Oleh Solvy Air Hati Ch.A
Guru di SMAN 1 Lempuing Jaya
Pernahkah kita yang berprofesi sebagai pendidik atau guru mengawali sebuah pembelajaran dengan pertanyaan, “Apa sebetulnya yang menjadikan sebuah pembelajaran dapat dikatakan sukses?”
Sebagian guru mengatakan bahwa pembelajaran yang sukses adalah sebuah pembelajaran yang menarik; ada yang mengatakan pembelajaran yang penting menerapkan konsep berdiferensiasi agar bisa dikatakan sukses sebab dengan konsep tersebut sebuah pembelajaran dianggap tidak membosankan; ataukah pembelajaran yang sukses itu yang dapat membekali kompetensi sosial emosional pada siswa?
Setiap pengajar mungkin memiliki definisi sendiri tentang pembelajaran yang sukses. Dan jika kita mau berpikir lebih dalam, tentu akan menemukan kejanggalan yang mungkin dapat terbaca oleh hati kita sendiri.
Saat ini, hampir di seluruh lembaga pendidikan formal di Indonesia menerapkan Kurikulum Merdeka belajar Memang saat ini kata-kata tersebut sedang membahana dan terus digaungkan oleh pemerintah. Sehingga seluruh lapisan jenjang pendidikan mulai dari PAUD hingga SMA dan yang sederajat berlomba untuk menggalakan penerapan kurikulum ini. Mulai Program Guru Penggerak, Platform Merdeka Belajar dan Aksi Nyata Guru Penggerak, seluruh disiapkan untuk menerapkan kurikulum tersebut.
Fenomena ini sangat menarik untuk disimak. Para guru, semua berkompetisi menciptakan pembelajaran yang betul-betul menyenangkan untuk siswa dengan inisiatif, kreasi, inovasi yang luar biasa.
Tidak ada yang salah, tetapi mungkin ada sesuatu yang mungkin terlena tidak terpikirkan; yaitu ketika didapati proses pembelajaran yang berlebihan, baik pada saat pembelajaran ekstra maupun intra. Misalnya adalah ketika tidak kesempatan bagi siswa untuk mengerjakan sholat berjamaah yang mana hal tersebut wajib bagi siswa yang beragama Islam.
Atau ketika seorang siswa yang beragama Hindu tidak dapat merayakan hari-hari besar mereka seperti Galungan atau Kuningan karena harus mengikuti pembelajaran di sekolah karena khawatir tertinggal dari sebuah pembelajaran. Mungkin ada pula siswa saat Minggu tiba tidak dapat mengikuti sebuah Misa bagi yang beragama Nasrani karena harus mengikuti latihan Paskibra.
Faktanya adalah kita masih sering menemukan kelas ketika waktu sholat berjamaah sudah tiba, mereka masih dalam pembelajaran di kelas. Lebih parah lagi ketika murid asyik melakukan pembelajaran sendiri di kelas sementara itu gurunya sendiri juga asik melakukan pengembangan diri di ruang lain via aplikasi Zoom yang menurutnya untuk meningkatkan kompetensi diri.
Belajar memang baik, tapi tak selayaknya hal-hal lain yang baik terlewatkan karena proses belajar di kelas. Contohnya, bagaimana jika kebiasaan baik seperti sholat fardu berjamaah sering ditinggalkan di sekolah sehingga membudaya dan dalam waktu yang lama. Hal yang wajib tersebut lama-kelamaan akan terbiasa tertunda atau bahkan ditinggalkan sama sekali. Hal ini dapat menjadi sebab menghiraukan ibadah-ibadah yang lain terlebih yang bersifat wajib, demi mengikuti yang katanya karena asyik belajar.
Dengan demikian apakah pembelajaran yang kita lakukan dapat dikatakan sukses, apabila pembelajaran tersebut tidak dapat mendekatkan jiwa pada Sang Pencipta. Nilai-nilai pembelajaran yang bersifat kerohanian juga harus diperhatikan agar pembelajaran dapat dikatakan sukses. Doa bersama seharusnya tidak hanya dilakukan di awal pembelajaran mata pelajaran tertentu atau di akhir. Meskipun hal tersebut tentu saja sangat baik.
Kita bersama murid seharusnya dapat merasakan rasa syukur dengan menyebut asma Sang Pencipta untuk mendapat keberkahan dalam belajar. Dan itu dapat dilakukan di beberapa waktu tertentu.
Di setiap konteks kegiatan pembelajaran ala Kurikulum Merdeka sebenarnya sudah tertuang dan tercanang dengan jelas terkait pendidikan rohani ini. Misalnya dalam dimensi Profil Pelajar Pancasila dikatakan pada poin pertama tentang Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pun dalam Dasa Darma Pramuka juga disebutkan untuk takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Alangkah indahnya jika kita mencanangkan di setiap proses pembelajaran dengan memperhatikan waktu wajib beribadah bagi setiap siswa. Alangkah indahnya jika siratan ungkapan syukur dalam proses pembelajaran selalu ditanamkan kepada siswa untuk yang Kuasa. Semua itu untuk memaknai kegiatan pembelajaran, sehingga tidak hanya mencapai ketercapaian materi pembelajaran.
Pasalnya ketakwaan juga tak kalah penting karena merupakan tombak suksesnya kehidupan di dunia dan di kehidupan berikutnya. Oleh sebab itu, hendaknya kita menjadi garda terdepan dari setiap proses pembelajaran untuk terwujudnya kesuksesan yang hakiki yaitu mencapai keselamatan dan kebahagian dunia dan akhirat. Inilah yang menjadi harapan utama dalam sistem pendidikan.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.