Meniti Jalan Menjadi Guru: Ni Putu Candrawati

- Editor

Rabu, 16 Februari 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Ni Putu Candrawati, M.Pd.

Guru di SMP Negeri 46 Bandung

“Orang hebat bisa melahirkan beberapa karya bermutu, tetapi guru yang bermutu dapat melahirkan ribuan orang hebat.” Kata mutiara itu yang membuat saya bangga menjadi guru dan  pada semua orang yang memilih profesi sebagai guru. Mereka ikhlas membagi pengetahuan kepada seluruh anak didikannya. 

Banyak orang yang menyebut bahwa GURU merupakan akronim dari digu(gu) dan diti(ru). Digugu artinya dipatuhi. Sedangkan ditiru berarti bisa dijadikan contoh. 

Namun, kata Ayah saya, GURU merupakan akronim dari (gu)na atitha (ru)pa warjitha. Itu dari bahasa Sansekerta. Guna atitha berarti kemanfaatan ilmu pengetahuan berupa kepandaian yang dituntun secara santun melalui perintah tersusun dan bertahap. Jika dihubungkan dengan prosedur belajar dan evaluasi ala taksonomi Bloom, tentu hal ini sesuai.  Karena belajar tentu akan lebih mudah jika dilakukan secara bertahap dimulai dari yang ringan sampai ke tahapan yang lebih kompleks. 

Rupa warjitha berarti seorang guru adalah seorang yang mampu memandang setiap anak didiknya sebagai seorang pembelajar yang berhak diperlakukan sama dan memperoleh manfaat dari proses belajar-mengajar, tanpa melihat asal-usul dan keturunan. 

Ketika saya masih kanak-kanak, sebenarnya tidak pernah terpikirkan untuk menjadi seorang guru. Ketika Uak (suami dari Kakak Ayah) yang merupakan seorang tentara bertanya pada Ni Putu kecil mengenai cita-cita, maka jawaban yang keluar adalah ingin menjadi seorang tentara. Namun cita-cita itu berangsur memudar. 

Ketika saya duduk di kelas IV SD, wali kelas saya bernama Ibu Djatmani. Beliau sekaligus guru Matematika. Banyak siswa yang menghindari pelajaran Matematika karena takut. Namun sosok Ibu Djatmani tidak pernah membuat saya merasa takut pada pelajaran Matematika. Banyak teman saya yang mengatakan bahwa guru Matematika adalah sosok guru galak. Namun saya tidak pernah melihat gambaran itu pada sosok Bu Djatmani. Pembawaan beliau halus dan pelajaran Matematika yang beliau bawakan menjadi pelajaran yang mudah saya mengerti. 

Sekali waktu, saya pernah lupa mengerjakan PR Matematika. Saya ditegur dengan cara yang menggugah hati. Sampai sekarang saya masih ingat. Bukan dengan memarahi atau dengan mempermalukan di depan kelas.  Mungkin inilah pertama kali muncul benih cita-cita ingin menjadi guru dalam diri saya.

Di tingkat SMP saya merasakan kecintaan yang sama pada Matematika, yaitu tidak pernah takut pada pelajaran itu. Sosok guru bernama Pak Maya sebagai salah satu guru Matematika  di SMP, membuat saya mudah paham akan materi-materi yang dibawakan. 

Singkat cerita, usai lulus SMA,  saya melanjutkan pendidikan di jenjang S1. Dua dari tiga jurusan yang saya pilih saat UMPTN jalur IPC adalah jurusan Matematika, yaitu pendidikan dan non-pendidikan di IKIP Bandung—yang sekarang sudah berganti nama menjadi Universitas Pendidikan Indonesia. 

Akhirnya saya lulus dari jurusan Pendidikan Matematika. Inilah langkah awal menuju jalan menjadi guru. Saya menempuh pendidikan kuliah di jurusan tersebut selama 4 tahun. 

Saya lulus kuliah pada tahun 2003 dan pertama kali mengajar secara formal di sekolah di tahun 2004, yaitu di sebuah SMP swasta di kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Satu tahun kemudian saya mutasi ke SMP di kota Bandung–masih dalam naungan yayasan yang sama. Dari dua sekolah swasta ini, saya memperoleh banyak pengalaman yang belum tentu bisa didapatkan di bangku kuliah.

Ketika ada seleksi penerimaan CPNS di akhir tahun 2008, saya mengikutinya dan lulus. Awal 2009, saya ditugaskan di salah satu SMP Negeri di kota Bandung. Saya heran ketika diberi SK di SMP tersebut, ternyata formasi guru Matematika sudah mencukupi. Dan teman-teman sesama lulusan CPNS di tahun tersebut juga ada yang mengalami hal serupa. Karena itu, di awal-awal mengajar di sekolah tersebut, saya pernah mengajar di luar mata pelajaran Matematika. 

Dengan seizin pihak sekolah, saya sempat mencari sekolah yang kekurangan guru Matematika. Baru pada tahun 2012, saya menemukan sekolah swasta yang membutuhkan guru Matematika. Sehingga saya dinas di dua sekolah; negeri dan swasta. 

Lagi-lagi saya bersyukur bahwa saya diberi kesempatan menjalani semua ini. Karena dengan begitu, tentu dapat menambah pengalaman dalam banyak hal. Sampai akhirnya mulai 2015 sampai saat ini, saya hanya mengajar di satu sekolah negeri karena terdapat guru Matematika yang sudah pensiun.

Pada tahun 2015, saya mengikuti PLPG sehingga profesi guru saya telah tersertifikasi. Keikutsertaan saya dalam program tersebut sempat harus ditunda satu tahun, karena masa kerja saya dianggap belum mencukupi. Tapi ternyata masa kerja di sekolah swasta pada saat pertama kali saya mengajar bisa diajukan sebagai syarat PLPG.

Tahun 2016, saya diberi kesempatan mengikuti Diklat Instruktur Nasional Guru Pembelajaran berdasarkan hasil Uji Kompetensi Guru tahun 2015. Kemudian pada tahun 2017, saya diikutsertakan dalam Diklat Penyegaran IN GP dan di tahun yang sama ditugaskan sebagai Instruktur Nasional Guru Pembelajar untuk SMP bidang Matematika  wilayah Kota Bandung.

Pada tahun 2017 juga, saya memberanikan diri mengambil kesempatan melanjutkan pendidikan saya pada jurusan yang sama, yaitu Pendidikan Matematika dan lulus di awal tahun 2019. Sehingga keilmuan dan pengalaman terkait pendidikan dan keguruan semakin bertambah. 

Dengan itu semua, semoga saya bisa lebih banyak berbagi dan memberi manfaat kepada anak-anak didik saya.

Saat ini, tahun 2022, keadaan pandemi Covid-19 tengah berlangsung. Namun, hal itu tidak saya izinkan untuk mengurangi semangat saya dalam mengajar. Dengan begitu, saya berharap setiap anak didik melihat sosok gurunya sebagai guru yang dapat ditiru.

Dan saya sendiri akan terus belajar dari sosok seorang Ayah yang sampai usia kepala tujuh masih intens dengan kegiatan berliterasi; membaca dan menulis. Walaupun beliau bukan seorang guru secara profesi, tapi sosok guru ada dalam diri beliau. Ayah selalu mengajarkan pada saya bahwa seorang guru tidak boleh berhenti belajar walaupun sudah mengajar. 

Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!

*Meniti Jalan Menjadi Guru (MJMG) adalah konten serial yang mengisahkan perjalanan dan pengalaman menjadi seorang guru yang ditulis sendiri oleh nama bersangkutan. Tayang eksklusif di NaikPangkat.com dan akan dibukukan dalam sebuah antologi dengan judul “Meniti Jalan Menjadi Guru”

Berita Terkait

Pemanfaatan Teknologi untuk Pembelajaran Kreatif dan Interaktif
Chat GPT: Menguntungkan atau Merugikan Guru?
Mission Service Learning sebagai Pilihan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila pada Jenjang Sekolah Dasar
Pentingnya Komunitas Belajar bagi Guru di Satuan Pendidikan
Penguatan Kemampuan Literasi untuk Menyiapkan Generasi Gemilang 2045
Undang-Undang Perlindungan Anak dan Dilema dalam Pembentukan Karakter Disiplin Peserta Didik
Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak untuk Mensuksekan Kurikulum Merdeka
Penerapan Student Lead Conference untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Peserta Didik
Berita ini 28 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 18 November 2024 - 20:12 WIB

Pemanfaatan Teknologi untuk Pembelajaran Kreatif dan Interaktif

Rabu, 4 September 2024 - 10:05 WIB

Chat GPT: Menguntungkan atau Merugikan Guru?

Kamis, 15 Agustus 2024 - 23:11 WIB

Mission Service Learning sebagai Pilihan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila pada Jenjang Sekolah Dasar

Kamis, 15 Agustus 2024 - 22:44 WIB

Pentingnya Komunitas Belajar bagi Guru di Satuan Pendidikan

Rabu, 14 Agustus 2024 - 14:52 WIB

Penguatan Kemampuan Literasi untuk Menyiapkan Generasi Gemilang 2045

Berita Terbaru

Unduh Sertifikat Pendidikan 32 JP Gratis