oleh Elmi, S.Pd.
Guru SDN 5 MB Hulu Sampit
Pada musim pembelajaran daring selama pandemi, apapun yang dilakukan siswa, kita percaya bahwa itu adalah kejujuran dan bukti tanggung jawab. Terkadang kita pun sangat percaya akan apa yang terlihat pada layar ponsel atau laptop terkait hasil belajar anak-anak..
Hasil tugas siswa biasa dikirim dalam bentuk video atau foto. Dalam video tersebut kita bisa melihat anak-anak belajar dengan rajin, tampak senang dan antusias. Kita pun senang melihat mereka paham dan mengerti akan pelajaran yang kita berikan.
Dan saya percaya itu adalah murni hasil kerja anak-anak sendiri walaupun kita tahu bahwa mereka belajar dalam bimbingan orang tuanya atau orang-orang yang ada di sekitarnya.
Ketika era pandemi sudah mulai mereda, tanggal 2 September 2021 lalu, di daerah kami resmi melakukan pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT).
Hari pertama masuk sekolah, anak-anak kelihatan semangat dan riang gembira. Apalagi anak-anak yang sudah kelas tinggi, mereka tampak sangat rindu untuk bertemu dengan teman-temannya di sekolah, untuk bersenda gurau, bermain, dan untuk bersenang-senang.
Ketika lonceng berbunyi tanda masuk kelas, anak-anak segera masuk kelas dan menghentikan aktivitas melepas rindu dengan teman-temannya setelah sekian lama tak jumpa. Bapak/Ibu guru menyambut mereka di muka pintu kelas masing-masing.
Saya sendiri guru kelas 5. Sebelum memulai pelajaran di hari PTMT tersebut, saya suruh mereka sebutkan nama dan menceritakan pengalaman belajarnya di rumah selama pandemi.
“Enak mana belajar di rumah atau di sekolah?” pertanyaan saya pada mereka.
”Tidak enak, Bu, belajar di rumah sering dimarahi Mamah,”jawab salah satu siswa.
“Iya, Bu, aku dicubit Mamah terus kalau gak bisa,” yang lain menimpali.
Ruang kelas jadi riuh dan ramai sekali, anak-anak jadi saling curhat menceritakan pengalaman pahit manisnya selama belajar daring di rumah.
“Terus kalau kamu dimarahi Mamah, kamu tetap kerja nggak?” tanya saya lagi.
“Nggak.”
“Tetap kerja biar sambal menangis.”
Sedih hati saya mendengar keluhan-keluhan siswa tersebut.
“Sekarang kita belajar di sekolah, tidak ada lagi yang akan mencubit atau memarahi kamu seperti Mamah. Kamu sekolah untuk belajar. Jangan takut, karena Ibu guru tidak seperti Mamahmu yang mengajari kamu. Sekarang kamu lebih semangat lagi!” ucap saya untuk memberikan semangat.
“Terus kalau kamu nggak kerja lalu siapa yang ngerjakan tugasmu?” Lanjut saya.
“Kaka.”
“Mama.”
“Guru les privat.”
“Oh begitu, pantas nilainya bagus-bagus,” ,”kata saya menanggapi.
“Kata Mama, daripada beliau marah-marah dan pusing kepala maka biar beliau yang ngerjakan,” salah satu siswa menimpali. Kelas menjadi riuh kembali.
Setelah semua sudah mendapat giliran perkenalan, saya memberi penguatan, semangat dan nasihat kepada anak-anak; serta mengajak anak- anak agar senantiasa berdoa memohon kepada Tuhan yang Maha Kuasa agar pandemi ini cepat berlalu sehingga kita bisa kembali sekolah secara normal seperti sedia kala.
Di hari berikutnya, kami belajar mata pelajaran Matematika. Saya pun bertanya kepada anak-anak.
“Masih ingat perkalian yang kalian hafal tempo hari, yang kamu kirim videonya itu?”
Anak-anak diam tidak ada yang menjawab.
“Kok diam?” mendesak agar ada jawaban.
Kemudian ada salah seorang anak yang menjawab,” Saat itu perkalianya dibaca, Bu, bukan dihafal.”
“Haah, benarkah?”
“Iya, Bu,” katanya.
Saya kagum mendengar jawaban polos dan jujur dari anak tersebut.
“Iya, Bu, coba saja tanya teman yang lain, semua membaca tidak ada yang menghafal. Kalau menghafal butuh waktu lama, Bu!”
“Berarti selama ini kalian menipu Ibu guru, ya? Benar-benar kalian sudah membohongi, Ibu,” gumamku.
Kemudian anak-anak yang lain juga mengaku, bahwa mereka membaca poster daftar perkalian saat melakukan perekaman tugas video.
”Ibu berterima kasih, kalian sudah berkata jujur. Untuk waktu berikutnya, Ibu mohon kalian menghafalnya dan tetaplah selalu jujur jangan berbuat curang. Karena jujur itu perbuatan yang sangat mulia dan bernilai tinggi.”
Waktu sebelum PTM awal tahun ajaran 2021/2022, saya memang sempat meminta kepada anak-anak untuk membuat video hafalan perkalian, mulai dari perkalian 2, 3,4,5,6,7,8, dan 9. Perekaman video harus dilakukan dengan posisi berdiri dan menggunakan seragam sekolah.
Waktu itu saya sempat merasa sangat senang sekali. Setiap hari mereka satu per satu mengirim video tugas yang diberikan. Saya merasa kagum, kok cepat sekali mereka bisa hafal karena biasanya selama dalam pembelajaran di masa normal menghafal perkalian adalah sesuatu yang sulit. Tapi kali ini justru lebih cepat.
Namun saat itu saya tetap berpikir positif, sehingga dapat mengambil kesimpulan berarti belajar daring ini lebih berhasil daripada tatap muka. Mungkin itu karena mereka lebih banyak di rumah dan dipantau terus oleh orang tuanya. Itu pikir saya waktu itu.
Eh, ternyata ada sikap yang kurang terpuji di balik itu. Terus terang saya baru percaya dengan tindakan curang tersebut melalui video-video yang beredar.
Ayo, temukan seminar atau diklat secara gratis yang dapat meningkatkan kompetensi guru dengan cara menjadi anggota e-Guru.id. Klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!