Kecerdasan Financial – Menurut data Kemenag pada tahun 2020 tingkat perceraian nasional mencapai 25% dari 2 juta pernikahan. Salah satu faktor dari perceraian tersebut adalah faktor ekonomi. Dan masalah ekonomi dalam keluarga dapat disebabkan karena rendahnya tingkat kecerdasan wanita dalam pengelolaan keuangan.
Keluhan wanita dalam mengatur keuangan terutama ibu rumah tangga begitu beragam. Misalnya, uang dari suami yang pas-pasan untuk kebutuhan dapur, jajan anak, biaya sekolah, dan lain sebagainya. Wanita yang banyak mengeluh terutama dari kalangan menengah ke bawah.
Di satu sisi, banyak wanita yang terjebak dengan kebutuhan yang tidak urgen. Misalnya membeli baju baru, sepatu, kredit peralatan rumah tangga, pergi ke salon untuk perawatan, kongkow dengan sahabat di cafe. Hal ini dapat memicu biaya tinggi dalam kehidupannya. Jika seorang wanita dalam sebuah keluarga punya penghasilan sendiri mungkin hal itu tidak akan jadi masalah. Tapi kalau pemasukan masih mengandalkan dari suami bisa gawat
Data dari tahun 2016 tingkat literasi keuangan di Indonesia memang masih rendah, yaitu sekitar 29,7%. Nilai tersebut jauh tertinggal dengan negara tetangga Malaysia yang tingkat literasinya mencapai 81%. Hal ini berdampak pada meningkatnya perilaku konsumtif, rasio menabung yang rendah, rasio investor saham dan reksadana yang rendah, sampai maraknya investasi bodong. Karena itu, setiap wanita Indonesia perlu meningkatkan literasi finansial yang akan membawa pada kecerdasan dalam mengelola keuangan.
Kecerdasan finansial adalah kemampuan seseorang untuk mengelola sumber daya baik di dalam diri sendiri maupun di luar dirinya untuk menghasilkan uang. Bagaimana mengatur uang, memperlakukan uang, dan sikap tentang uang. Kecerdasan finansial dapat berarti aktivitas memutar kas agar menghasilkan nilai (value).
Praktik kecerdasan finansial dalam kehidupan sehari-hari di antaranya dapat membedakan mana kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Needs adalah konsumsi dasar yang harus dipenuhi untuk kehidupan layak. Sedangkan wants adalah konsumsi tambahan yang perlu dipenuhi. Namun jika tidak terpenuhi pun tidak jadi masalah.
Penerapan kecerdasan finansial akan berdampak bagi kehidupan saat ini dan di masa mendatang, terutama bagi ibu rumah tangga sebagai “menteri keuangan” di dalam sebuah keluarga.
Model Kecerdasan Finansial sesuai Zaman
Orang tua zaman dulu pada era peradaban pertanian sudah menerapkan prinsip kecerdasan finansial. Dalam budaya Sunda, misalnya, ada istilah “Ngeureut neundeun”, artinya setiap penghasilan yang diperoleh harus ada yang disimpan untuk masa yang akan datang. Uang yang disimpan bisa dalam bentuk tabungan. Kemudian dari tabungan tersebut bisa menjelma jadi emas perhiasan. Dari emas bisa terwujud barang barang “pageuh” seperti sawah, kebun, rumah, ternak. Apa yang dilakukan oleh mereka dalam bahasa sekarang bisa disebut dengan investasi.
Pada momen-momen tertentu, ketika mereka harus mengeluarkan dana besar, bisa menjual emas, menjual ternak, menjual kebun, atau sawah. Istilah lainnya tinggal mengambil telur di keranjang cadangan. Mereka berusaha menghindari dari hutang. Karena berkeyakinan hutang itu punya tabiat buruk, yaitu malu di siang hari dan gelisah di malam hari
Hal yang menarik lainnya adalah, sebagai keluarga petani, setiap panen pasti ada padi yang disisihkan untuk masa paceklik. Biasanya disimpan di “goah” bersama dengan bahan-bahan hasil tani yang awet. Misalnya labu besar, umbi-umbian, kelapa, kacang-kacangan. Sehingga tidak ada istilah kekurangan makanan dan gizi keluarga tetap terpenuhi.
Bagaimana dengan penerapan kecerdasan finansial bagi wanita modern saat ini? Mungkin yang dipaparkan di atas sudah tidak zamannya lagi. Walaupun di beberapa daerah yang bercorak desa masih bisa diterapkan.
Ada beberapa teori bagaimana wanita modern agar melek finansial, di antaranya teori dari Robert T Kiyosaki. Kecerdasan finansial dapat diawali dari cara berpikir orang kaya yaitu bisa membedakan antara aset dan kewajiban.
Asset adalah sesuatu yang mendatangkan uang, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus mengeluarkan uang. Contoh asset misalnya punya rumah kontrakan, ruko yang disewakan, punya saham, deposito, surat berharga, peternakan, kebun yang menghasilkan, sawah yang tiap empat bulan bisa panen. Contoh kewajiban misalnya cicilan kendaraan, bayar listrik, bayar pajak. Jika dipresentasikan gunakan 70% untuk biaya hidup, 30% untuk keperluan lain seperti investasi, untuk dana darurat, atau untuk sedekah.
Praktek sederhana dari teori Robert T Kiyosaki, bangun dulu asset dalam kehidupan keluarga meskipun harus tinggal di rumah sederhana atau bahkan ngontrak. Kendaraan jelek pun tak masalah yang penting bisa jalan. Tetapi usahakan berproses untuk menyiapkan aset sesuai dengan kemampuan keuangan. Jika aset sudah menghasilkan uang, baru kebutuhan-kebutuhan juga keinginan yang tertunda bisa diwujudkan. Misalnya membangun rumah baru, rekreasi ke luar kota, beli mobil baru, dan lain sebagainya.
Adapun cara sederhana dalam mengatur keuangan terdapat tiga cara. Pertama membuat anggaran pendapatan keluarga dan membuat prioritas. Kedua, pencatatan antara pendapatan dan pengeluaran baik yang harian maupun bulanan. Ketiga, evaluasi, apakah keuangan pada bulan tertentu sehat atau bermasalah.
Wanita juga perlu menyiapkan dana darurat untuk menghadapi suatu kondisi yang tidak diinginkan. Misalnya ketika suami di-PHK, usaha keluarga menurun, suami sakit, suami meninggal dunia, dan lain sebagianya.
Kecerdasan finansial ini akan dirasakan jika kita sudah terbiasa melaksanakannya. Terutama pada saat kondisi darurat semisal ada keluarga yang sakit, wabah Covid-19 seperti sekarang, menyiapkan dana sekolah anak. Pintar dalam mengelola keuangan juga bisa menjadi pembelajaran yang berharga untuk anak-anak dan generasi berikutnya.
Kecerdasan finansial harus dimiliki seluruh wanita, bukan hanya untuk kalangan menengah ke atas saja. Justru wanita dari kalangan menengah ke bawah bisa dikatakan wajib memahaminya. Bagaimanapun kondisi keuangan, biasakan menabung dan investasi. Prinsipnya gunakan uang dengan cermat dan teliti, agar suatu saat siap menghadapi risiko yang tidak diharapkan.
Ditulis oleh: AI NURHAYATI