Oleh Sri Susilawati, S.Pd.
Guru di MIN 3 Serdang Bedagai
Saat ini tindak perundungan (bullying) sering terjadi dan dilakukan oleh para pelajar, bahkan ketika mereka sedang berada di lingkungan sekolah. Saking terbiasanya perilaku ini, tindak perundungan antarsiswa tanpa kita sadari dapat menjadi kebiasaan.
Sesuatu yang buruk lalu dianggap sebuah kewajaran dapat terjadi karena tindakan tersebut tidak pernah mendapat konsekuensi atau hukuman dari pihak sekolah, baik itu guru atau pihak lain.
Adapun tindakan perundungan sendiri biasanya tidak lepas dari latar belakang lingkungan pelajar, baik itu dari lingkungan keluarga, pertemanan, atau lingkungan tempat tinggal.
Bentuk dari perundungan yang dilakukan pelajar dapat berupa-rupa. Bisa jadi dalam bentuk pencemaran nama baik, menghina, mengejek, dan sejenisnya. Semua itu dilakukan oleh seseorang dengan tujuan merendahkan atau sebagai candaan. Terkadang tanpa disadari, perlakukan tersebut dapat membuat rasa tidak nyaman, minder, dan menimbulkan rasa takut pada korban.
Untuk itu, kita harus saling bekerja sama untuk menyelesaikan masalah ini. Perlu adanya kerja sama antara pihak sekolah dengan orang tua siswa. Jika terdapat indikasi perundungan diharapkan agar melaporkan sesegera mungkin terutama jika terjadi di lingkungan sekolah.
Biasanya perlakuan perundungan yang dilakukan para pelajar berasal dari beberapa faktor:
1. Keluarga Bermasalah
Keluarga yang bermasalah dapat membuat anak kurang mendapat perhatian dan kasih sayang. Di sisi lain, anak-anak biasanya akan mempelajari perilaku kekerasan ketika mengamati konflik atau masalah yang terjadi pada orang tua mereka. Anak-anak tersebut kemudian menirukan dan dilampiaskan pada teman saat di sekolah atau saat bermain bersama.
Jika hal ini tidak ada konsekuensi atau perhatian dari orangtua atau pihak lain, si anak bisa saja merasa perbuatan tidak baik yang dilakukan adalah kewajaran. Jika terus dilakukan bisa menjadi kebiasaan yang buruk.
2. Lingkungan Sekolah
Sekolah yang sering mengabaikan tindak perundungan berskala kecil, tanpa disadari akan menjadi awal dari perilaku perundungan yang lebih parah. Akibatnya, anak-anak pelaku perundungan akan mendapatkan penguatan untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain.
3. Pengaruh Teman
Anak-anak ketika berada di sekolah atau di sekitar rumah akan menemukan teman sebaya yang kadang kala terdorong untuk melakukan perundungan untuk menunjukkan kekuatan. Dan beberapa anak melakukan perundungan tersebut dalam usaha untuk membuktikan diri agar bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun sebenarnya mereka merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.
4. Kondisi Lingkungan Sosial
Kondisi lingkungan sosial dapat pula menjadi penyebab timbulnya perilaku perundungan. Salah satu faktor lingkungan yang menyebabkan tindakan kekerasan adalah kemiskinan. Bisa jadi mereka yang hidup dalam kemiskinan akan selalu berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhannya, sehingga tidak heran jika di lingkungan sekolah sering terjadi pemalakan antarsiswa.
5. Tayangan Media
Televisi, media online, media sosial turut membentuk pola perilaku anak. Survei yang dilakukan salah satu media massa memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-adegan tayangan film yang dilihatnya. Umumnya anak-anak akan meniru gerak (64%) dan meniru kata-kata (43%) yang didengar.
Sebagai pendidik, tugas kita adalah membimbing anak-anak agar bisa saling menghargai, menghormati, dan menyayangi sesama manusia. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru dan orang tua di antaranya adalah sebagai berikut.
Pertama, menyampaikan pada anak-anak bahwa tindak perundungan adalah sebuah kriminal. Bagi siapa saja yang melakukan kekerasan pada orang lain pasti akan mendapat sanksi tegas, minal dari sekolah. Dengan demikian, anak-anak diharapkan akan jera untuk melakukan kekerasan lagi pada temannya.
Kedua, memberikan pengertian tentang tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori perundungan pada anak-anak secara gamblang dan mudah dipahami. Dengan pemahaman yang utuh, diharapkan anak tidak akan melakukannya, sehingga terciptalah lingkungan yang aman dan nyaman.
Ketiga, menanamkan nilai-nilai keagamaan dan moral yang baik sehingga anak-anak bisa saling menghargai dan menghormati. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk itu antara lain adalah mengajak sholat berjamaah, bersedekah, berinfak, puasa, bersholawat, atau membaca Al-Qur’an.
Keempat, memberikan pembelajaran ekstrakurikuler dalam satu minggu penuh. Sehingga anak tidak menggunakan waktu untuk hal-hal yang sia-sisa dan juga untuk menghambat pengaruh lingkungan luar yang tidak baik.
Kelima, senantiasa mengawasi dengan cara tepat. Sebagai contoh, guru dapat memposisikan diri sebagai teman sehingga anak percaya bahwa gurunya bisa dijadikan sebagai tempat berbagi cerita dalam menyelesaikan masalah.
Keenam, memberi contoh atau keteladanan yang baik. (*)
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.