Oleh Akhmad Baijuri, S.Pd.
Guru SD Negeri 2 Pasar Baru Kec. Kusan Hilir, Kab. Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan
Mudik identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan misalnya menjelang Lebaran. Fenomena mudik sendiri merupakan momentum bagi para perantau untuk dapat kembali ke kampung halaman, bertemu, dan berkumpul dengan sanak saudara.
Tradisi mudik, sudah dua tahun berturut-turut dilarang oleh pemerintah karena adanya pandemi Covid-19. Sehingga mayoritas perantau di perkotaan dalam dua tahun terakhir hanya dapat merayakan lebaran di kota rantauan.
Nah, tahun ini tradisi mudik kembali diperbolehkan oleh pemerintah. Presiden Jokowi tampaknya memahami bahwa masyarakat sudah rindu untuk mudik. Oleh sebab itu, presiden memerintahkan aparat TNI, Polri dan instansi terkait untuk ikut mengamankan perjalanan mudik agar aman, nyaman, dan selamat sampai tujuan.
Alasan orang mudik zaman dulu, karena hanya dengan pulang kampung bisa bertatap muka, mendengar suara, mengetahui kabar keluarga, dan kerabat di kampung halaman. Jadi mudik adalah momen untuk melepas rindu setahun sekali setelah berbulan-bulan tak bertatap muka dan tak mendengar kabar.
Jika dibandingkan dengan situasi zaman sekarang, kondisinya sangat berbeda. Sekarang, hampir semua orang sudah memiliki alat komunikasi canggih yang bisa dipakai untuk menghubungi keluarga dan kerabat kapan saja. Tapi kenapa orang-orang saat ini harus tetap mudik? Toh, ketika minta maaf saat Lebaran bisa dilakukan lewat telepon dan video call.
Tampaknya masyarakat memang tidak bisa meninggalkan tradisi mudik ini. Ada hal-hal yang membuat perantau wajib melaksanakan pulang kampung. Pertama, mudik menjadi jalan untuk mencari berkah karena bisa bersilaturahmi dengan keluarga, kerabat dan tetangga. Kegiatan ini juga menjadi pengingat asal usul daerah bagi mereka yang merantau.
Tradisi mudik bagi sebagian orang juga bertujuan menunjukkan eksistensi keberhasilannya bekerja di luar kota. Selain itu, juga ajang berbagi kepada sanak saudara yang telah lama ditinggal untuk ikut merasakan keberhasilannya setelah merantau. Mudik juga bisa menjadi terapi psikologis memanfaatkan libur Lebaran untuk berwisata setelah setahun sibuk dalam rutinitas pekerjaan sehingga saat masuk kerja kembali memiliki semangat baru.
Begitu besar manfaat mudik bagi kita. Maka ketika Anda mudik, jangan lupa untuk melakukan beberapa hal berikut ini:
Berbakti kepada Orang Tua
Menemui orang tua merupakan salah satu bentuk bakti kita terhadap orang tua. Meskipun kita harus rela melakukan perjalanan jarak jauh, mengeluarkan isi dompet yang tidak sedikit, berdesak-desakan, namun ketika bertemu dengan orang tua, itu semua terasa tidak menjadi masalah.
Apalagi ketika kita membawa buah tangan, orang tua mana yang tidak akan bangga terhadap anaknya. Meski hanya sebentar saja pertemuan itu, doa orang tua pasti akan terus mengalir. Dan ini merupakan bentuk birrul walidain yang paling mudah dilakukan selain mendoakan orang tua kita.
Memperkuat Ukhuwah
Mudik juga bisa menjadi momen untuk mempererat ukhuwah (hubungan) antar keluarga sehingga tidak akan pernah putus dan tidak akan pernah berakhir. Nah, mudik inilah momen yang akan kembali mengingatkan kita bahwa terpisah sejauh apapun yang namanya hubungan keluarga harus terus dijaga, bahkan sampai mati.
Mudik Lebaran juga menjadi momen yang tepat untuk menjalin kembali silaturahmi dengan teman lama. Momen buka puasa atau reuni menjadi satu agenda yang harus dilakukan ketika mudik. Islam selalu meneguhkan manfaat silaturahmi, misalnya bisa membuka rezeki dan bisa memanjangkan umur.
Allah berfirman dalam surat An-Nisa, ayat 1: “Dan, bertakwalah kepada Allah yang dengan (menggunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahmi.”
Ajang Introspeksi dan Memaafkan
Introspeksi dan memaafkan memang tidak harus dilakukan di saat mudik Lebaran saja. Namun setelah melakukan ibadah selama bulan Ramadan, maka sebagai insan yang terlahir kembali, introspeksi dan memaafkan atas kekurangan kesalahan selama ini memang harus dilakukan demi melatih diri menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Tak ada ruginya ketika kita meminta maaf terlebih dahulu.
Mudik juga bisa dijadikan ajang untuk berbagi rezeki yang kita punya. InsyaAllah, dengan begitu mudik akan membawa keberkahan.
Selain hal-hal positif di atas, tentunya budaya mudik Lebaran juga berpotensi berdampak negatif, misalnya timbulnya perilaku konsumerisme dan pamer. Banyak pemudik selama di kampung cenderung pamer kemewahan dan boros. Dan berbagai perilaku seperti ini tidak sesuai dengan ajaran Islam dan tujuan puasa itu sendiri.
Pulangnya para pemudik untuk berlebaran di kampung halaman biasanya diiringi dengan memamerkan kemewahan, misalnya mobil yang bagus, baju dan sepatu yang baru. Perilaku pamer tersebut tidak baik karena dapat mengundang cemburu dan iri hati dari para penduduk kampung.
Dengan adanya tradisi mudik ini, hendaknya kita bisa menghadirkan dampak positifnya saja bukan justru menimbulkan dampak negatif. Mari kita jadikan momen mudik Lebaran ini untuk menjadi ajang mempererat tali silaturahmi, mengukuhkan ukhuwah islamiyah, bukan untuk pamer kekayaan atau memamerkan diri.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.