Pendidikan di Indonesia telah mencoba mengaplikasikan budaya literasi pada jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Namun kenyataannya budaya literasi masih dalam kondisi mengkhawatirkan.
Budaya literasi sebenarnya telah banyak diterapkan di sekolah-sekolah sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis siswa, serta meningkatkan mutu pendidikan melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Awal peluncuran GLS sendiri dilakukan secara simbolis dengan memberikan buku-buku paket bacaan yang didistribusikan di berbagai sekolah sebagai tonggak budaya literasi.
Namun walaupun pemerintah telah meluncurkan gerakan tersebut, tetap saja guru dan pihak sekolah harus pandai dalam menyesuaikan dan merencanakan program budaya literasi di sekolah.
Sementara itu, minat membaca siswa terhitung masih rendah. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, perpustakaan hanya ramai dikunjungi jika ada tugas, sebagai persiapan untuk melaksanakan ujian atau saat ada keperluan saja. Waktu luang yang dimiliki siswa terlalu banyak dihabiskan untuk kegiatan yang tidak penting, bukan untuk membaca agar menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
Melihat masalah tersebut tentu ini bisa berdampak pada rendahnya kualitas sumberdaya manusia Indonesia sehingga akan sangat sulit untuk bisa bersaing dengan masyarakat dari negara lain di Asean.
Upaya Peningkatan Budaya Literasi pada Peserta Didik
Membentuk Tim Literasi Sekolah (TLS)
Pembentukan Tim Literasi Sekolah diawali dengan pemilihan guru-guru yang berpotensi memiliki jiwa literasi yang kuat. Tidak hanya dari guru bahasa, guru non-bahasa pun bisa dijadikan sebagai TLS. Pemilihan ini bisa dilakukan langsung oleh kepala sekolah setelah melakukan observasi. Tugas dari TLS ini untuk mengembangkan gerakan literasi yang sudah diciptakan sekolah.
Membentuk Gerakan Literasi Sekolah
Gerakan Literasi Sekolah atau GLS merupakan salah satu upaya pertama yang dapat dilakukan sekolah untuk meningkatkan budaya literasi. Literasi dapat dilakukan sehari sekali selama kurang lebih 20 menit sebelum pelajaran dimulai.
Adanya GLS ini tentu harus didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Pembiasaan membaca 20 menit ini merupakan tahapan yang penting. Peserta didik diharapkan terbiasa membaca setiap hari agar mereka tidak ketinggalan informasi.
Program baca singkat ini diyakini mampu mencapai tujuan diadakannya GLS, yaitu untuk menjadikan peserta didik yang literat.
Membuat Sudut Baca Sekolah
Dengan adanya gerakan literasi di sekolah tentunya harus didukung dengan sarana prasarana yang memadai. Untuk kegiatan membaca dibutuhkan tempat yang nyaman dan tenang. Oleh karena itu, sekolah harus membuat sudut baca sekolah. Sudut baca sekolah menempatkan sebuah meja dengan rak buku dan kursi untuk membaca. Sudut baca berisi buku-buku, majalah, dan koran.
Penempatan sudut baca sekolah juga harus diperhatikan, misalnya membuat sudut baca di dekat ruang kelas atau tempat berkumpulnya peserta didik di waktu istirahat.
Membuat Sudut Baca Kelas
Sudut baca kelas dibuat untuk peserta didik berliterasi selama kurang lebih 20 menit setiap harinya. Buku-buku yang ada dalam sudut baca kelas ini berasal dari buku bacaan peserta didik yang mereka bawa sendiri dari rumah, majalah ataupun koran sekolah.
Dengan adanya sudut baca kelas ini dapat membantu mengisi waktu luang peserta didik yang ingin membaca tetapi tidak ingin keluar dari kelas.
Pengadaan Kata Motivasi
Kata motivasi diperlukan di sekolah, letaknya pun harus disesuaikan dengan tempat-tempat yang sering dilewati peserta didik maupun warga sekolah yang lain.
Kata motivasi ini bertujuan untuk memotivasi setiap orang yang membacanya. Dalam hal ini ditekankan untuk memberikan kata-kata motivasi yang berhubungan dengan literasi agar peserta didik termotivasi untuk lebih bersemangat lagi dalam berliterasi.
Pengadaan Buku Bacaan
Jika sudah membentuk gerakan literasi sekolah dan membuat sudut baca sekolah, pengadaan buku menjadi hal yang penting. Buku menjadi sumber bacaan yang menjadi hal utama dalam budaya literasi.
Terdapat macam-macam jenis bahan bacaan yang harus disediakan, mulai dari buku, majalah, dan koran. Jenis bacaan yang ringan dan pemilihan tema yang sederhana menjadi pilihan peserta didik. Sastra populer dapat dijadikan pilihan karena penggunaan bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti.
Pengadaan Majalah Dinding Sekolah
Dari kegiatan membaca peserta didik akan mendapatkan informasi dan pengetahuan yang baru, atau bahkan belum diketahui sebelumnya. Hasil dari kegiatan membaca tersebut dapat disalurkan melalui keterampilan menulis.
Dengan adanya majalah dinding sekolah, peserta didik bisa menyumbangkan hasil karyanya berupa tulisan sederhana. Tulisan tersebut dapat diterbitkan di majalah dinding sekolah. Dengan adanya upaya ini, diharapkan semua warga sekolah mendukung gerakan literasi agar tujuan pelestarian budaya literasi dapat tercapai secara maksimal.
Diharapkan ada kerjasama yang baik antar pemangku kepentingan GLS dan ada pelatihan untuk mendukung pelaksanaannya agar terbentuk sumber daya manusia yang berkualitas, kreatif, dan produktif.
Ditulis oleh: PUTHUT IKHA KUSUMA DEWI, S.Pd, Guru di SDN Payang 01.