Literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Dalam perkembangannya, definisi literasi selalu berevolusi sesuai dengan tantangan zaman.
Jika dulu definisi literasi adalah kemampuan membaca dan menulis, saat ini, istilah literasi sudah mulai digunakan dalam arti yang lebih luas. Dan sudah merambah pada praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik.
Definisi baru dari literasi menunjukkan paradigma baru dalam upaya memaknai literasi dan pembelajarannya. Kini ungkapan literasi memiliki banyak variasi, seperti literasi media, literasi komputer, literasi sains, literasi sekolah, dan lain sebagainya.
Hakikat berliterasi secara kritis dalam masyarakat demokratis diringkas dalam lima verba: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi teks. Kesemuanya merujuk pada kompetensi atau kemampuan yang lebih dari sekedar kemampuan membaca dan menulis.
Namun secara etimologis istilah literasi sendiri berasal dari bahasa Latin “literatus” yang mana artinya adalah orang yang belajar. Dalam hal ini, literasi sangat berhubungan dengan proses membaca dan menulis.
Kenyataan saat ini kemampuan literasi pada anak -anak kita masih sangat rendah apa lagi dengan adanya gawai atau HP pintar. Berdasarkan hasil survei lembaga internasional yang bergerak dalam bidang pendidikan, United Nation Education Society and Cultural Organization (UNESCO), minat baca penduduk Indonesia jauh di bawah negara-negara Asia.
Hal itu disebabkan beberapa hal di antaranya karena kurangnya dukungan atau keterlibatan keluarga dalam membangun budaya membaca di rumah sehingga anak-anak tidak terbiasa menjadikan buku sebagai rujukan untuk mendapatkan informasi. Kedua, akses buku yang berkualitas belum merata di sejumlah daerah. Anak-anak tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan referensi buku yang beragam.
Jika kegiatan berliterasi tidak dikembangkan maka anak-anak jadi tidak mampu mengembangkan daya persepsinya berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dan rasakan di kemudian hari. Sehingga anak tidak memiliki pemahaman yang utuh dan komprehensif. Anak juga tidak mampu melatih ingatannya terhadap semua peristiwa dan kejadian yang pernah dialaminya.
Kemudian anak akan menjadi tidak mampu mengembangkan pemikiran-pemikirannya dalam rangka menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya, anak tidak mampu memahami simbol-simbol yang tersebar di dunia sekitarnya, dan anak-anak tidak mampu melakukan penalaran-penalaran, baik yang terjadi secara alamiah (spontan) maupun melalui proses ilmiah (percobaan). Dan yang lebih parah lagi adalah anak tidak mampu memecahkan persoalan hidup yang dihadapinya sendiri, sehingga pada akhirnya anak akan menjadi individu yang tidak mampu menolong dirinya sendiri.
Peran orang tua dan guru sangat diharapkan dalam situasi yang demikian. Sinergitas antara orang tua dan anak akan menghasilkan kegiatan literasi yang optimal untuk anak-anak dalam masa perkembangannya. Oleh karena itu pengenalan literasi kepada anak sebaiknya dimulai dari keluarga.
Ditulis oleh: IMAS MARYANI, S.Pd, GURU SDN 16 KOTO BARU