran lain yang membuatku tertarik adalah Kimia. Mungkin karena mata pelajaran ini ada praktikum di laboratorium. Pada dasarnya aku memang lebih menyukai pelajaran yang ada praktiknya daripada yang hanya sekedar membaca dan menghafal. 

Selepas SMA tahun 1986, aku tidak langsung kuliah. Sekitar satu tahun aku menganggur. Pernah terbersit ingin bekerja saja. Walaupun tidak tahu pekerjaan apa yang pantas untuk aku yang hanya lulusan SMA.

Tahun 1987 barulah aku kuliah. Aku sempat bingung jurusan apa yang akan aku pilih. Karena cita-cita jadi guru sempat hilang dari pikiranku, ada beberapa masukan dari orang tua dan saudara. Akhirnya dari berbagai masukan, aku memutuskan untuk kuliah di Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan jurusan MIPA Program Studi Matematika. Di fakultas tersebut yang akhirnya mengingatkan kembali lagi ke cita-cita semula, yaitu menjadi guru. 

Setelah lulus kuliah pada tahun 1992 tidak lantas langsung bekerja. Sebab waktu itu melamar jadi guru honorer tidaklah mudah. Apalagi di sekolah yang dekat dengan lingkungan rumah. 

Tahun 1994 barulah ada pendaftaran CPNS untuk guru. Aku ikut seleksinya. Alhamdulillah, lulus dan ditempatkan di Kabupaten Bandung yaitu di SMAN 1 Ciwidey. 

Menuju lokasi sekolah tersebut penuh dengan perjuangan, karena aku bertempat tinggal di Kota Bandung.  Untuk menuju tempat kerja harus berangkat tepat habis Subuh dan baru sampai rumah ba’da Magrib. 

Pertama mengajar di sekolah tersebut aku harus berhadapan dengan rekan kerja yang judesnya minta ampun. Saat itu mungkin memang aku salah. Aku bilang mau pinjam RPP. Dia malah jawab dengan ketus, “Kenapa pinjam RPP, apakah waktu kuliah tidak diajarkan?” Ternyata usut punya usut beliau adalah pembuat RPP terbaik di Sekolah.

Pembelajaran di SMA Negeri 1 Ciwidey  terbagi menjadi dua sesi, yaitu sesi pagi dan sesi siang. Ada satu jadwal mengajar yang mengharuskan aku untuk mencari penginapan di sekitar sekolah. Sebab, di satu hari ada jam mengajar dari pagi sampai sore dan besoknya harus masuk pagi jam pertama. 

Agar tidak kelelahan di perjalanan dengan jadwal tersebut, maka aku mencari kontrakan dekat dengan sekolah. Dapatlah tempat penginapan dekat sekolah di rumah penduduk, yaitu di rumah Pak Udin bersama istrinya. Mereka adalah sepasang suami istri yang sudah tua tetapi tidak punya keturunan. Oleh sebab itu, ketika menginap di sana mereka memperlakukan aku layaknya anak sendiri. 

Walaupun menginapnya hanya satu malam dalam satu pekan, hal itu cukup membuat aku sedih karena harus meninggalkan suami dan anak  yang masih balita. Dan ini berlangsung sekitar tiga setengah tahun.

Pada tahun 1998, ada kesempatan untuk mengajukan mutasi. Kesempatan tersebut aku pergunakan sebaik-baiknya. Akhirnya aku pindah ke SMA Negeri 20 Bandung yang lokasinya lebih dekat dengan tempat tinggal sendiri.  

Bekerja dekat rumah tidak lantas bebas dari masalah. Membutuhkan waktu untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan baru, teman-teman baru, dan suasana baru pula. Walaupun pada akhirnya semua masalah dapat teratasi.

Baru-baru ini masalah yang muncul adalah adanya pandemi Covid-19.  Pembelajaran yang awalnya tatap muka berganti menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Guru dituntut untuk kreatif agar kegiatan belajar mengajar tetap dapat berjalan dengan baik. Banyak hal baru yang harus dipelajari terutama masalah penggunaan teknologi. 

Namun demikian, banyak hikmah yang bisa diambil dari situasi ini. Istilah “Guru tetap belajar walaupun sudah mengajar” sangat berlaku saat ini. Dan selama pandemi, banyak hal baru yang aku pelajari melalui Webinar sampai workshop. Salah satunya yang aku ikuti adalah belajar menulis dari Moh. Haris Suhud.  Sehingga kini aku jadi tertantang untuk bisa menulis. (*)

Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!

*Meniti Jalan Menjadi Guru (MJMG) adalah konten serial yang mengisahkan perjalanan dan pengalaman menjadi seorang guru yang ditulis sendiri oleh nama bersangkutan. Tayang eksklusif di NaikPangkat.com  dan akan dibukukan dalam sebuah antologi dengan judul “Meniti Jalan Menjadi Guru”

Berita Terkait

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka
Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 
Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan
Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan
Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan
Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 
Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua
Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 20 Februari 2024 - 10:35 WIB

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka

Senin, 19 Februari 2024 - 15:20 WIB

Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 

Jumat, 16 Februari 2024 - 09:32 WIB

Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan

Selasa, 13 Februari 2024 - 10:50 WIB

Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan

Selasa, 6 Februari 2024 - 10:35 WIB

Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan

Senin, 5 Februari 2024 - 10:27 WIB

Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:55 WIB

Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:20 WIB

Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan

Berita Terbaru