Seperti yang kita ketahui bahwa ada begitu banyak kompetensi pedagogik seorang guru. Dalam pasal 18 ayat (3) butir (a) menerangkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan dalam mengelola proses pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasi ragam potensi yang dimilikinya.
Bukan hanya itu, lebih spesifik dalam pembelajaran pada praktiknya adalah seorang guru juga harus memiliki sikap profesionalitas dalam menjalankan administrasi di sekolah, mengajar dengan menggunakan metode dan teknik pembelajaran yang relevan, menjaga kondusifitas belajar serta memanfaatkan teknologi demi mewujudkan pembalajaran yang efektif dan efisien agar peserta didik tidak bosan ketika belajar di kelas.
Tentunya yang demikian merupakan sesuatu yang sangat fundamental sebagai seorang guru yang memang memiliki tugas dan tanggungjawab dalam hal tersebut. Dalam kaitan tersebut, Sudjana (2011:19-20) menjelaskan bahwa pada dasarnya kompetensi guru bertugas sebagai pengajar, pembimbing, dan administrator di kelas.
Terkadang guru lupa bahwa memberikan motivasi belajar, meninjau kembali materi yang telah dipaparkan, menjunjukan sikap dan perilaku yang baik, memberikan pemahaman bagaimana sikap belajar yang baik, memberikan pengarahan bagaimana cara bersosialiasasi yang baik dengan lingkungan, mengajarkan bagaimana cara menghargai orang lain, dan lain sebagainya.
Anak pada dasarnya merupakan generasi penerus yang kelak akan meneruskan perjuangan bangsa. Namun dibeberapa kasus yang sering kita temui, masih banyak tindak kekerasan di sekolah, misalnya: bullying, tawuran, berkurangnya rasa simpati dan empati terhadap sesama, berkurangnya rasa hormat kepada orang tua, meningkatnya kasus kriminalitas, pergaulan bebas yang tidak bisa dihindarkan, banyaknya pengaruh negatif dari media sosial, menurunnya kualitas etika dan sopan santun, dan masih banyak lagi permasalahan yang timbul salah satunya adalah karena guru kurang membangun kompetensi sosial-emosional pada peserta didik.
Guru terlalu berfokus pada tugas dan tanggungjawab yang fundamental. Kurang berfokus pada kompetensi sosial dan kepribadian – yang bisa kita sebut juga kompetensi emosional – yang seharusnya diterapkan ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung. Karena pada dasarnya kompetensi sosial-emosial merupakan perisai ketika peserta didik sedang diluar kelas bahkan diluar sekolah. Ketika guru tidak ada, kontrol dari orang tua kurang, maka satu-satunya yang bisa diandalkan dan diharapkan adalah kompetensi tersebut agar peserta didik tidak melakukan tindakan-tindakan yang diluar norma, tindakan-tindakan yang merugikan orang lain. Pertanyaan yang paling mendasar adalah, “bagaimana peserta didik memiliki kompetensi sosial-emosionalnya, sedangkan guru saja kurang mempraktikannya di kelas?”
Di era yang serba canggih ini, tentu guru harus mampu menyesuaikan kondisi belajar mengajar sekarang dengan yang terdahulu. Bahkan kita mengenal rumus kompetensi abad 21, yaitu 4C, antara lain; Critical thinking, Communication, Collaborative, dan Creativity. Salah satu kompetensi tersebut menyabutkan ada satu kompetensi yaitu communication /komunikasi. Seorang guru wajib memiliki kemampuan komunikasi yang baik, beberapa manfaatnya adalah :
- guru mampu memilah dan memilih kosa-kata yang tepat ketika menyampaikan materi atau pesan – hal ini agar peserta didik mudah memahami materi atau pesan yang disampaikan
- berinteraksi dengan peserta didik – hal ini agar terhindar dari perasaan bosan dan mencerminkan hubungan yang harmonis antara guru dan peserta didik
- memberikan ruang kepada peserta didik untuk berbicara – agar peserta didik merasa diperlakukan dengan hak yang sama dan merasa memiliki peran di dalam kelas
- memberikan motivasi belajar – hal ini menunjukkan bahwa guru memiliki sikap simpati dan amat peduli terhadap perkembangan peserta didiknya
- guru dapat memberikan hiburan (ice breaking) disela-sela belajar – sesekali sangat boleh dilakukan agar peserta didik tidak jenuh ketika belajar
Pada dasarnya salah satu faktor yang seringkali mempengaruhi proses pembelajaran adalah guru yang kurang menguasai kompetensi sosialnya, terlihat pada interaksi yang masih kaku dan masih menggunakan metode-metode lama seperti ceramah, sehingga terasa monoton dan hanya berpusat pada guru.
Kompetensi sosial dan emosial keduanya saling berkaitan satu sama lain. Artinya kompetensi sosial meliputi empati, toleransi, sikap, kepribadian dan perilaku, kerjasama, dan lain sebagaianya. Maka dalam hal menumbuhkan atau meningkatkan kompetensi sosialnya, guru juga perlu terlebih dahulu meningkatkan kompetensi emosional yang meliputi sikap tegas, tenang, dan selalu optimis memandang kedepan, berpikir positif, dan lainnya.
Tertarik untuk meningkatkan kompetensi sosial emosional? Tergugah untuk meningkatkan keberhasilan proses pembelajaran? Yuk daftar pelatihannya !!
Ikuti Diklat “Peningkatan Kompetensi Guru melalui Kompetensi Sosial Emosional” yang diselenggarakan oleh e-Guru.id melalui link berikut ini:
Diklat di atas dapat diikuti secara gratis bagi member e-Guru.id. Jadilah anggota member e-Guru.id untuk mendapatkan Diklat dan Seminar Nasional Gratis setiap bulannya:
Info lebih lanjut:
Telegram: CS_eguruid
WhatsApp: 081575345555