Perbedaan penerapan kurikulum prototipe dapat dilihat dari jenjang serta klasifikasi instansi pendidikan, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menenga Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan juga Sekolah Luar Biasa (SLB).
Kehadiran kurikulum prototipe merupakan salah wujud kepedulian pemerintah terhadap pendidikan di Indonesia, khususnya dalam menghadapi era pandemi COVID-19.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pandemi COVID-19 sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, mulai dari ekonomi, sosial, hingga pendidikan.
Banyak sekolah formal yang terpaksa harus melakukan pembelajaran via daring demi memberikan pengetahuan kepada peserta didik secara aman, dimana apabila pembelajaran dilakukan secara tatap muka akan berbahaya bagi keselamatan banyak pihak, khususnya peserta didik saat masa pandemi.
Adaptasi model pembelajaran daring juga mempengaruhi daya serap informasi yang dimiliki oleh siswa, baik dikarenakan oleh faktor internal seperti kesiapan diri, kedisiplinan, higga faktor eksternal seperti jaringan internet, dan lain sebagainya.
Menghadapi permasalahan tersebut, pemerintah mulai menegakkan kurikulum darurat yang merupakan kurikulum 2013 yang disederhanakan. Kurikulum darurat ini diberlakukan sekitar tahun 2020-2021.
Seiring berjalannya waktu dan berbagai macam hasil evaluasi, pada tahun 2021-2022, pemerintah mulai memberikan salah satu alternatif lain yaitu kurikulum prototipe yang diagendakan menjadi opsi bagi semua satuan pendidikan di tahun 2022-2024. Tahun tersebut divisualisasikan sebagai masa pemulihan pembelajaran selama masa pandemi.
Pada praktiknya, setiap jenjang pendidikan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, berikut karakteristik kurikulum prototipe pada setiap jenjang pendidikan :
1. PAUD
Sebagai pendidikan awal bagi anak usia dini, dimana kesiapan fisik dan kognitif anak masih sangat diperhatikan, tujuan pendidikan ini adalah untuk meningkatkan kesiapan anak dalam menghadapi fase sekolah formal.
Adapun proses pembelajaran yang dilakukan di jenjang pendidikan ini adalah dengan cara bermain sambil belajar. Peserta didik diharapkan mampu menikmati setiap proses transfer informasi melalui permainan sebagai proses belajar yang utama.
Permainan dapat disesuaikan dengan informasi apa yang akan diberikan kepada anak, apakah pengenalan kode huruf atau angka, dan lain sebagainya.
Selain permainan, perayaan-perayaan hari besar dan tradisi lokal juga menjadi salah satu bagian dari proses pembelajaran di jenjang ini sebagai upaya penanaman nilai-nilai pancasila.
2. SD
Setelah melewati masa persiapan sekolah di jenjang sebelumnya. Peserta didik dapat mulai dikenalkan dengan berbagai macam informasi lain.
Beberapa kompetensi yang perlu dikuasai oleh peserta didik di jenjang pendidikan SD adalah pemahaman lingkungan sekitar melalui mata pelajaran IPA dan IPS yang digabungkan menjadi IPAS (Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial). Mata pelajaran tersebut mengenalkan peserta didik dengan lingkungan di sekitar anak, baik lingkungan hidup (tumbuhan, hewan, dsb) maupun lingkungan sosial.
Selain lingkungan sekitar, peserta didik juga mulai diarahkan untuk dapat berpikir kritis dalam menyelesaikan persoalan dengan menggabungkan beberapa informasi yang telah diperoleh sebelumnya atau yang disebut sebagai computational thingking. Ketrampilan tersebut diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPAS.
Apabila orang tua menginginkan keterampilan tambahan serta anak mampu dan tertarik untuk mengikutinya, Bahasa Inggris dapat diberikan sebagai mata pelajaran pilihan.
Pada jenjang pendidikan ini tentunya tidak terlepas dari penanaman nilai-nilai Pancasila, sehingga dapat diberikan pembelajaran berbasis proyek dalam konteks pancasila yang dilakukan minimal selama 2 kali dalam satu tahun pembelajaran.
3. SMP
Pada jenjang pendidikan ini, anak mulai dikenalkan dengan perkembangan teknologi digital melalui mata pelajaran Informatika.
Menghadapi kemajuan teknologi yang meningkat sangat pesat tiap harinya, persiapan generasi penerus bangsa harus disiapkan sedini mungkin untuk menghadapi tantangan perkembangan jaman.
Namun, pengajar mata pelajaran ini tidak diharuskan merupakan profesional atau berlatar belakang pendidikan informatika, karena pelajaran yang diberikan telah disediakan panduannya.
Pembelajaran informatika yang diberikan di jenjang pendidikan ini menjadi pengantar untuk pengembangan keterampilan dalam bidang informatika di jenjang selanjutnya.
Adapun pendidikan pancasila juga tetap dipertahankan di jenjang ini yang dapat diberikan dalam bentuk pembelajaran berbasis proyek. Penguatan profil Pancasila ini wajib diberikan minimal 3 kali dalam satu tahun ajaran
4. SMA
Menariknya, di jenjang ini lebih fleksibel dibandingkan jenjang sebelumnya. Peserta didik diberikan kebebasan sesuai dengan minat. Minat peserta didik ini bukan pilihan untuk masuk ke dalam jurusan IPA, IPS, Bahasa dan sejenisnya, namun pilihan diberikan pada level mata pelajaran.
Pemilihan mata pelajaran tersebut dapat dilakukan ketika peserta didik menginjak kelas 11 dan 12 SMA, dimana siswa wajib mengikuti pelajaran dari kelompok mata pelajaran wajib yang telah ditentukan sebelumnya serta dapat memilih mata pelajaran dari berbagai pilihan di kelompok mata pelajaran MIPA, IPS, Bahasa, dan Keterampilan Vokasi.
Selain itu, di jenjang ini, penguatan profil pancasila dilakukan dalam proses yang sama seperti jenjang SMP, namun peserta didik wajib menyusun esai ilmiah sebagai syarat kelulusan.
5. SMK
Persentase mata pelajaran dari kelompok kejuruan di kurikulum prototipe ini meningkat menjadi 70%. Kelompok mata pelajaran yang diberikan dibedakan menjadi dua, yaitu Umum dan Kejuruan, namun pelajar dapat memilih mata pelajaran di luar program keahliannya.
Sebagai jenjang pendidikan yang berfokus pada praktik, dunia kerja diberikan ijin untuk terlibat langsung dalam pengembangan pembelajaran peserta didik. Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) menjadi salah satu mata pelajaran yang wajib dilakukan minimal dalam jangka waktu satu semester atau enam bulan.
Sedikit berbeda dengan jenjang SMP dan SMA, penguatan projek penguatan profil pelajar pancasila serta tambahan Budaya Kerja diberikan alokasi waktu khusus dengan tujuan peningkatan soft skill di dunia kerja.
6. SLB
Sebagaimana telah diketahui bahwa sekolah luar biasa memiliki berbagai macam siswa dengan karakter khusus, sehingga penerapan kurikulum juga perlu diadaptasi agar dapat diterima oleh siswa secara tepat.
Secara umum, bagi peserta didik yang tidak memilii hambatan intelektual, maka capaian pembelajaran yang diberikan sama seperti peserta didik reguler, hanya saja perlu melakukan modifikasi kurikulum menyesuaikan karakteristik siswa.
Sedangkan bagi siswa yang memiliki hambatan intelektual diberikan capaian pembelajaran pendidikan yang bersifat khusus sehingga hanya berlaku pada siswa dengan karakteristik tersebut.
Kaitannya dengan penguatan Pelajar Pancasila , peserta didik SLB juga menerapkan pembelajaran berbasis projek sama seperti siswa reguler, hanya saja kedalaman materi dan prosesnya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing peserta didik.
Pemerintah telah menyusun masing-masing karakteristik dalam kurikulum prototipe sebagai upaya untuk menanggulangi learning loss atau kehilangan pengetahuan yang dialami oleh siswa selama masa pandemi.
Setiap jenjang pendidikan memiliki ciri khas dan tujuan capaian pembelajaran yang berbeda-beda, sehingga materi dan proses pembelajaran yang diberikan perlu disesuaikan dengan karakteristik masing-masing jenjang pendidikan, mulai dari PAUD hingga Sekolah Menengah serta bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus.
Guna menambah pengetahuan pendidik wajib baca berbagai literasi, serta dapat mengikuti berbagai pelatihan, salah satunya pelatihan memahami kebijakan kurikulum prototipe dan latihan merancang pembelajarannya. DAFTAR SEKARANG!
More Info:
https://wa.me/6285161610200