Gaji Guru Honorer NTT
Seperti yang diungkapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Partai Solidaritas Indonesia, Furwan AMC bahwa fakta tentang kesejahteraan guru honorer yang kurang terperhartikan benar terjadi di NTT.
Hal itu diungkapkan oleh Koordinator Nasional Perhimpunan pendidikan dan Guru (P2G) Satriawan Salim yang mengungkapkan masalah pendidikan tengah melanda Nusa Tenggara Timur (NTT). Salah satu hal problematik yang dungkapkannya adalah upah guru honorer yang hanya berjumlah ratusan ribu.
Satriawan Salim mengungkap banyak guru honorer yang diberi upah jauh di bawah UMK/UMP. Besaran uang yang didapatkan oleh guru honorer yakni mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 750 ribu perbulan.
Jika hal itu benar terjadi maka dapat dikatakan kebijakna Pemprov NTT yang megharuskan guru dan siswa SMA untuk memulai pembelajarn pukul 05.00 WITA tidak dapat ditoleransi.
Satriawan mengungkapkan berdasarkan data BPS 2021, Indeks Pembangunan Manusia (PM) NTT hanya 65,28. NTT Menduduki peringkat 31 dari 34 provnsi. Kemudian ada sektar 47.832 kelas di sekolah-sekolah provinsi NTT kondisinya rusak.
Satriawan mengungkap sharusnya Pemprov NTT lebih melek lagi terhadap isu esensial seperti kesejahteraan guru honorer ketimbang mengurus jam sekolah. Selanjutnya, Satriawan juga mengkritik perihal wacana kebjakan pembelajarn pukul 05.00 WITA yang dinila tdak ramah anak, orang tua dan guru.
Minimnya transportasi umum dan penerangan lampu jalan disana menjadi kendala yang akan dihadapi peserta didik saat harus berangkat pagi buta. Di NTT pukul 05.00 WITA terbilang masih relatif gelap.
Ditambah fasilitas umum yang kurang memadai, sehingga hal tersebut dikhawatirkan memantik tumbuhnya kriminalitas. Keamanan peserta didik dipertaruhkan oleh kebijakna ini.
P2G menilai kebijakan ini berpotensi meningkatkan pengeluaran orang tua siswa. Alasannya jika peserta didik rumahnya jauh dan terkendala akses kendaraan umum hal tersebut memaksa orang tua mengontrakan anaknya di dekat sekolah.
P2G mengkritik keras hal tersebut, karena kebijakan tersebut dinilai tidak berbasis kajian akademis. Kebijakan itu tidak sejalan dengan kesejahteraan guru honorer, bahkan tidak ramah untuk anak dan orang tua.
Untuk mencegah kebjakan itu diterapkan disana, P2G meminta Mentri Dalam Negeri untuk memberikan evaluasi terkait kebijakan Pemprov NTT. Kemudian Mendikbudrstek juga dimnta untuk menjalin koordinas dengan Pemprov NTT agar dapat membantunya mengkaj ulang pendidikan tersebut.
Pemprov NTT dirasa memang butuh intensitas pendampingan dari Kemendikbudristek untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan guru di NTT.
Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya