Sebuah pepatah mengatakan bahwasanya buku merupakan jendela dunia. Ini menandakan bahwa membaca buku bisa memperluas wawasan. Sayangnya, dunia digital hampir menggeser posisi buku. Ini terbukti dengan banyaknya remaja yang lebih memilih scroll sosial media daripada membaca. Untuk menyikapi kasus ini, pemerintah menciptakan inovasi baru, yaitu menerapkan gerakan literasi sekolah.
Program ini bertujuan untuk menumbuhkan kembali kecintaan anak-anak terhadap buku. Lantas, gerakan literasi itu seperti apa? Bagaimana peran guru di dalamnya? Berikut adalah penjelasan detailnya;
Mengenal Gerakan Literasi
Dalam dunia pendidikan, istilah literasi sudah tidak asing lagi. Hanya saja, tidak semua sekolah dan penghuninya menerapkan program tersebut dengan baik. Lantas, apa yang dimaksud dengan gerakan literasi?
Getakan literasi sekolah merupakan suatu upaya menanamkan dan menumbuhkan rasa suka atau minat baca & tulis pada diri peserta didik. Dalam rutinitas ini, materi baca yang diberikan kepada siswa adalah kearifan lokal, nilai budi pekerti, dan nasional. Selain itu, terdapat pula materi global yang telah disesuaikan dengan level perkembangan siswa.
Program literasi sekolah ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 2016. Pelopornya adalah Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud. Sekarang, hampir setiap lembaga mencoba menerapkan gerakan literasi baik yang ada di kota maupun desa. Tujuannya adalah agar budaya literasi rakyat Indonesia meningkat.
Sayangnya, banyak lembaga yang belum bisa meraih hasil maksimal. Hal ini sesuai dengan data kemendikbud bahwasanya alibaca (aktivitas literasi membaca) penduduk Indonesia masih tergolong rendah. Oleh karena itu, guru diharapkan menjalankan semua perannya dengan baik demi suksesnya gerakan literasi sekolah.
Prinsip Gerakan Literasi
Sebelum membahas peran guru dalam gerakan literasi, ada baiknya mita membahas dulu prinsip literasi. Well, segala hal harus dijalankan sesuai prinsipnya, termasuk gerakan literasi. Artinya, agar program tersebut membuahkan hasil, guru dan semua penghuni sekolah wajib melaksanakannya berdasarkan prosedur. Beers (2009) menyebutkan beberapa point penting dalam membangun program literasi, antara lain:
Tahap perkembangan siswa
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa literasi harus disesuaikan dengan porsi siswa. Artinya, tidak terlampau rendah atau tinggi levelnya. Jika siswa tersebut dalam level TK, maka buku yang dipakai khusus anak TK, begitupun untuk siswa SD, SMP, dan SMA.
Semua menyesuaikan tahap perkembangan masing-masing jenjang. Dengan demikian, guru akan menemukan teknik dan strategi tepat untuk menjalankan program tersebut.
Gerakan literasi yang seimbang
Meskipun tujuan sudah jelas, ternyata, masih banyak sekolah yang menjalankan program ini asal-asalan. Terkadang, guru tidak memperhatikan kebutuhan siswa dan membuat ragam kegiatan yang kurang sesuai dengan tahapan perkembangannya, kurikulum, atau jenjang pendidikan. Ini menyebabkan tidak ada keseimbangan yang muncul selama kegiatan literasi berlangsung.
Integrasi antara program literasi dan kurikulum
Seperti poin sebelumnya, semua kegiatan akan berjalan baik jika berlandaskan prinsip. Gerakan literasi sekolah pun akan berhasil jika menyesuaikan kurikulum yang ada. Pembiasaan-pembiasaan yang dijalankan tidak melenceng jauh dari ketentuan kurikulum. Hasilnya, siswa mudah menyerap dan menerapkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Bebas menulis dan membaca
Kenyataannya, siswa tidak suka ditekan terlebih dalam dunia literasi. Imajinasi harus terus berkembang. Itulah sebabnya kenapa literasi bersifat fleksibel dan bebas. Siswa bisa berekspresi sesukanya, menulis dan membaca buku apa pun yang disuka, kapanpun dan di manapun.
Halaman selajutnya
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya