Oleh Supriyanto, SH.
Guru di SMP Aqwiya Cilongok, Banyumas
Pada tahun ajaran baru 2022/2023, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan Surat Keputusan Badan Standar Kurikulum dan Pendidikan (SK BSKAP No 9./2022) mendorong untuk penguatan Profil Pelajar Pancasila pada Kurikulum Merdeka. Pada profil tersebut di antaranya berisi tentang dimensi beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Para guru harus mengaplikasikan salah satu dimensi tersebut pada tiap mata pelajaran yang termuat dalam modul ajar.
Dalam praktiknya, guru dapat memilih dimensi yang akan dimasukkan dalam modul ajar di mana dalam setiap satu semester bisa terdiri dari 2 atau 3 dimensi Profil Pancasila. Nah, di dalam upaya penguatan karakter Profil Pelajar Pancasila tersebut dapat dilakukan oleh guru melalui analisa situasi dan kondisi serta lingkungan sekolah, sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang lebih efektif.
Misalnya seorang guru ingin menanamkan sikap hormat siswa terhadap orang tua atau orang yang dituakan yang merupakan salah satu budaya di Indonesia, maka dapat memilih dimensi akhlak mulia. Sehingga pada modul ajar dapat menetapkan program penguatan karakter dengan pembiasaan cium tangan kepada guru di dalam kelas atau di luar kelas.
Cium tangan sendiri bagi masyarakat Indonesia sudah dilakukan sejak zaman dahulu, terutama pada masyarakat Jawa. Dulu, cium tangan yang dilakukan adalah sebagai bentuk rasa hormat, sayang, atau segan dari rakyat kepada rajanya. Dan tradisi cium tangan ini sampai sekarang masih dilakukan oleh orang tua kita dan ditularkan kepada anak-anaknya. Sebab itu sudah menjadi salah satu karakter bangsa kita saat ini.
Nah, pembiasaan cium tangan seorang siswa kepada guru dapat dilaksanakan melalui suatu proyek penguatan karakter dengan beberapa kegiatan. Pertama pada saat orientasi siswa atau pengenalan. Dalam pengenalan siswa tersebut bisa dikenalkan tentang apa itu budaya cium tangan, sejarah berlakunya cium tangan, mengapa ada budaya cium tangan, kenapa harus dilakukan, dan seterusnya.
Kedua, pada saat pengarahan, siswa diminta melakukan cium tangan secara tertib, tidak berebutan, berbaris dengan sikap sopan, dan tidak mengganggu teman lainnya.
Ketiga, pada saat pelaksanaan dilakukan sesuai jadwal yang ada pada modul ajar yaitu pada tiap pagi hari saat hendak masuk kelas dan ketika akan meninggalkan kelas. Dengan demikian, diharapkan para siswa dapat melaksanakan di rumah atau di lingkungan masyarakat sekitar.
Dampak positif bagi anak, bila hal ini dilaksanakan secara baik dan rutin, maka secara otomatis akan terbangun jiwa rendah hati dan menghormati sesama. Jika sikap santu sudah terbangung tampaknya kasus perundungan yang dewasa ini sering terjadi di lingkungan sekolah tidak akan terjadi lagi.
Sementara itu dampak positif bagi gurunya adalah guru akan lebih mudah menyampaikan materi sampai tuntas karena situasi dan kondisi kelas yang mendukung proses belajar mengajar.
Dan dampak bagi sekolah akan tercipta harapan dan cita-cita sesuai dengan visi dan misi sekolah, yang berdampak pula pada kredibilitas sekolah yang meningkat di mata masyarakat dan pemerintah. (*)
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.