Meniti Jalan Menjadi Guru: Nur Endah Hidayati

- Editor

Rabu, 9 Februari 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ditulis oleh Nur Endah Hidayati, S.Pd. 

Guru di SMPN 1 Batulayar

Semua bermula dari ketidaksengajaan masuk kuliah di FKIP. Walaupun dilahirkan, tumbuh, dan dibesarkan di  lingkungan keluarga guru namun tidak terbersit sedikitpun untuk menjadi guru. 

Setelah lulus  kuliah, kakak perempuan saya yang sudah mengajar di sebuah sekolah akan meneruskan kuliah S1 dan bersiap untuk KKN selama 3 bulan. Sebagai penggantinya,  saya yang didaulat untuk menggantikannya sementara. Dengan terpaksa dan ada sedikit rasa ingin mencoba, akhirnya saya terima tawaran tersebut. 

Di hari pertama mengajar kikuk sekali, tegang. Padahal di malam harinya saya sudah betul-betul mempersiapkan diri untuk mengajar. Tidak mengira, ternyata materi yang diajarkan di sekolah sangat jauh dengan materi yang diajarkan sewaktu kuliah. 

Saat masih menjadi mahasiswi, saya sering membantu dosen untuk menjadi asisten dosen di mata kuliah tertentu. Walaupun sudah pernah menjadi asisten dosen,  tetapi tetap kikuk juga menghadapi siswa SMP, yang sangat jauh berbeda dibanding mengajar mahasiswa. 

Awalnya begitu terasa berat menjalani profesi sebagai seorang guru dan tidak semudah seperti yang saya  bayangkan. Apalagi saya adalah orang yang mempunyai karakter pemalu dan suka agak minder jika harus bertemu dengan banyak orang. Sulit ketika harus ngomong di depan orang banyak,  terlalu grogi menghadapi audiens. Namun setelah saya jalani, lama-kelamaan profesi menjadi seorang guru sangatlah menyenangkan dan penuh dengan keberkahan. 

Berbekal ilmu yang saya pelajari di bangku perkuliahan serta  pernah menjadi asisten dosen, saya memberanikan diri untuk mengambil kesempatan itu. Mengingat petuah yang menyatakan, ”Kesempatan tidak datang dua kali.“ Ini juga sekaligus kesempatan untuk mengamalkan, membagi, dan mempraktikkan ilmu yang saya dapat di bangku kuliah.  

Hari demi hari berlalu. Ternyata menjadi guru terasa sangat enjoy dan menyenangkan. Anak-anak juga sangat kooperatif. Bahkan mereka sangat antusias mengikuti pelajaran yang saya ampu, yaitu IPA Biologi. 

Bahkan pelajaran yang saya ampu sangat diandalkan oleh sekolah tersebut untuk dijadikan ajang promosi sekolah. Pasalnya pada saat itu untuk pelajaran IPA masih sangat jarang ada sekolah yang melakukan praktikum dikarenakan alat dan bahan yang digunakan relatif mahal harganya. Dan kompetensi guru dalam hal itu juga masih sangat terbatas. Namun di sekolah kami yang  walaupun sekolah swasta, bersedia menyediakan keperluan tersebut dengan senang hati.  Jadi kami dapat melaksanakan KBM/PBM dengan sangat menyenangkan, siswa-siswa sangat antusias. 

Tak   terasa waktu begitu cepat berlalu. Setelah 3 bulan, saatnya untuk menyerahkan kembali pelajaran yang saya ampu ke guru yang lama. Namun pihak sekolah menginginkan saya untuk tetap mengajar di sekolah tersebut. Sehingga jam mengajar dibagi dua dengan guru lama. 

Bersamaan dengan itu, paman saya yang saat itu menjabat Kepala Sekolah meminta bantuan saya untuk mengajar di salah satu sekolah negeri di kota kelahiran.  Dikarenakan terdapat guru yang sedang melanjutkan kuliah S1, dan kebetulan juga jumlah rombel di sekolah negeri tersebut lumayan banyak. Dan saya dipercaya untuk mengajar IPA Biologi kelas 7  sebanyak 5 kelas. 

Yang lebih tak terduga sama sekali adalah di tahun ajaran baru, siswa yang masuk di sekolah swasta tempat saya mengajar sebelumnya, yang mendaftar dan yang diterima membludak jumlahnya.  Jika sebelumnya masing-masing level hanya terdapat dua kelas, di tahun ajaran baru menjadi 7 kelas. Sampai-sampai pihak sekolah kewalahan untuk menampung siswa baru.  

Dan alhamdulillah dapat tertampung semua  walaupun harus menggunakan dua shift. Shift pagi masuk dari pukul 07.00 s/d 12.30 WIB dan shift siang masuk dari jam 13.00 s/d 17.30 WIB.  Ini suatu keberkahan tersendiri bagi para guru karena banyak juga teman-teman dari mapel lain ikut menikmati hasilnya. Membuka kesempatan untuk ikut berpartisipasi mengajar di sekolah tersebut.

Jadilah saya mengajar di dua sekolah yang berbeda. Pertama  di sekolah SMP Negeri di mana saya  mengajar di pagi hari dan yang kedua  di sekolah swasta di mana saya masuk shift siang. Total, jumlah jam mengajar saya dalam seminggu 39 jam.

Berangkat pagi dan mengajar di SMP Negeri sampai jam 12.30. Setelah itu pulang untuk makan siang, mandi dan ganti seragam. Kemudian berangkat lagi di sekolah swasta untuk mengajar sampai pukul 17.30 

Itulah yang saya jalani setiap hari. Lama-lama menjadi enjoy mengajar. Justru saya merasa lebih senang mengajar siswa SMP daripada menjadi asisten dosen. 

Akhirnya saya harus memilih antara dua pilihan tersebut. Dan saya dengan senang hati memilih menjadi guru SMP. 

Ternyata sangat menyenangkan menjadi seorang guru. Apalagi ketika siswa-siswinya sangat kooperatif dan sangat antusias dalam menerima pelajaran. Senang sekali rasanya dapat dekat dengan mereka baik saat di jam pelajaran ataupun di luar jam pelajaran. 

Mengajar dengan metode ceramah, praktikum, kami laksanakan di mana dalam pelaksanaannya kami lebih senang memposisikan sebagai tutor. Artinya mengikuti jalan pikiran siswa. Dan ternyata itu lebih mudah. Anak-anak jadi lebih dekat dan tidak takut lagi untuk berdialog dengan kami para guru tentang pelajaran ataupun hal yang lainnya.   

Setelah beberapa tahun, dikarenakan satu dan lain hal lain, saya harus meninggalkan sekolah tersebut. Sedih sekali rasanya. Saya harus pindah ke pulau seberang, yaitu ke Lombok Nusa Tenggara Barat.

Di sana saya harus memulai semuanya dari nol. Satu tahun kemudian, saya ikut seleksi CPNS dan bolak-balik mengurus persyaratannya, mengikuti tes dan hasilnya tidak lulus. 

Tahun berikutnya ikut lagi dengan perasaan pesimis dan tak banyak berharap bisa lulus. Sebab pesertanya lumayan banyak sedangkan kuota hanya untuk 2 guru SMP dan 1 guru SMA.  Satu kata yang terucap dalam hati, “pasrah”. 

Pada saat mengikuti seleksi tersebut, bertemu dengan adik kelas sewaktu kuliah. Dia berucap, ”Mbak, tahun ini Mbak yang lulus duluan, ya… Kami tahun berikutnya.”   

Saya meng-amini doa tersebut.  Namun rasaya tak beranai berharap terlalu jauh dan tak pernah terbayang untuk dapat lulus. Sangat jauh dari bayangan dan  di luar nalar.

Pada suatu pagi di bulan Desember, kebetulan saya mau pergi ke pasar untuk berbelanja kebutuhan dapur. Bertemu dengan tetangga yang ternyata juga ikut seleksi CPNS dengan jurusan yang sama. 

 “Mbak, sudah pengumuman, ya … Gimana hasilnya?“

Saya terdiam dan bingung untuk menjawab. 

“Loh, kan sudah pengumuman kemarin,” sambungnya. 

Saya jawab singkat, “Belum lihat.” 

Setelah perbincangan itu, saya melanjutkan perjalanan ke pasar.

Sepulang dari pasar, saya mencari informasi tentang pengumuman tersebut. Karena sudah terlewat satu hari, jadi agak sulit mencari surat kabar terbitan tanggal kemarin. Sore baru dapat. Dan ternyata ada nama saya di sana. Rasanya tidak percaya kalau saya lulus. 

Untuk memastikan hal itu, saya mencari informasi ke Kanwil Dikbud Provinsi. Dan hasilnya sama, LULUS. 

Tersungkur dalam sujud syukur, alhamdulillah.  Saya langsung memberi kabar ke orang tua. Betapa bahagianya orang tua mendengar berita itu. 

Kemudian selanjutnya saya harus mempersiapkan berkas-berkas  yang diperlukan, ke Polres, ke Depnaker, dan lain-lainnya.  Sampai akhirnya tes LITSUS. Singkat cerita alhamdulillah lulus juga. Dan ditempatkan di SMPN di mana saya bertugas saat ini.  

Terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara tempat mengajar yang baru dengan sekolah sebelumnya.  Apa yang saya terapkan di tempat dulu tidak dapat diterapkan di tempat yang baru. Itu semua karena fasilitas dan sarana pendukung yang masih sangat terbatas. 

Namun alhamdulillah, semua berjalan dengan lancar. Bersama dengan berjalannya waktu, kurikulum  berkembang. Bahkan sekolah kami pernah terpilih sebagai sekolah rintisan SSN dan pernah dijadikan file project Kurikulum 2013. Walaupun sekolah kami kecil tetapi tidak kalah dengan sekolah negeri yang lainnya. 

Di tempat tinggal baru ini, berbagai macam lika-liku yang harus dihadapi: lingkungan kerja, masyarakat, teman kerja, siswa-siswi semuanya baru. Dan sangat berbeda adat istiadatnya dengan kehidupan saya sebelumnya. Namun hal itu justru makin membuka wawasan saya tentang keberagaman suku, bangsa, agama, adat, budaya, dan lain sebagainya. Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika. 

Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!

*Meniti Jalan Menjadi Guru (MJMG) adalah konten serial yang mengisahkan perjalanan dan pengalaman menjadi seorang guru yang ditulis sendiri oleh nama bersangkutan. Tayang eksklusif di NaikPangkat.com dan akan dibukukan dalam sebuah antologi dengan judul “Meniti Jalan Menjadi Guru”

Berita Terkait

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka
Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 
Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan
Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan
Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan
Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 
Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua
Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 20 Februari 2024 - 10:35 WIB

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka

Senin, 19 Februari 2024 - 15:20 WIB

Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 

Jumat, 16 Februari 2024 - 09:32 WIB

Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan

Selasa, 13 Februari 2024 - 10:50 WIB

Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan

Selasa, 6 Februari 2024 - 10:35 WIB

Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan

Senin, 5 Februari 2024 - 10:27 WIB

Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:55 WIB

Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:20 WIB

Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan

Berita Terbaru