Oleh Ika Sulistiowati, S.Pd.
Guru di SMP Negeri 2 Teluk Batang
Syair merupakan salah satu jenis puisi rakyat (puisi lama) yang sampai sekarang masih dijumpai di sekitar kita. Sayangnya, eksistensi syair tidak sepopuler puisi baru atau lagu-lagu pop masa kini yang digandrungi seantero remaja zaman sekarang. Sebenarnya syair mempunyai daya pikat tersendiri karena menyajikan kata-kata yang indah serta irama yang mendayu-dayu, bahkan mengandung banyak petuah yang sarat makna jika dihayati.
Umumnya, syair pada tiap baitnya terdiri dari empat larik yang berakhir dengan bunyi yang sama. Syair sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu Syi’ir atau Syu’ur yang berarti perasaan.
Seiring perkembangan zaman syair beradaptasi menjadi bahasa Melayu, meski di dalamnya masih bercampur bahasa Arab dan Sansekerta. Syair Gulung, misalnya, merupakan syair Melayu yang masih dilestarikan di Tanah Betuah Kayong, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat.
Syair Gulung tersebut masih dapat kita jumpai di acara pernikahan dan khataman Al-quran yang sarat dengan nasihat moral, estetika, khazanah budaya, dan nilai-nilai agama. Namun seiring perkembangan zaman, memang tradisi tersebut mulai terkikis dan nyaris menghilang.
Untuk tetap melestarikan tradisi tersebut, perlu ditemukan sebuah solusi cara menyiarkan syair agar menarik bagi generasi masa kini. Berdasarkan pengalaman saya selama mengajar Bahasa Indonesia di daerah Kabupaten Kayong Utara Kalimantan Barat, lebih tepatnya di SMP Negeri 2 Teluk Batang –yang sebagian besar penduduknya adalah masyarakat Melayu—ternyata materi tentang syair masih kurang menarik bagi siswa. Peserta didik beranggapan bahwa materi tersebut susah dan membosankan karena berisi bait-bait bermakna sulit. Apalagi tradisi bersyair di lingkungan mereka juga sudah nyaris terkikis. Hanya orang-orang tua saja yang masih melestarikan tradisi syair tersebut. Itu pun hanya dapat dijumpai dalam acara pernikahan dan khataman Al-quran.
Untuk itu para pendidik perlu memberikan sedikit sentuhan inovasi ketika mengenalkan syair pada peserta didik. Misal, menggunakan metode pembelajaran yang kreatif, salah satunya dengan menerapkan metode Contextual Teaching and Learning (CTL).
Metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengelola, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret dan mengaitkan dengan kehidupan nyata siswa (Komalasari, 2012).
Dalam metode CTL ini, peserta didik dapat kita bagi dalam bentuk kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 3-4 peserta didik. Kemudian kita fasilitasi mereka untuk mencari, mengelola, dan menemukan pengalaman belajar tentang membuat syair dengan tema bebas bersifat konkret serta mengaitkan kehidupan nyata (kehidupan sehari-hari) yang mengandung petuah atau nasihat.
Syair yang sudah ditulis, kemudian dikemas dalam bentuk video di mana tiap kelompok dapat mendendangkan syair dengan irama khas Melayu diiringi alat musik sederhana, misalnya perkusi. Tentunya dengan kreativitas seperti ini akan sesuai dengan bakat dan gaya hidup mereka. Kemudian karya mereka dapat dipublikasikan melalui media sosial seperti Facebook, YouTube, Instagram, atau lainnya.
Dengan cara tersebut, pembelajaran menyajikan puisi rakyat “syair” secara lisan akan menjadi hal yang menarik bagi para peserta didik. Hal ini terbukti ketika mereka terlihat memiliki antusias yang sangat tinggi. Mereka menjadi semangat mengeksplorasi kemampuan dan bakat mereka dengan bersyair. Jadi, melalui metode CTL ini, pembelajaran jadi lebih menarik, inovatif, dan tetap mengedepankan IPTEK.
Pembelajaran tentang bersyair ini sangat penting bagi siswa karena syair bisa menjadi media yang mujarab dalam penyampaian nasihat. Dan hal tersebut sangat berkaitan dengan pendidikan karakter siswa. Melalui syair, tersirat siar petuah bagi peserta didik dalam memperbaiki nilai moral, etika, dan menjaga adat budaya yang mulai memudar. Maka dapat dikatakan bahwa belajar syair dengan metode CTL mempunyai sejuta manfaat bagi peserta didik. Seperti kata peribahasa, “Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.” Artinya, sekali belajar syair, selain menambah ilmu juga dapat menguatkan pendidikan karakter, memenuhi kebutuhan teknologi, dan adat budaya jadi lestari.
Harapannya, melalui metode pembelajaran yang menarik seperti ini, perspektif syair di kalangan peserta didik pun akan berubah. Yang tadinya membosankan bisa menjadi sesuatu yang. Tentu saja hal tersebut akan mempunyai dampak besar bagi adat dan tradisi masyarakat, terutama bagi masyarakat Melayu di sekitar Kayong Utara, Kalimantan Barat.
Sudah seharusnya budaya bersyair bukan hanya menjadi budaya milik generasi tua saja,tetapi juga bisa menjadi bagian dari generasi masa kini.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!