Oleh : Dian Luvia Adi Fatma
Setahun terakhir ini dunia pendidikan diributkan dengan pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ), pembelajaran di rumah dan pembelajaran dengan menggunakan teknologi. Hal ini, tidak menutup kemungkinan akan menjadikan peserta didik yang biasanya belajar di sekolah dan bermain bersama teman-teman akan cenderung terbiasa sendiri dan asyik bermain dengan gadget dengan alasan belajar atau mengerjakan tugas dari guru.
Selain itu, belajar di rumah menjadikan pola hidup peserta didik banyak berubah apalagi peserta didik di usia dini di mana peserta didik sudah terbiasa disiplin bangun pagi, mandi, berangkat sekolah dan belajar bersama teman-teman. Namun, ketika belajar di rumah peserta didik jadi malas bangun pagi dan terbiasa mengikuti pembelajaran online tanpa mandi terlebih dahulu. Tidak hanya itu, sebagian peserta didik lainnya juga setelah belajar daring tetap bermain gadget dengan alasan tugas belum selesai. Rutinitas ini sudah mengakar dalam diri peserta didik.
Rutinitas peserta didik selama pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh seperti ini tanpa disadari dapat merusak mentalitas peserta didik. Psikologi siswa akan terganggu karena kurang adanya interaksi bersama teman, mengalami kebosanan dan kejenuhan yang akut dalam kesehariannya, sering kena marah dari orang tua karena pekerjaan atau kesulitan dalam menggunakan aplikasi pembelajaran daring, kurang mendapat perhatian dari guru secara mendalam dan banyak lagi faktor lain yang memicu kesehatan mental peserta didik terganggu.
Dan kini, setelah sekian lama menunggu, akhirnya pembelajaran tatap muka pun diberlakukan di sekolah. Setelah begitu banyak keluhan dari orang tua maupun guru yang kesulitan menerapkan pembelajaran daring. Namun, meskipun pembelajaran tatap muka sudah diberlakukan mentalitas peserta didik yang sudah terganggu akan sulit dikembalikan bahkan ada yang cenderung stres ringan.
Kenapa? Karena rutinas sehari-hari yang terbiasa bermain gadget, bermalas-malasan atau kegiatan lain di rumah akan terbawa ke sekolah sehingga peserta didik akan cenderung bingung dan aneh saat memasuki area baru atau rutinitas lama yang kembali dilakukan. Apalagi jika ada sebagian peserta didik yang sudah terbiasa terkena marah oleh orang tua di rumah akan membuat peserta didik cenderung mengalami trauma dalam belajar. Dengan hal ini, peran dari segala pihak sangatlah penting dalam mengembalikan dan memperbaiki kesehatan mental peserta didik saat pembelajaran tatap muka di hari-hari pertama dilakukan.
Dalam pembelajaran tatap muka pasca pandemi, diharapkan peserta didik tidak lagi merasakan takut bersekolah seperti dulu sebelum terjadinya pandemi serta peserta didik tidak mengalami kebosanan dan trauma belajar seperti saat belajar daring atau pembelajaran jarak jauh.
Untuk itu, rangkaian kegiatan pembelajaran tatap muka yang diselenggarakan seharusnya tidak hanya menyentuh sisi kognitif saja. Namun, mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan peserta didik dalam kesehariannya dalam kehidupan sosial.
Rencana pembelajaran perlu didesain untuk menanyakan keseharian peserta didik selama PJJ. Di sini peran guru sangat penting, sebagai pemberi semangat agar peserta didik lebih asertif sekaligus meyakinkan siswa bahwa bercerita jujur tentang senang dan sedihnya kegiatan di rumah bukanlah kesalahan.
Selanjutnya, setelah menanyakan kebiasaan peserta didik di rumah maka guru menyusun rencana kegiatan belajar sesuai dengan keseharian masing-masing peserta didik dan dilakukan bersama. Contoh kegiatan positif sehari-hari siswa adalah merapikan tempat tidur, memberi makan hewan peliharaan, menanam sayur, membantu pekerjaan orang tua dan kegiatan lainnya.
Kegiatan-kegiatan tersebut bisa dilakukan bersama teman-teman lainnya. Kegiatan tersebut jika dilakukan secara bersama akan mempererat dan menguatkan rasa sosial sesama peserta didik. Setelah melakukan kegiatan tersebut secara bersama-sama, peserta didik digiring untuk membuat suatu inovasi karya yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran. Contoh kegiatan seperti menggambar, membuat kincir air, membuat kolase dan karya lainnya. Selain itu kegiatan tersebut juga dapat dikaitkan dengan pembelajaran di dalam kelas lainnya.
Namun perlu diingat bahwa rangkaian kegiatan-kegiatan tersebut perlu dilaksanakan dengan mempertimbangkan tingkat keamanan, kematangan dan kecerdasan peserta didik serta melibatkan kerja sama dari keluarga sebagai bagian dalam proses pelaksanaan pembelajaran. Hal ini dapat memperbaiki kesehatan mental dan emosional peserta didik. Seperti menghilangkan kebosanan peserta didik, melatih emosional siswa, serta melatih peserta didik dalam mengambil keputusan yang tepat.