Oleh Andreas Korsini
Guru SMA Negeri 1 Bola
Pandemi Covid-19 telah memberi dampak yang sangat besar pada semua sektor kehidupan termasuk sektor pendidikan di Indonesia. Dunia pendidikan Indonesia sangat dikejutkan dengan wabah ini dan semua pihak dituntut untuk membuat penyesuaian-penyesuaian sesuai kondisi riil yang terjadi. Hal ini tentu saja tidak mudah dilakukan dan mempunyai tantangan tersendiri.
Untuk menyikapi pandemi covid-19 tersebut pemerintah Indonesia dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19). Sehingga pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dan guru adalah sistem pembelajaran online atau daring (dalam jaringan).
Sejak itulah semua elemen pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMA bahkan Perguruan Tinggi mulai berbenah untuk dapat melakukan pembelajaran secara daring (online). Kebijakan pemerintah ini diberlakukan hampir di seluruh wilayah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.
Covid-19 menyebabkan adanya perubahan pada wajah pendidikan di Indonesia di mana proses belajar mengajar antara guru dan siswa yang selama ini dilakukan dengan tatap muka di sekolah, kini menjadi pembelajaran non tatap muka atau proses pembelajaran dilakukan dari rumah secara daring (online).
Sistem pembelajaran tersebut dilaksanakan melalui perangkat/gawai seperti ponsel, komputer, atau laptop yang terhubung dengan jaringan internet. Guru dapat melaksanakan pembelajaran menggunakan media sosial seperti WhatsApp, Google Classroom, Zoom ataupun media lainnya. Meski demikian, guru dapat mengetahui sejauh mana partisipasi dan keterlibatan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dalam waktu yang bersamaan, walaupun di tempat yang berbeda.
Pengalaman konkret di sekolah saya, ketika pembelajaran daring mulai dilakukan, saya bersama teman-teman guru yang lain mencoba menggunakan aplikasi Zoom. Berhubung ini merupakan hal baru maka kami harus mencari tahu lebih dalam mengenai kelebihan dan kekurangan dari aplikasi tersebut. Selanjutnya melakukan simulasi sampai pada akhirnya kami bersepakat untuk menggunakan aplikasi ini sebagai solusi awal pada pembelajaran daring.
Awalnya proses pembelajaran berjalan baik. Namun, seiring berjalanya waktu mulai ditemukan banyak permasalahan baik yang bersifat esensial maupun yang bersifat teknis. Terdapat sekian banyak siswa yang tidak terlibat secara aktif di mana ada siswa yang hanya mengisi daftar hadir kemudian menghilang; bahkan ada yang tidak bergabung sama sekali serta masih banyak permasalahan lainnya.
Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ada kami bersepakat untuk tidak lagi menggunakan aplikasi Zoom. Kami bersepakat beralih ke aplikasi Google Classroom. Namun pengalaman yang sama akhirnya terulang lagi, ternyata aplikasi Google Classroom bukan solusi tepat untuk mengatasi masalah dalam pembelajaran daring.
Namun hal itu tidak membuat semangat kami pudar. Kami tetap berusa mencari solusi lain dan akhirnya aplikasi WhatsApp menjadi pilihan terakhir kami. Dan aplikasi tersebut kami gunakan hingga saat ini—walaupun masih ditemukan satu atau dua kendala namun masih bisa ditangani dengan baik. Kami memilih aplikasi tersebut salah satu alasannya adalah dikarenakan aplikasi WhatsApp ini sudah terbiasa digunakan oleh kami para guru dan para peserta didik dalam berkomunikasi sehari-hari.
Dari pengalaman yang telah kami lalui, ternyata pelaksanaan pembelajaran daring bukan hal mudah. Mungkin ini juga dirasakan oleh semua guru pada semua jenjang pendidikan di seluruh Indonesia. Kami telah mencoba berbagai aplikasi untuk digunakan dalam pembelajaran daring—bahkan aplikasi yang sudah familiar digunakan—namun tetap saja ditemukan banyak sekali persoalan terutama masalah teknis.
Persoalan umum yang ditemukan dalam pembelajaran daring di tempat kami adalah koneksi internet, sebab hampir sebagian besar siswa kami tinggal di daerah yang belum terjangkau oleh jaringan internet. Banyak ditemukan di daerah kami jaringan internet yang lambat bahkan dalam kondisi tertentu jaringan internet hilang total—baik itu sebab gangguan dari pusat atau akibat listrik padam.
Lebih dari, keluhan baik itu dari siswa maupun orang tua berhubungan dengan kuota data untuk belajar sering terjadi. Bahkan lebih parah lagi yaitu masih terdapat siswa yang belum memiliki ponsel pintar yang dapat digunakan untuk belajar online.
Selain persoalan-persoalan di atas masih ada persoalan lain yang lebih mendasar yakni berhubungan dengan efektivitas pembelajaran online. Berdasarkan pengalaman beberapa teman guru termasuk saya, kami harus jujur mengatakan bahwa pembelajaran daring kurang efektif dibandingkan pembelajaran tatap muka langsung.
Hal ini bukan berarti guru kemudian dengan serta merta kembali ke pembelajaran tatap muka di tengah pandemi. Namun inilah kondisi riil yang terjadi yang tidak bisa dipungkiri: bahwa ada mata pelajaran tertentu yang membutuhkan penjelasan secara langsung dari guru sehingga dengan demikian siswa memperoleh pengetahuan secara lengkap dan terperinci atau siswa lebih mudah memahami. Tapi lewat pembelajaran daring ini, itu semua terasa sulit dan membingungkan. Dengan demikian pengetahuan dan pemahaman siswa akan materi pembelajaran yang diberikan secara online menjadi berkurang mendalam bahkan tidak merasuk sama sekali.
Pembelajaran daring ini juga membuat dilema bagi orang tua siswa itu sendiri, khususnya bagi orang tua siswa yang berpenghasilan rendah atau dari kalangan menengah ke bawah. Mereka terpaksa harus menyiapkan biaya tambahan untuk memperlancar proses pembelajaran anak-anaknya. Misalnya siswa harus memiliki gawai, pulsa data, dan lain-lain.
Lebih dari itu orang tua juga dengan terpaksa harus melakukan peran ganda yakni harus menjadi ‘guru’ bagi anak-anak di rumah. Peran ini bagi orang tua pada umumnya bukanlah hal yang mudah karena di samping harus bekerja mereka juga harus berperan sebagai ‘guru’.
Berdasarkan tantangan dan persoalan yang ditemukan selama proses pembelajaran daring di tengah pandemi ini, apapun bentuknya, diharapkan baik guru maupun orang tua siswa tidak boleh putus asa. Akan tetapi kita harus melihat dari sisi positif atas semua tantangan dan persoalan yang dialami.
Kita harus yakin bahwa setiap tantangan pasti ada peluang asal kita bisa menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada. Guru harus tetap berada pada zona nyaman sehingga dengan demikian tidak akan berpengaruh pada mental dan semangat guru. Pendekatan sosial emosional juga perlu dilakukan sehingga tujuan mulia pemerintah untuk mencerdaskan anak bangsa lewat pembelajaran daring bisa tercapai.
Hal positif lain yang dapat kita ambil dari tantangan ini adalah adanya kesempatan bagi guru untuk mengevaluasi seberapa efektifnya model dan media yang digunakan selama ini serta membuat perencanaan yang lebih matang lagi untuk pembelajaran selanjutnya. Sebab pada dasarnya pembelajaran daring merupakan salah satu metode yang paling tepat digunakan untuk mengatasi masalah pembelajaran selama masa pandemi.
Ayo, temukan seminar atau diklat secara gratis yang dapat meningkatkan kompetensi guru dalam mengajar dengan cara menjadi anggota e-Guru.id. Klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!