Sekolah Dasar – Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan kegiatan mendidik secara formal. Di dalamnya terdapat kegiatan belajar-mengajar atau yang kemudian disebut dengan pembelajaran melalui suatu standar tertentu.
Pembelajaran merupakan aktivitas antara peserta didik dan pendidik dalam mengelola sistem berpikir menurut aturan tertentu demi mencapai tujuan yang diinginkan.
Lebih lanjut, dalam kegiatan pembelajaran seluruh aturan ditetapkan oleh sekolah demi tercapainya visi misi bersama dan terselenggaranya pola pikir untuk keberlangsungan kehidupan.
Dalam bersekolah atau melaksanakan pembelajaran, seorang siswa tidak hanya akan mendapatkan kepintaran atau menguasai suatu pengetahuan, namun juga mendapatkan berbagai hal lain seperti ilmu, teman, relasi, komunikasi, pengalaman, dan lainnya.
Sehingga sekolah dapat dikatakan sebagai media untuk membentuk jati diri seseorang. Jati diri ini juga berisi tentang peningkatan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia maupun kompetensi/keterampilan lainnya.
Keterampilan tersebutlah yang dapat meringankan dan memudahkan kehidupan diri dalam mengarungi kehidupan di dunia.
Umumnya lembaga pendidikan diikuti oleh seseorang mulai dari Sekolah Dasar (SD) namun pendidikan kini bervariasi. Mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) untuk umur 3-4 tahun, Taman Kanak-kanak (TK) untuk 5-6 tahun, dan pendidikan lainnya.
Lembaga pendidikan tersebut berfungsi untuk melatih sejak dini bahwa pendidikan begitu penting untuk keberlangsungan hidup, baik pendidik maupun peserta didik yang ada.
Namun, terkhusus di Indonesia telah ditentukan dengan tegas bahwa wajib belajar adalah mengikuti jenjang pendidikan SD hingga SMA yaitu 12 tahun. Demikian artinya SD atau Sekolah Dasar menjadi lembaga pendidikan awal yang wajib bagi seseorang.
Tidak jauh dari ungkapan tersebut, Rabu kemarin (4/8/2022) Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK), Iwan Syahril mengatakan bahwa masih ada beberapa miskonsepsi tentang kesiapan anak untuk masuk SD.
Dirjen GTK yang bertindak di bawah Kemendikbudristek mengatakan bahwa terdapat kesalahpahaman mengenai kesiapan anak masuk Sekolah Dasar (SD). Salah satunya adalah orang tua murid masih cenderung fokus pada kesiapan akademis saja.
“Orang tua menganggap bahwa anaknya sangat siap masuk SD apabila dalam pemahaman literasi dan numerasi atau calistung mereka telah lancar.” Berdasarkan artikel detik.com/edu dalam Survei Kesiapan Sekolah yang diselenggarakan Guru Diknas Kemendikbudristek secara daring kemarin.
Iwan berpendapat bahwa calistung bisa dilatih di dalam pembelajaran sekolah, namun tentu aspek lain seperti faktor pskilogis dan prinsip bermain untuk umur anak peralihan dari TK juga harus diperhatikan.
Pasalnya, perlu diketahui bahwa untuk prinsip fundamental pemahaman literasi dan numerasi adalah yang utama, tapi tidak boleh juga mengesampingkan aspek fisik, emosional, sosialisasi, dan tentu keterlibatan anak dalam proses pembelajaran.
Pelaksanaan Survei Kesiapan Sekolah oleh Guru Diknas Kemendikbudristek juga tidak sekedar pelaksanaan kegiatan rutinan, melainkan sudah menjadi latar belakang Ditjen GTK dalam menyiapkan sekolah.
Survei dilakukan kepada 79.300 anak, 15.860 guru, 15.596 kepala sekolah, 1.237 pengawan, dan tentu saja orang tua siswa sejumlah 57.529. Hasilnya adalah terdapat beberapa aspek yang kurang terpenuhi dalam diri anak PAUD yang akan naik ke jenjang SD, diantaranya:
- Aspek fisik, dimana anak kurang dapat melompat berpindah tempat menggunakan satu kaki;
- Aspek kesejahteraan fisik, anak belum bisa cuci tangan atau muka tanpa dibantu orang lain;
- Aspek sosial, keberanian yang masih bisa ditingkatkan untuk mengeksplorasi lingkungan;
- Aspek emosi, masih cenderung lurus karena belum memahami jenis-jenis emosi;
- Aspek literasi, kurangnya kebisaan dalam merespon pesan visual dari berbagai media dengan simbol verbal darinya;
- Aspek numerasi, belum paham prinsip sebab-akibat, fenomena alam dan sosial;
- Aspek keterlibatan pembelajaran, belum mampunya untuk meng-iyakan dan mematuhi peraturan yang ada.
Tentu sekolah atau lembaga pendidikan tempat belajar dapat bertindak untuk menemukan solusi terbaik dari hal tersebut. Selain itu pihak lain seperti keluarga dan masyarakat serta teman-teman tentu harus bersama-sama membentuk karakter sosial ini.
Halaman Selanjutnya
Karakter sosial siswa Sekolah Dasar
Halaman : 1 2 Selanjutnya