Oleh Eka Wahyu Jennywanti
Guru di SMA Darul Ulum 1 Peterongan Jombang
Menginjak kelas XII SMA, pola pikir siswa harus lebih bijak dan dewasa. Berbeda saat masih duduk di kelas X atau XI, yang relatif masih bisa santai. Duduk di kelas akhir, mau tidak mau harus bisa mengatur diri dalam olah rasa, olah pikir, diimbangi dengan olah raga agar ritme kehidupan lebih tertata sehingga semangat menyambut tantangan di hari yang akan datang tidak patah dan hilang.
Berdasarkan pengalaman saya menjadi wali kelas XII kurang lebih sembilan tahun, hal yang dapat saya simpulkan dari tahun ke tahun, yang paling dibutuhkan siswa kelas akhir adalah wawasan yang benar tentang strategi masuk perguruan tinggi negeri yang didambakan. Murid-murid saya sering bertanya kepada saya, “Bu, enaknya nanti kita masuk PTN mana, ya? Jurusan apa?”
Saya selalu berusaha menekankan pada mereka untuk lebih kenali diri mereka sendiri. Apa yang mereka sukai serta apa yang membuat mereka nyaman. Jangan sampai mereka memilih jurusan perkuliahan yang tidak mereka ketahui dan hanya sekedar ikut- ikutan teman dan tren.
Saya pun mengatakan pada mereka, “Nak, hiduplah di levelmu sendiri, jangan hidup di level orang lain, karena banyak orang tidak bisa mengukur diri.”
Ingat ini, orang yang bersyukur sudah pasti bahagia, karena segala sesuatu tidak harus diukur dengan kemewahan namun lihatlah berkahnya!
Rapuh, ragu, gundah gulana, bingung, dan galau sebenarnya adalah kondisi wajar saat kalian dituntut untuk segera memutuskan jurusan perkuliahan yang tepat. Hal yang perlu diingat adalah, kalian masih mempunyai Allah SWT. Apalagi jika kalian anak pondok, tentunya kalian memahami amalan apa yang harus dilakukan saat hatimu gundah.
Sejatinya, kondisi mental siswa kelas XII merupakan kondisi peralihan dari remaja menuju fase dewasa. Jadi, yang kalian butuhkan bukan cercaan dan omelan dari guru saat melakukan kesalahan, namun lebih kepada kata-kata motivasi dan dukungan penuh dari orang sekitar. Mengingat usia mereka bukan usia anak-anak lagi, punishment memang masih diperlukan, namun tidak perlu berlebihan.
Ini sekaligus pengingat bagi para guru, hendaknya kita sebagai pendidik menyadari bahwa era kita saat menjadi pelajar dahulu tentu berbeda dengan kondisi siswa saat ini. Sehingga pola asah dan asuh pun juga berbeda. Dasar pola asuh pendidikan saat ini menurut Ki Hajar Dewantara mencakup dua korat yaitu kodrat alam dan kodrat zaman.
Melihat kesuksesan orang lain sangat diperbolehkan sebagai acuan dan motivasi diri, tetapi yang perlu dikhawatirkan adalah: jangan sampai kita tergoda sekadar mengikuti tren. Misalnya saja, kebanyakan teman kalian ingin masuk Jurusan Kedokteran di Universitas Airlangga atau di Universitas Brawijaya, lalu Anda mengikutinya tanpa melihat kompetensi masing-masing. Mimpi setinggi langit boleh, namun jangan sampai mengandalkan gengsi dan ambisi saja hanya demi dipandang paling “wah”.
Saya dulu ketika di SMA masuk di Jurusan IPA. Namun ketika kuliah, saya memilih jurusan anak IPS, tepatnya di Jurusan Pendidikan Sejarah. Saya tidak malu dengan mengambil jurusan tersebut, sebab saya memilih jurusan itu atas dasar keinginan, bukan paksaan dari orang tua atau bukan berdasarkan gengsi semata. Meskipun, pada awalnya almarhumah ibu saya menginginkan saya untuk masuk jurusan yang linier dengan IPA, namun dengan komunikasi yang baik, saya bisa meyakinkan dan membuktikan kepada orang tua bahwa saya bisa berprestasi di jurusan tersebut.
Alhamdulillah, pada semester 3 di perkuliahan, saya berhasil mendapatkan beasiswa. Hal itu membuat ibu saya bangga dan beliau akhirnya makin merestui pilihan saya. Artinya apa? sebagai pelajar harus tetap husnudzon dengan ketetapan Allah SWT dan mencari ridho orang tua. Sebab ridho Allah bersama ridho orang tua.
Saya meyakini, sejatinya apapun jurusan perkuliahan yang dipilih adalah sesuatu yang baik. Yang penting adalah bertanggung jawab penuh terhadap pilihan jurusan yang telah ditentukan sendiri.
Sebelum memasuki bangku perkuliahan, meskipun sudah di kelas tingkat akhir, kalian harus tetap ta’dzim (hormat) terhadap guru. Sepintar apapun tidak akan berfaedah jika tidak diimbangi dengan akhlak yang santun kepada guru. Orang yang berilmu jika tidak mendahulukan akhlak maka akan keblinger.
Sikap disiplin dan taat aturan sekolah merupakan wujud ta’dzim kepada guru. Mengutip dawuh Ibu Nyai Hj. Annisatus Sa’diyah, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang bahwa “Disiplin itu sakit, tapi penyesalan karena tidak disiplin akan jauh lebih menyakitkan.”
Memaknai hal tersebut bahwa seorang pelajar harus memegang prinsip tidak mudah melawan guru dengan melanggar aturan sekolah yang berlaku. Jangan sampai menyakiti hati guru, sebab akhirnya nanti akan berpengaruh terhadap rencana masa depan. Misalnya saja, ada anak yang sangat pintar namun dia kurang santun, kurang disiplin, maka masa depannya akan buruk.
Sebaliknya, ada anak yang kemampuannya biasa-biasa saja, tetapi dia santun dan tepat waktu dalam pengumpulan tugas, dia bisa diterima di PTN favorit. Ini pengalaman yang pernah saya lihat sendiri. Melansir kondisi tersebut mengindikasikan bahwa rajin belajar dan disiplin adalah salah satu kuncinya.
Banyak faktor yang bisa mempengaruhi seorang siswa bisa diterima di sebuah PTN. Hal yang paling utama adalah jangan sampai putus asa dengan bekerja keras secara fisik dan psikis. Usaha fisik bisa dilihat dari gigihnya siswa belajar untuk mengejar cita-cita. Sedangkan usaha psikis bisa dilakukan dengan cara memperbanyak berdo’a kepada Allah SWT.
“Santri iku sangune SATUS yaitu Sabar, Amanah, Taawun, Ukhuwah, Syukur,” dawuh Ibu Nyai Hj. Muflichah Dimyathi Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang.
Mengeluh memang merupakan sikap yang wajar sebagai seorang manusia, tetapi mengeluh akan menjadi bermasalah jika hal itu dilakukan secara berlebihan sehingga dapat merusak mental. Jangan menjadi generasi yang mudah rapuh karena tempaan dunia. Buktikan bahwa generasi saat ini bukan generasi strawberry yang mudah lunak dan rusak jika terkena hantaman. Generasi masa kini harus mempunyai daya juang yang tinggi.
Perlu digarisbawahi bahwa kunci menuju kesuksesan yaitu konsisten, disiplin, serta melakukan hal yang kita suka. Kembali kenali diri sendiri lebih dalam agar bisa menentukan langkah maju.
Pertanyaannya, apakah semua siswa sudah mengenali apa yang disukai? Itu yang terkadang susah digali. Kalau kita melakukan dan mencintai suatu hal, maka jalan yang panjang akan terasa pendek; capek, lelah, akan terasa menyenangkan. Maka carilah sesuatu yang kalian sukai, kemudian lakukan, jalankan, berani bergerak tanpa harus menunggu sempurna.
Kalau eksekusinya menunggu sempurna, maka sulit untuk sampai ke tujuan. Kesuksesan dan kesempurnaan itu harus dijemput dengan usaha dan doa’a, bukan ditunggu. Sebagaimana kita tahu sebagai manusia tidak lepas dari kekurangan, sebab kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Pesatnya persaingan dunia kerja terkadang membuat siswa kembali ragu dengan keputusan pilihan yang telah dibuat. Contoh, siswa A telah menentukan jurusan 1, namun keesokan harinya ingin pindah ke jurusan 2 dengan alasan prospek kerja. Padahal jurusan yang dipilih tersebut sudah sesuai dengan passion yang digemari.
Jika kalian mengalami masalah semacam itu, ingatlah kata-kata bijak ini yang dikutip dari akun Instagaram @linanurfitria, “Rezeki itu bukan tentang apa yang kita miliki tapi tentang rasa yang kita nikmati, bukan tentang seberapa banyak jumlahnya tapi tentang seberapa banyak berkahnya. Tenangkan hatimu tentang rezeki. Rezeki sudah tertakar dan tak mungkin tertukar.”
Jadi, para siswa sekalian… tak perlu risau dengan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, yang terpenting jalani semua dengan ikhlas, jangan bosan untuk berbuat baik, serta tetaplah sederhana karena dengan sederhana maka kita akan peka. (*)
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.