Learning loss adalah salah satu dampak negatif dari pandemi Covid-19 ini. Sudah dua tahun pandemi menyerang bumi. Sehingga kegiatan pembelajaran harus dilaksanakan secara daring.
Namun, sekolah-sekolah sudah boleh melaksanakan pembelajaran tatap muka secara penuh. Berita ini telah resmi, dengan dikeluarkannya surat edaran dari pemerintah. Akan tetapi, apakah anak-anak sudah siap belajar seperti dahulu sebelum pandemi?
Dikarenakan dua tahun, anak-anak sudah terbiasa belajar dengan jarak jauh. Kemudian masuk ke sekolah hanya dua jam. Maka hal ini membuat dampak negatif untuk proses pembelajaran mereka.
Beberapa hasil penelitian tentang problematika pembelajaran jarak jauh pada masa pandemi covid-19 menemukan bahwa siswa kurang mampu memahami isi materi yang disampaikan guru melalui media online, selain itu siswa mengalami kejenuhan belajar, malas-malasan dan memiliki motivasi belajar rendah.
Sekilas Tentang Learning Loss
The Education and Development Forum (2020) mengartikan bahwa learning loss adalah situasi dimana peserta didik kehilangan pengetahuan dan keterampilan baik umum atau khusus atau kemunduran secara akademis, yang terjadi karena kesenjangan yang berkepanjangan atau ketidakberlangsungannya proses pendidikan.
Menurut psikolog sosial dari Universitas Indonesia, Hamdi Moeloek menyebut learning loss sebagai generasi yang hilang akibat suatu keadaan, dalam hal ini pandemi Covid-19.
Menurutnya, lantaran pendidikan anak terganggu, apalagi banyak anak-anak di masa krusial pendidikan yakni di tingkat PAUD, TK, SD, dan SMP justru harus menjalani pembelajaran daring yang belum bisa dianggap berhasil di Indonesia.
Dampak ini sudah diingatkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim. Menurut beliau, pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berkepanjangan dapat berdampak negatif dan permanen yang bisa menyebabkan anak-anak Indonesia sulit mengejar ketinggalan dalam pelajaran.
Penyebab Learning Loss
Selama pandemi, sudah banyak sekali perubahan yang terjadi di Indonesia. Terutama dalam bidang pendidikan. Dimana sekolah yang biasanya dilakukan di sekolahan, selama pandemi justru dilaksanakan sebagian besar di rumah.
Perubahan pembelajaran secara daring ini membuat tantangan baru bagi anak, guru, dan orang tua, serta masyarakat. Semuanya harus mengubah sistem belajarnya secara kilat. Padahal, semua itu memerlukan proses yang panjang. Tetapi, apa boleh dikata apabila ini karena kondisi pandemi.
Sayangnya, tidak semua orang bisa menyesuaikan diri dengan perubahan pendidikan di masa pandemi. Dengan tingkat kemiskinan yang meningkat, banyak siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu serta tinggal di daerah pedalaman dan terpencil terpaksa putus sekolah, karena tekanan ekonomi yang sangat besar.
Tidak sedikit dari mereka harus bekerja untuk membantu perekonomian keluarga di tengah krisis COVID-19. Mereka memilih untuk berhenti sekolah karena merasa terbebani ketika harus sekolah secara daring, di mana banyak kebutuhan yang harus dilengkapi seperti ponsel pintar dan kuota internet.
Selain dari efek ekonomi, ada faktor yang penting disini, yaitu orang tua. Ketidaksiapan orang tua menjadi guru pengganti di rumah yang akan menyebabkan ketidaknyamanan anak dalam belajar.
Hal ini wajar terjadi apabila anak akan merasa takut ketika didampingi orang tua saat belajar. Karena ada dua sudut pandang untuk hal ini. Yang pertama adalah tertanamnya pikiran dalam otak anak, bahwa belajar itu dilaksanakan di sekolah bersama dengan guru.
Yang kedua adalah cara mengajar orang tua yang berbeda. Tidak semua orang tua dapat berbicara selembut dan setegas guru. Karena mungkin latar belakang pendidikan dan pengalaman orang tua yang tidak pernah mengajar materi pendidikan formal.
Berbagai permasalahan dan perubahan menyebabkan terganggunya pendidikan siswa, dan berakhir pada munculnya learning loss. Siswa mengalami kemunduran kemampuan dalam proses belajar dan memahami informasi.
Halaman berikutnya..
Ciri-ciri Siswa Terkena Learning Loss
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya