Pencetusan kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar” oleh Nadiem Makarim seolah menjadi angin segar dalam dunia pendidikan. Pasalnya, pendidikan di Indonesia telah mendapat banyak kritik sejak bertahun-tahun lalu.
Masyarakat telah lama mengidamkan pendidikan yang tidak hanya terlihat seolah sebagai formalitas saja, namun pendidikan yang benar-benar dapat “mendidik”. Tak khayal jika sejak Nadiem Makarim diangkat menjadi menteri pendidikan, banyak pihak yang menaruh harapan pada perubahan pendidikan di Indonesia.
Merdeka belajar sendiri memiliki arti bahwa setiap sekolah, guru, dan juga murid memiliki kebebasan dalam berinovasi, belajar dengan mandiri, serta kebebasan untuk menjadi kreatif. Bagi guru, kebebasan tersebut akan mendorongnya untuk mencurahkan segala pemikiran dan usaha terbaiknya bagi murid. Guru semacam inilah yang disebut sebagai guru penggerak.
Merdeka belajar ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Terdapat empat poin penting yang menjadi kunci dalam kebijakan ini.
Pertama adalah pengantian Ujian Nasional (UN) dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Pelaksanaan asesmen ini dilakukan di tengah yaitu pada kelas V, VIII, dan XI. Hal ini dikarenakan asesmen pada tengah jenjang kelas memungkinkan guru untuk melakukan perbaikan pada hal-hal yang dirasa perlu untuk ditingkatkan.
Kebijakan penerapan asesmen ini merupakan jawaban dari persoalan Ujian Nasional yang selama ini dianggap menilai kerja keras siswa hanya dengan beberapa lembar ujian saja. Selain itu, kegagalan dalam UN juga tidak dapat menjadi suatu acuan perbaikan ke depan melainkan hanya menjadi pemicu stress murid saja.
Poin kedua adalah Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan diwewenangkan kepada sekolah. Karena setiap sekolah memiliki keadaan yang berbeda-beda, tentu sekolah itu sendiri yang mengerti bagaimana cara yang tepat untuk menilai murid-muridnya. Untuk itu, kebijakan ini memberikan ruang bagi sekolah agar dapat menentukan sendiri bagaimana bentuk penilaiannya.
Ketiga adalah poin untuk guru, yaitu penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Banyak guru yang mengeluhkan tentang beban administrasi yang harus dikerjakan. Guru merasa tidak dapat fokus untuk mencurahkan dirinya untuk mengajar karena harus mengurus administrasi pendidikan.
Persoalan tersebut akhirnya menimbulkan ketidakefektifan pembelajaran dan mengurangi peran guru dalam mendidik. Dengan inovasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang lebih sederhana, diharapkan guru dapat lebih fokus mengalokasikan waktunya pada hal-hal yang dapat meningkatkan kompetensi dan kualitas pembelajaran.
Keempat yaitu perluasan sistem zonasi pada saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Jalur afirmasi dan jalur prestasi yang dulunya hanya memiliki presentase sedikit, kini menjadi lebih banyak diberi kesempatan dalam PPDB. Dan penentuan daerah zonasi ini, akan menjadi kewenangan Pemerintah Daerah untuk menentukan sendiri sesuai dengan keadaan masing-masing daerah tersebut.
Empat poin inilah yang seakan memberi angin segar atau harapan kepada pendidikan Indonesia untuk menuju lebih baik. Meskipun hanya empat poin, namun terasa lebih realistis untuk diwujudkan. Dan tentunya ini tidak hanya menjadi tugas pemerintah namun juga menjadi tugas kita bersama untuk mewujudkan.
Mari mengenal lebih jauh tentang “Merdeka Belajar” untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik. Ikuti “Diklat 35JP: Merdeka Belajar Merdeka Mengajar”. Klik LINK INI untuk mendaftar.
Penulis: Agriantika Fallent