Oleh Yudi Sapriyanto, S.Pd
Kepala SMA Negeri 1 Simpang Rimba, Provinsi Kep. Bangka Belitung
Pendidikan sebagai modal dasar dalam penyiapan sumber daya manusia tetaplah harus terus diselenggarakan terlepas dengan berbagai tantangan di masa pandemi. Salah satu tantangan yang mestinya kita sadari selama pandemi ini adalah tantangan pendidikan di era digital.
Berawal dari perkembangan lingkungan belajar itu sendiri, pada mulanya perkembangan yang dimulai dari terjadinya revolusi industri, terjadinya fabrikasi-manufaktur, terjadinya mekanisasi, berkembangnya teknologi informasi dan sekarang dengan adanya dunia maya yang kita sebut internet. Berikutnya dunia berubah lebih cepat.
Perkembangan internet dengan jaringan nirkabel, kemudian munculnya Android-Smartphone, adanya teknologi Google dan akhir-akhir ini marak penggunaan media sosial. Perkembangan dunia yang demikian cepat ini pada akhirnya akan berimbas kepada berbagai situasi dan kehidupan masyarakat, tak terkecuali pendidikan.
Selain itu, dengan berkembangnya pandemi mengakibatkan pembelajaran dilaksanakan secara jarak jauh. Hal ini berdampak kepada semakin intensif pembelajaran berbasis teknologi dan jaringan internet. Saat ini juga, berdampak fenomena hilangnya berbagai profesi seperti ojek pangkalan, tukang pos, fungsi kasir, warnet, berkurangnya percetakan, terjadinya kuliah online, belanja online, buku berbahan kertas akan hilang, dompet digital, barcode, munculnya dokumen digital seperti koran digital dan berbagai lainnya.
Maraknya perkembangan media sosial akhir-akhir ini, seiring dengan beberapa kenyataan tentang laporan terbaru dari agensi marketing We Are Social dan Platform Manajemen Media Sosial Hootsuite mengungkap bahwa lebih dari separuh penduduk di Indonesia telah aktif menggunakan media sosial pada Januari 2021. Berdasarkan frekuensi penggunaan bulanan, aplikasi media sosial yang paling banyak digunakan di Indonesia ternyata Youtube 93,8 %, WhatsApp 87,7 %, Facebook 86,6 % dan Twitter 85,5 %.
Sedangkan bila melihat data durasi penggunaan masing-masing media sosial per bulan ternyata pengguna media sosial Indonesia rata-rata menghabiskan 30,8 jam per bulan menggunakan WhatsApp, kemudian Facebook dan Instagram sebanyak 17 Jam per bulan, aplikasi Tiktok sebanyak 13,8 jam perbulan dan terakhir Twitter dengan 8,1 jam per bulan.
Perkembangan dari media sosial yang demikian sangat cepat ini akan berpengaruh terhadap perilaku sosial. Setidaknya beberapa hal terdampak terhadap kenyataan ini di antaranya aspek budaya kerja, orientasi nilai, karakter dan cita-cita. Pada aspek budaya kerja misalnya, lazimnya undangan yang menggunakan media WhatsApp menuntut pekerjaan lebih cepat selesai. Disposisi tidak lagi bersifat manual sehingga berkurangnya interaksi langsung atasan-bawahan.
Pada aspek orientasi nilai juga mengalami pergeseran. Bila dahulu kegiatan belanja dilakukan di mall atau swalayan, dengan berkembangnya toko digital seperti Shopee, Lazada, Bukalapak dan sejenisnya membuat kegiatan jual beli dilakukan menggunakan smartphone dan barang pesanan datang sendiri ke rumah.
Berkembangnya hal praktis seperti ini akan menyebabkan orientasi nilai berubah. Demikian juga terhadap karakter dan cita-cita. Anak-anak kita yang lahir pada era digital sekarang lebih mengenal dunia luar melalui smartphone. Hal ini akan berdampak pada perilaku dan cita-cita, dengan munculnya profesi profesi baru seperti Youtuber, content writer, digital marketing, desain grafis, copywriter, content creator dan lain sebagainya. Pilihan cita-cita pun berkembang dari sekedar sebagai profesi guru, dokter, perawat, insinyur, dan pilot.
Sebagai insan pendidikan, perubahan ini hendaknya memaksa kita semua untuk mengambil pilihan. Selaku pendidik kita dituntut untuk berubah. Apakah kita ada pada posisi memuja masa lalu, lantas memaki masa kini dengan membangga masa lalu dan tidak menerima apa yang telah terjadi sekarang. Ataukah kita selaku pendidik yang meratapi, menangisi masa kini dan menghindari masa depan. Apakah kemudian kita termasuk pendidik yang menolak masa depan.
Posisi kita ada pada golongan pendidik yang menikmati perubahan, dengan alasan tidak ketinggalan zaman. Tentu saja peran kita tidak hanya sebatas itu, seharusnya peran kita ada pada pendidik yang mengelola perubahan.
Sejatinya kita hari ini bisa memilih sebagai imigran digital ataukah pengelola perubahan di era digital. Mari mengulang kembali cerita sukses yang ingin kita capai untuk kita dan anak didik kita di masa depan.
Pendidikan kita hari ini harus mengantarkan anak didik kita untuk hidup sukses di masa depan atau di zaman mereka hidup yang tentu saja mengalami banyak perubahan dibanding masa lalu.
Terlepas perkembangan digital hari ini, tentu ada dampak negatif dan positifnya. Oleh sebab itu, kita perlu mengembangkansegi positif pendidikan berbasis digital dan mengurangi dampak negatif pendidikan digital dalam proses pembelajaran. Kita harus memikirkan ulang apakah selamanya kita tidak membolehkan peserta didik kita di sekolah menggunakan dan membawa smartphone sebagai media pembelajaran yang berfungsi sebagai penghubung masa depan itu sendiri.
Namun hal itu harus diatur penggunaannya. Kemudian apa yang harus kita lakukan agar anak didik kita dapat menjadi peselancar yang tangguh di masa depan. Kuncinya adalah kreasi dan inovasi. Sebagai pendidik kita harus membawa pembelajaran kita dalam proses dan hasil yang kreatif dan inovatif.
Berdasarkan paparan yang disampaikan oleh Dr. Ibrahim, S,Fil., M.Si, Rektor Universitas Bangka Belitung pada Orientasi Majelis Pembimbing Gugus Depan Gerakan Pramuka Se-Kwartir Cabang Bangka Selatan, Kamis 23 Desember 2021 di Gedung Serba Guna, Kabupaten Bangka Selatan setidaknya beliau menyampaikan sebagai pendidik selayaknya kita dapat melakukan beberapa hal. Pertama, mendidik anak dengan cara kini. Kedua, mengatur transformasi teknologi. Ketiga, mengubah cara mendidik berbasis “mereka”. Keempat, memfasilitasi kecerdasan peserta didik. Terakhir, dengan jalan mengurangi kesenjangan ‘capacity”.
Lanjutnya, hal yang terbaik dilakukan sebagai pendidik dalam menyikapi perubahan yang terjadi saat ini adalah dengan menghentikan nostalgia, mengidentifikasi potensi kita selaku pendidik, ikut berubah, mendidik berbasis teladan, bergaya fasilitator dan fokuskan pada visi.
Kemudian berkaitan dalam hal pendidikan yang kita laksanakan saat ini pada masa pandemi, tidak dapat menghindari adanya perubahan yang terus terjadi hingga ke depan. Mau tidak mau sebagai pendidik harus berubah dan membawa anak didik kita ikut berubah.
Ada sebuah ungkapan yang dinisbatkan kepada Ali bin Abi Thalib yang cukup fenomenal mengenai pendidikan, yakni “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu”.
Demikian pentingnya perubahan dan pendidikan ini berjalan beriringan ibarat gerbong kereta yang membawa penumpang. Apakah kita akan menjadi pendidik yang tidak berangkat dalam gerbong perubahan ini?
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!