Meniti Jalan Menjadi Guru: Indah Wulandari

- Editor

Sabtu, 9 April 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Indah Wulandari

Guru SMPN 1 Leuwisadeng, Kabupaten Bogor

Bukan sesuatu yang aneh kalau pilihan saya ingin menjadi guru karena dilatarbelakangi dari lingkungan keluarga di mana orang tua adalah seorang guru. Ibu saya adalah guru di salah satu Sekolah Dasar di Kabupaten Bogor. Ini yang menjadi inspirasi dan kemudian memunculkan impian untuk menjadi guru.

Saat Ibu saya mengajar, ada perasaan bangga. Seorang guru adalah suatu profesi yang istimewa, identik dengan orang yang pintar, kreatif, telaten, dan ramah.

Setelah lulus dari SMPN di Kabupaten Bogor, saya meneruskan pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru (SPGN) di Kota Bogor, sekolah favorit bagi calon guru di masanya. 

Siswa SPGN Kota Bogor sangat kontras dengan siswa SMA pada umumnya. Siswa SPGN berbeda dilihat dari penampilan dan berperilaku. Siswi SPGN harus mematuhi peraturan menggunakan sepatu yang terdapat hak, warna harus hitam, rok wajib di bawah lutut, dan rambut yang panjang  harus diikat.

Setelah lulus dari SPGN, saya sempat belajar mengajar di sekolah tempat Ibu saya menjadi Kepala Sekolah. Dan Ibu adalah teladan yang baik karena begitu telaten mendidik bahkan menjadi pengasuh bagi siswa–siswa yang memiliki kelainan, termasuk membersihkan ingus kalau siswa sedang pilek atau memiliki penyakit tertentu di telinga.  Hal semacam ini yang tidak bisa diikuti secara maksimal. Cara Ibu mendidik dan pola asuh bagi siswa begitu membekas untuk diri saya pribadi. 

Setelah itu, saya melanjutkan kuliah pendidikan guru. Alhamdulillah, saya diterima di dua Perguruan Tinggi Negeri di Jakarta dan Bandung. Maka saya harus memilih salah satu di antara keduanya.  Akhirnya saya kuliah di IKIP Jakarta jurusan Bahasa Indonesia. Jurusan tersebut berbeda dengan konsentrasi saat menempuh pendidikan di SPGN. Di SPGN saya mengambil jurusan IPA dan Matematika. 

Alasan memilih jurusan Bahasa Indonesia karena ada keinginan dan harapan menjadi penulis dan menjadi wartawan. Keinginan tersebut kemudian saya wujudkan di tengah kesibukan kuliah. Sore sampai malam meliput berita untuk sebuah surat kabar pada rubrik kriminal. Namun ternyata menjadi wartawan sambil kuliah sulit karena saat ada kelas di pagi hari sering terasa ngantuk dan menjadi teguran dosen.

Saat kuliah, saya mulai aktif di berbagai  kegiatan kemahasiswaan, salah satunya di Himpunan Jurusan. Motivasi saya bergabung dengan organisasi tersebut sangat sederhana, ingin dapat banyak teman, pengalaman, dan tentu saja ilmu. 

Saya punya lima saudara. Maka saya harus bisa membantu untuk mencukupi biaya kuliah dan yang lainnya selama tinggal di Jakarta. Mau tidak mau saya harus mencari pekerjaan sampingan. Sambil kuliah, saya mengajar di SMP/SMA/SMEA  swasta di Jakarta Timur.

Berbekal dengan pengalaman tersebut, setelah lulus kuliah di 1993, saya langsung mengabdikan diri mengajar di SMA/SMEA swasta di Kabupaten Bogor. Bagi saya, menjadi guru adalah pekerjaan yang sangat menyenangkan. Dilihat dari segi penghasilan sebagai guru honorer memang sangat kecil, tapi saya percaya bahwa nilai keberkahan akan selalu ada. 

Tahun 2003, saya diangkat menjadi Guru Bantu di Kabupaten Bogor. Memasuki bulan ke-5 sebagai Guru Bantu, ada lowongan menjadi CPNS. Saya ikut tes dan lulus. Perjuangan untuk bisa lulus ini setelah delapan kali ikut tes. Itu terjadi di usia 34 tahun yang merupakan kesempatan terakhir karena di usia 35 tahun adalah batasan usia terakhir untuk bisa mengikuti tes CPNS. Saat saya terakhir ikut tes CPNS tersebut, saya hanya pasrah akan ketentuan Allah karena sudah begitu lelah setelah beberapa kali gagal. 

Ada hikmah yang saya pelajari di balik kata pasrah. Ketika kita menyerahkan segala ketentuan pada Allah, maka Dia akan memberikan kemudahan. Buktinya adalah kelulusan saya menjadi PNS setelah penantian yang teramat panjang. 

SK penempatan pertama adalah menjadi guru PNS di SMPN 2 Parungpanjang. Sekolah tersebut terletak di ujung barat  Kabupaten Bogor dan harus melewati jalan yang rusak, kabel-kabel berserakan keluar dari beton jalan karena jalan tersebut sering dilewati oleh truk-truk bermuatan batu. Tidak aneh jika jalan tersebut baru diperbaiki kemudian hancur lagi dalam waktu dua bulan saja. Sepanjang jalan debu-debu berterbangan saat musim kemarau. 

Saat itu saya sudah berkeluarga dan sedang hamil anak kedua. Sebab jalan menuju sekolah yang buruk,  saat naik angkot perut terasa sakit.  Sepertinya bayi di dalam perut tidak kuat maka saya mengalami keguguran.  Karena bayi di dalam perut sudah tidak bernyawa lagi memasuki usia enam bulan, maka harus dioperasi kuret. Bermula dari kejadian itu, saya mengajukan mutasi ke SMPN Pamijahan, Kabupaten Bogor. 

Sepuluh tahun saya mengajar di sekolah tersebut dengan suasana lingkungan sekolah sangat sejuk, berbeda dengan lingkungan SMPN Parungpanjang yang berdebu. 

Suatu saat saya harus memilih antara menetap di Pamijahan atau merawat orang tua di kampung halaman. Karena letak Pamijahan dengan rumah orang tua cukup berjauhan. Saat itu Ibu tinggal sendiri dan sering sakit sementara saudara-saudara saya yang lain tinggal saling berjauhan. Dengan izin Kepala  Sekolah dan Dinas terkait, saya mutasi ke SMPN 1 Leuwisadeng. Keputusan itu sangat saya syukuri sehingga saya bisa merawat Ibu saya sampai akhir hayatnya. 

Kepergian Ibu memang membuat terpukul namun saya ingat bahwa segalanya adalah takdir Allah. Saya harus meneruskan perjuangan hidup, mendidik, dan membesarkan anak-anak sendirian. Anak-anak lah yang membuat semangat saya bangkit dan meneruskan profesi guru dengan penuh semangat. Bahkan beberapa kali sakit bisa sembuh kalau sudah bersama anak-anak di sekolah.

Di sekolah yang terakhir inilah saya mencoba mengembangkan karier  keprofesian sebagai guru. Pertama, saya aktif di Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di Wilayah Bogor Barat sebagai pengurus dari tahun 2010 sampai sekarang. Selain itu juga menjadi pengurus MGMP Kabupaten Bogor. MGMP adalah salah satu wadah bagi guru-guru untuk berbagi ilmu dengan guru mata pelajaran yang sama atau serumpun. Banyak pengalaman yang dapat diperoleh melalui kegiatan MGMP ini. 

Tahun 2017, saya mengikuti Bimbingan Teknis Instruktur Kabupaten/Kota yang diselenggarakan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Provinsi Jawa Barat (LPMP). Di antara tugas Instrukur Kabupaten adalah memberikan informasi pada guru-guru se-wilayah Bogor Barat tentang Kurikulum 2013 untuk sekolah-sekolah yang sudah terdaftar di Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor. 

Tahun berikutnya saya mendapat tugas yang sama, yaitu menjadi Instruktur Kabupaten untuk sekolah dengan sebutan 3T (Terpencil, Terisolir, Terjauh). Bersama tim berjumlah tujuh orang, kami melakukan pendampingan pada guru-guru yang areanya sangat jauh bahkan sulit dijangkau. Untuk sampai lokasi harus ditempuh menggunakan sepeda motor, menaiki dan menuruni gunung, menyusuri jalan yang rasanya tidak layak untuk dilalui manusia karena begitu terjal. Lengah sedikit saja maka nyawa taruhannya karena bisa saja terpeleset dan jatuh ke bawah jurang. 

Ada satu SMP swasta yang harus kami kunjungi yang letaknya di atas bukit.  Sekarang sekolah tersebut sudah hilang terbawa banjir bandang yang terjadi pada Desember 2019 silam di area Cigudeg-Banten. Rumah–rumah di sekitarnya juga ikut hilang.

Kami mendapat pengalaman yang menyentuh hati dari sekolah yang kini sudah hilang tersebut. Keramahan dan kerja keras guru-guru yang tidak mudah menyerah itu yang membuat saya belajar banyak hal, terutama soal rasa syukur. Bagaimana guru-guru di sana digaji tiga bulan sekali sementara transportasi menuju ke sekolah cukup mahal. Karena itu, mereka sering datang ke sekolah berjalan kaki dengan waktu tempuh sekitar 2 jam.  Jika naik ojek, biaya yang dikeluarkan bisa mencapai Rp80.000.

Begitu juga semangat siswanya. Mereka berjalan kaki untuk belajar di sekolah. Sikap mereka kepada orang tua sangat sopan, ramah, dan belum terkontaminasi lingkungan yang negatif. 

Di sekolah di atas gunung itu,  saya banyak belajar arti hidup dan kerja keras. 

Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!

*Meniti Jalan Menjadi Guru (MJMG) adalah konten serial yang mengisahkan perjalanan dan pengalaman menjadi seorang guru yang ditulis sendiri oleh nama bersangkutan. Tayang eksklusif di NaikPangkat.com  dan akan dibukukan dalam sebuah antologi dengan judul “Meniti Jalan Menjadi Guru”

Berita Terkait

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka
Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 
Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan
Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan
Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan
Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 
Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua
Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan
Berita ini 9 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 20 Februari 2024 - 10:35 WIB

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka

Senin, 19 Februari 2024 - 15:20 WIB

Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 

Jumat, 16 Februari 2024 - 09:32 WIB

Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan

Selasa, 13 Februari 2024 - 10:50 WIB

Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan

Selasa, 6 Februari 2024 - 10:35 WIB

Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan

Senin, 5 Februari 2024 - 10:27 WIB

Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:55 WIB

Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:20 WIB

Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan

Berita Terbaru