Proses penyusunan Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang begitu alot dan menuai banyak pro kontra menyebabkan tak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2023. Lalu apa saja yang menyebabkan proses penyusunan RUU tersebut banyak pro kontra dan masih alot dikompromikan sehingga tak masuk Prolegnas?
Willy Aditya yang merupakan Wakil Ketua Badan Legislatif DPR RI mengatakan RUU Sisdiknas masih banyak menimbulkan pro dan kontra di kalangan publik. Willy meminta Mendikbud Nadiem Makarim untuk membuka ruang dialog seluas-luasnya terkait dengan penyusunan RUU tersebut.
DPR sendiri tidak ingin kerusuhan yang terjadi saat ini bertambah parah dan bersepakat dengan pemerintah khususnya Mendikbud Nadiem Makarim membuka ruang dialog dengan stakeholder secara luas agar tidak timbul kerusuhan yang baru. Selain itu Wakil Ketua Badan Legislatif DPR RI tersebut meminta Nadiem benar-benar matang dalam mempertimbangkan berbagai aspirasi publik terkait usulan RUU ini dan mendorong untuk dilakukan penyempurnaan.
Persatuan Guru Republik Indonesia dan Perhimpunan Pendidikan dan Guru atau P2G mengungkapkan terdapat pasal bermasalah dalam RUU Sisdiknas. P2G menyebut dalam keterangan resminya RUU Sisdiknas dapat bersifat omnibus seperti halnya Undang-Undang Cipta Kerja dan Undang-Undang IKN.
Satriwan Salim yang merupakan Koordinator Nasional P2G mengungkapkan jika Kemendikbudristek ingin membentuk satu sistem pendidikan nasional mengapa hanya memasukkan 3 Undang-Undang pendidikan saja dalam RUU tersebut, jika dilihat kembali masih banyak UU pendidikan seperti UU Pesantren, UU Pendidikan Kedokteran.
Pasal yang Bermasalah pada RUU Sisdiknas
Tunjangan Profesi Guru
Jika melihat pada Pasal 105 huruf a-h yang memuat hak guru atau pendidik, tidak terdapat satupun klausul yang menyebutkan hak Tunjangan Profesi Guru yang akan diterima oleh guru. Pasal ini hanya menyebut “hak penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial.”
Menurut P2G, hal tersebut berbanding terbalik dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam UU Guru dan Dosen tersebut, pemerintah secara gamblang mencantumkan pasal terkait Tunjangan Profesi Guru.
Pada Pasal 16 ayat 1 menyebutkan pemerintah akan memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik dan diangkat oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Pada ayat 2 tunjangan profesi diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan pemerintah pusat atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
Pada ayat 3 menyebutkan tunjangan profesi dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Jika melihat perbandingan kontras mengenai Tunjangan Profesi Guru atau TPG antara RUU Sisdiknas dengan UU Guru dan Dosen jelas nampak bahwa RUU Sisdiknas berpotensi merugikan jutaan guru di Indonesia.
Tidak Tercacntumnya Madrasah Sebagai Satuan Pendidikan
Rancangan Undang-Undang ini sempat nemuai kontroversi yang disebabkan oleh tidak tercantumnya madrasah sebagai satuan pendidikan. Pada draf awal RUU tersebut, satuan pendidikan hanya dibedakan berdasarkan jenjang yaitu Sekolah dasar atau SD diganti dengan jenjang pendidikan dasar, sekolah menengah pertama atau SMP diganti dengan jenjang pendidikan menengah, lalu madrasah diganti dengan pendidikan keagamaan.
Halaman Selanjutnya
Hilangnya Frasa Satuan Pendidikan pada RUU Sisdiknas
Halaman : 1 2 Selanjutnya