AKM (Asesmen Kompetensi Minimum) yang terbilang masih baru dalam sistem pendidikan di Indonesia tidak perlu disikapi dengan panik. Sebenarnya terdapat pendekatan praktis untuk membekali siswa menghadapi ujian tersebut yakni dengan cara penerapan pembelajaran Problem Solving Learning (PSL) dan Project Based Learning (PjBL).
Tujuan dari AKM adalah mengukur tingkat literasi siswa. Dan ujung dari AKM yaitu para siswa murid diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi sehari-hari. Masalahnya, tingkat literasi kalangan pelajar Indonesia masih rendah. .
Indonesia merupakan salah satu negara yang konsisten memiliki skor PISA rendah selama satu dekade ini. Kompetensi minimum peserta didik, khususnya pada pendidikan dasar dan menengah memiliki literasi membaca, matematika, dan sains di bawah 70%. Konsistensi ini tentunya bukanlah prestasi yang patut dibanggakan apalagi dipertahankan. Dengan demikian, diperlukan suatu pemetaan untuk mengetahui mutu pendidikan Indonesia.
Mutu pendidikan tidak hanya dilihat dari nilai akademik pengetahuan saja, melainkan penguasaan peserta didik pada berbagai kecakapan hidup yang penting untuk menghadapi tantangan abad ke-21. Tahun 2021 ini menjadi awal dari reformasi asesmen pendidikan Indonesia, dengan dilaksanakannya Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) untuk peserta didik di sekolah dasar maupun menengah, terutama untuk peserta didik di kelas 5 SD/MI, 8 SMP/MTs, dan 11 SMA/MA. AKM memiliki tujuan utama yaitu pemetaan kemampuan literasi dan numerasi, pemetaan karakter dan lingkungan budaya.
Pendidikan Indonesia diharapkan mampu menyiapkan peserta didik untuk memiliki tiga kecakapan, meliputi kecakapan literasi dasar, kecakapan kompetensi, dan kecakapan karakter. Kecakapan literasi dasar, yakni kemampuan menggunakan core skills untuk kehidupan sehari-hari. Kecakapan kompetensi bermakna kemampuan menyelesaikan permasalahan kompleks. Kemampuan peserta didik menghadapi perubahan pesat pada lingkungan adalah arti dari kecakapan karakter. Ketiga kecakapan ini diperlukan peserta didik agar mampu menghadapi abad ke-21.
Setiap pembaruan regulasi akan menimbulkan berbagai reaksi dari pihak-pihak yang terlibat. Hal ini berlaku pula pada penyelenggaraan AKM tahun 2021 yang ditanggapi beragam oleh pelaku dunia pendidikan, termasuk guru dan peserta didik. Oleh karena itu, kita perlu menyikapi reformasi asesmen ini dengan cara menghindari kepanikan, menerapkan dalam pembelajaran, dan latihan melakukan AKM mandiri.
Pendekatan PSL dan PjBL
Guru tidak perlu memberikan tambahan pelajaran khusus AKM kepada peserta didik seperti dulu menjelang Ujian Nasional (UN). Dalam rangka menyiapkan peserta didik memiliki kecakapan abad ke-21, hal terkecil dan penting yang perlu dilakukan adalah membiasakan peserta didik terampil membaca, berpikir kritis, kreatif, dan komunikatif. Pembiasaan ini dapat dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Adapun dalang dalam kegiatan pembelajaran ini adalah guru sebagai pendidik.
Guru perlu memiliki pengetahuan mengenai berbagai teknik, strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk membiasakan berpikir kritis dan kreatif pada peserta didik adalah Problem Solving Learning (PSL) dan Project Based Learning (PjBL).
Pengaruh kedua pendekatan tersebut pada kemampuan berpikir kritis telah banyak diteliti. Salah satunya adalah hasil penelitian Septariana Arlinta Putri dalam jurnal Bio Pedagogi (2015) yang menyatakan bahwa PSL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Ilmu pengetahuan yang ada saat ini berawal dari permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap permasalahan lalu dianalisis secara bersama-sama oleh peserta didik dalam kelompok kecil dan dicari pemecahannya. Pemecahan masalah tersebut dapat berlanjut pada pembuatan projek sebagai tindak lanjutnya.
Peran guru dalam pembelajaran dengan pendekatan PSL dan PjBL adalah sebagai fasilitator dan tutor. Sebagai langkah awal, guru bisa menuntun peserta didik dengan memberikan permasalahan yang nyata dan kontekstual sesuai dengan materi pembelajaran untuk diselesaikan bersama dengan peserta didik. Setelah peserta didik mulai terbiasa dengan pembelajaran PSL maupun PjBL, guru dapat meminta peserta didik untuk aktif mengamati segala sesuatu yang ada di lingkungannya yang dapat dijadikan bahan pembelajaran PSL dan PjBL. Dengan demikian, akan muncul kepekaan dan kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya dan turut aktif dalam upaya mengatasinya.
Kelebihan PBL menurut Warsono & Hariyanto (2013) antara lain, peserta didik akan terbiasa menghadapi masalah dan merasa tertantang untuk menyelesaikan masalah, tidak hanya terkait dengan pembelajaran dalam kelas, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari; memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman sekelasnya; makin mengakrabkan pendidik dengan peserta didik; membiasakan peserta didik dalam menerapkan metode eksperimen.
Sementara itu kelebihan PjBL dalam pembelajaran adalah sangat menekankan pada keterampilan siswa sehingga mampu menciptakan ataupun menghasilkan suatu proyek, dan membuat siswa seolah-olah bekerja di dunia nyata dan menghasilkan sesuatu.
Adapun penerapan PSL dan PjBL dalam masa pembelajaran daring saat ini sangat mungkin untuk dilaksanakan. Contoh masalah kontekstual yang dapat disajikan adalah virus Covid-19 yang telah terjadi sejak tahun 2020. Guru dapat memberikan Lembar Kerja Peserta didik (LKPD) kepada kelompok peserta didik untuk pembelajaran PSL dan penugasan projek untuk pembelajaran PjBL.
Pada akhirnya memang perlu kita sadari bahwa dinamika dunia pendidikan pasti akan terus terjadi, namun kita perlu menjadikan dinamika itu sebagai tantangan dan ibadah tiada pamrih. Selain melakukan pembelajaran dengan PSL dan PjBL, guru bisa mulai berlatih membuat soal HOTS dan menerapkannya pada kelas yang diampu, agar peserta didik terbiasa dengan jenis soal AKM.
Pembelajaran menggunakan pendekatan PSL dan PjBL, peserta didik diharapkan tidak lagi menjadi pribadi yang “manja”, yaitu mencari jawaban pertanyaan dari internet tanpa mau berpikir lebih dalam. Peserta didik juga menjadi pribadi yang peduli pada lingkungan, berpikir kritis, kreatif, dan mampu bekerja sama.
Semoga dunia pendidikan Indonesia terus maju dan menghasilkan SDM yang berkualitas.
Ditulis Oleh : Fina Lutfiya, S.Pd., Guru MTs Negeri 5 Kebumen