Oleh Nadrita, S.Pd.I
Guru MIN 17 Pidie
Tanggal 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa dua orang WNI terjangkit virus Coronavirus 2019 (Covid-19). Hatiku mulai tak karuan memikirkan apa yang akan terjadi bila Indonesia akan mengambil sikap yang sama dengan negara lain, yaitu melakukan lockdown agar mata rantai penyebaran virus terputus. Lalu bagaimana dengan dunia pendidikan, apakah mungkin siswa diliburkan?
Seribu pertanyaan berkecamuk dalam hati sambil terus berdoa dan berharap tidak ada kasus lain lagi. Namun manusia hanya bisa berdoa dan berikhtiar, Allah SWT yang menentukan segalanya.
Hal yang paling saya khawatirkan pun terjadi 16 Maret 2020, pemerintah mulai menyerukan lockdown. Otomatis sekolah juga diliburkan. Padahal saat itu siswa akan mengikuti ujian akhir madrasah dan materi pelajaran masih ada yang belum selesai dibahas. Ditambah terdapat siswa yang diamanahkan oleh kepala madrasah kepada saya, adalah siswa yang memerlukan bimbingan dan perhatian lebih.
Pemerintah melalui Menteri Pendidikan menganjurkan seluruh sekolah menerapkan pembelajaran daring. Hal tersebut menjadi masalah bagi saya pribadi karena di kelas saya hanya terdapat beberapa siswa saja yang mempunyai smartphone.
Singkat cerita, kelas saya bagi menjadi dua. Satu kelas, materi disampaikan melalui media sosial; dan satu kelas dengan cara melakukan pembelajaran “jemput bola” yakni dengan mendatangi kediaman atau daerah tempat tinggal para siswa. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi saya selama menjalani profesi sebagai guru. Tapi jika itu semua untuk siswa, pasti akan saya lalui dengan lapang dada.
Pembelajaran yang dilakukan dengan cara berkunjung ke rumah siswa adalah pengalaman yang tak akan terlupakan. Hari pertama, saya berkunjung ke daerah siswa yang berada di pesisir pantai. Ketika sampai di daerah tersebut, saya disambut deburan ombak dan hamparan pasir yang indah. Sejenak saya tertegun melihat keindahan alam ciptaan Tuhan.
Kemudian saya menemui orang tua salah satu siswa. Saya dipersilakan masuk, kemudian saya menanyakan keberadaan siswa. Betapa hati saya terenyuh saat ibunya mengatakan kalau anaknya sejak subuh berangkat melaut membantu ayahnya.
Saya menunggu sembari berkeliling perkampungan dengan sepeda motor. Di beberapa sudut daerah itu, saya melihat ibu-ibu dan anak gadis yang mengayam tikar dari daun pandan pantai. Beberapa ibu-ibu ada juga yang membuat ikan asin.
Banyak anak perempuan yang sedang bermain bersama adiknya; terlihat ada anak–anak yang sedang bermain di pantai.
Akhirnya saya mengajak mereka untuk berkumpul, menggelar tikar seadanya sembari menunggu yang lain. Tak beberapa lama, akhirnya siswa yang saya tunggu bergabung dengan kami. Kelelahan tampak dari wajahnya namun ia tersenyum dan menyalami saya.
Melihat fenomena itu, hati saya terasa sangat perih kenapa di usia mereka yang masih sangat belia mereka harus berjuang di lautan lepas. Dan saya sangat malu karena sebagai gurunya tidak bisa menolong dan tak sekuat mereka. Tak terasa air mata menetes.
Materi pelajaran pun segera kami bahas. Tapi mengingat ini merupakan kali pertama dan masih ada di antara mereka yang kelelahan, jadi materi pelajaran saya selingi dengan permainan.
Mereka sangat bergembira dan semangat. Saat sedang asyik bercengkerama, tiba-tiba dari arah lain datang seorang perempuan paruh baya yang menghentikan kegiatan kami. Menurutnya pemerintah sudah meliburkan sekolah tapi mengapa anak-anak belajar lagi. Ia mengatakan anak-anak itu lebih baik membantu menganyam, mengeringkan ikan, melaut atau membantu pekerjaan rumah tangga lain. Perempuan itu tidak ingin putrinya bergabung dengan saya dan anak-anak yang lain.
Setelah perempuan itu menyampaikan pendapatnya yang disampaikan dengan suara khas masyarakat pesisir pantai, saya pun kemudian mencoba menjelaskan maksud kedatangan saya dan mengajak putrinya untuk bergabung belajar dan bermain. Anak tersebut memang bukan murid di madrasah saya. Dan akhirnya dengan sedikit perdebatan, ibu tersebut mengizinkan putrinya bergabung dengan anak-anak yang lain. Sungguh hati saya sangat lega.
Di tengah bermain dan belajar bersama anak-anak, sayup-sayup terdengar suara azan Zuhur yang berkumandang dari masjid. Saya segera berpamitan dengan anak-anak dan membuat janji untuk bertemu dan belajar lagi untuk dua hari berikutnya.
Anak-anak menyalami dan melambaikan tangan kepada saya. Wajah polos yang mereka tunjukkan membuat saya bertekad akan datang kembali walaupun saya tidak tahu apa tantangan di hari-hari berikutnya. Dari mereka saya belajar agar tidak mudah menyerah karena mereka saja yang masih belia sudah berani menghadapi tantangan hidup yang sedemikian hebat.
Begitu sepeda motor saya starter dan mulai jalan, ada yang memanggil dari belakang. Rupanya ibu yang tadi sempat menghentikan aktivitas belajar kami. Ada persoalan apa lagi, pikirku.
Lantas saya hentikan sepeda motor dan menunggu ibu itu menghampiri.
“Bu, ini ada ikan asin buatan saya.” kata Si ibu sambil tersenyum.
Segera saya melanjutkan perjalanan pulang dengan senyum lega.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!