Oleh : Evi Rahmawati
Guru di MTS. Al-Multazam
Kata “guru” dalam Bahasa Jawa menurut kerata basa atau jawa dhosok merupakan kependekan dari “digugu lan ditiru” yang berarti dianut dan dicontoh (Ranggawarsita, 1954). Bertolak dari kerata basa itu, maka guru merupakan pribadi dan profesi yang dihormati dalam masyarakat Jawa tradisional. Mereka menjadi panutan dan contoh bagi masyarakat karena memiliki keahlian, kemampuan, dan perilaku yang pantas untuk dijadikan teladan. Oleh karena itu, untuk menjadi guru seseorang harus memenuhi sejumlah kriteria.
Guru merupakan aktor penting dalam kegiatan belajar dan pembelajaran yang berperan sebagai tokoh protagonis, yaitu seseorang yang mengajarkan suatu kebaikan. Menurut Undang-undang No. 14 Tahun 2005 yang menjelaskan guru atau dosen pada Bab 1 Pasal 1 disebutkan bahwa seorang pengajar atau guru adalah pendidik dan pembimbing yang profesional yang berperan dalam menjalankan tugas utamanya yaitu, memberikan pengajaran, memberikan bimbingan, mendidik dan melatih, memberikan arahan, memberikan penilaian, serta mengevaluasi peserta didik terhadap pendidikan anak usia dini dari jalur yang dimulai dari pendidikan dasar.
Sementara itu para pelajar adalah generasi penerus bangsa yang menjadi harapan semua pihak untuk meneruskan perjuangan nenek moyang untuk memajukan bangsa. Salah satu keberhasilan mereka adalah karena adanya guru yang profesional.
Guru profesional merupakan guru yang patut diteladani. Hal yang menjadi dasar menjadi guru profesional adalah karakter yang terdapat pada diri guru, karakter guru terhadap peserta didik, dan karakter guru dalam belajar dan mengajar.
Karakter yang harus terdapat pada diri guru di antaranya yaitu jiwa muraqabah (merasa diawasi), khauf (takut melakukan kesalahan), sakinah (tenang), wira’i (menjaga dari haram dan syubhat), tawadhu’ (rendah hati), khusyu’ (fokus), tawakal (menyerahkan diri), zuhud (tidak berlebihan terhadap duniawi) dan qana’ah (menerima ketentuan).
Jika semua karakter tersebut ada pada diri seorang guru maka sifat mulia akan menghiasi keseharian guru dan mampu menjadikan pribadi guru jadi lebih baik.
Di samping memiliki akhlak mulia, guru juga harus tidak menjadikan ilmu sebagai tangga atau media mencari dunia. Guru juga harus memiliki semangat tinggi untuk terus belajar, mencari pengalaman dan menambah ilmu demi tercapainya tujuan pembelajaran. Maka dari itu seorang guru harus memiliki akhlak yang mulia agar dapat menjadi teladan.
Dalam proses belajar mengajar berlangsung hal yang paling dasar yang harus dipenuhi oleh seorang guru adalah menata niat. Hal ini tercantum dalam kitab Adabul Alim Wal Muta’allim. Niat yang dimaksud adalah mengamalkan ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan begitu, ketika orang guru mempunyai tujuan menjadikan siswa pintar atau mencapai nilai bagus namun kenyataannya tidak terpenuhi, maka guru tidak akan sakit hati atau menyalahkan siswa .
Oleh karena itu, sebaiknya niat seorang guru dalam mengajar perlu ditata kembali, yaitu buat anak didik menjadi anak yang faham dan mengerti, suka dengan pelajaran, suka dengan belajar dan yang tak kalah penting adalah menjadi anak yang akhlakul karimah.
Hal berikutnya yang harus dimiliki dalam diri guru adalah jiwa menebar kasih sayang, menjaga adab, menjelaskan pelajaran sesuai keperluan tanpa panjang lebar, menciptakan kelas yang kondusif. Guru sebagai teladan juga harus mempunyai kedisiplinan yang tinggi dan tidak telat saat mengajar.
Ketika seorang guru bisa menjadi pribadi yang baik dan menjaga diri maka akan mencetak generasi bangsa yang hebat, yang bisa diandalkan di masyarakat serta bisa menyeimbangkan nilai-nilai agama serta keilmuan yang dimilikinya.
Dapatkan info terbaru dan ikuti seminar gratis untuk meningkatkan kompetensi guru dengan menjadi anggota e-Guru.id. Klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!