Kisah Ujian Praktik IPA yang Asyik di Masa Pandemi

- Editor

Selasa, 6 April 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ditulis oleh Ganggiwati, S.Pd.

Guru di SMP Negeri 2 Sawangan, Kabupaten Magelang

Mata pelajaran IPA yang mengutamakan proses  bukan hasil untuk pembelajarannya tetap harus melaksanakan ujian praktik bagi peserta didiknya di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini. Mata pelajaran IPA tentunya memiliki banyak masalah ketika pembelajaran harus dilakukan secara daring karena proses pembelajaran IPA yang saat pembelajaran tatap muka banyak dilakukan di laboratorium. 

Saya mengajar di salah satu sekolah yang terletak di lereng Gunung Merapi dan Merbabu, tepatnya di SMP Negeri 2 Sawangan yang mayoritas peserta didiknya berasal dari daerah setempat. Jika ditinjau dari latar belakang sosial ekonomi orangtua, banyak siswa yang mengalami kendala dalam pembelajaran daring di mana banyak yang tidak tinggal bersama orang tua dan hanya memiliki satu ponsel.

Terobosan baru dengan blended learning harus dilakukan, karena dengan hanya mengandalkan daring saja tidak mungkin. Apalagi  kalau harus dengan media video tentunya akan terkendala dengan kuota internet dan terdapat 11 mata pelajaran yang diujikan bersama dalam satu minggu. 

Ujian praktik IPA yang rencana awal akan dilaksanakan di sekolah dengan menggunakan alat di laboratorium secara berkelompok. Namun dibatalkan  karena kami harus mentaati aturan dari dinas yang belum mengizinkan dilaksanakan pembelajaran tatap muka. 

Penyikapan Ujian saat Pandemi

Kegiatan ujian diawali dengan sosialisasi POS Ujian Sekolah termasuk mata pelajaran IPA yang dalam praktiknya kami mengambil KD 4.1, untuk menyajikan hasil percobaan tentang getaran, gelombang, atau bunyi. 

Untuk melaksanakan hal tersebut memerlukan menggunakan statif, namun juga bisa menggunakan bahan dan alat yang mudah ditemukan di sekitar tempat tinggal peserta didik. Di luar dugaan yang dalam LKPD  kami hanya meminta untuk menggunakan apa yang ada dan tidak perlu membuat, ternyata yang saya temukan anak begitu antusias membuat alat statif dengan kreativitas yang beraneka macam. Sungguh ini di luar pemikiran kami dari awal. Tentunya apa yang sudah dilakukan peserta didik yang rata- rata dari daerah pegunungan patut mendapat apresiasi.

Setelah siswa mengambil LKPD, saya berikan arahan untuk melaksanakan praktik  sekitar 5- 10 menit. Kemudian saya minta untuk memfoto saat mereka praktik. Beberapa peserta didik langsung setelah waktu praktik bermunculan  mengirim foto dengan seragam sekolahnya saat melaksanakan praktik mandiri di rumahnya dengan alat yang sederhana namun benar- benar statif. Demikian juga dengan laporan yang sudah dibuat dari hasil praktik yang baru saja dilaksanakan. 

Kami selaku guru merasa sangat bangga dengan apa yang sudah dilakukan peserta didik. Akhirnya beberapa peserta didik yang sudah mengirimkan foto, kami share ke kelas untuk kami jadikan sebagai bentuk apresiasi sekaligus sebagai motivasi bagi teman- temannya yang belum selesai melaksanakan. 

Ini adalah momen yang tak terlupakan karena baru tahun ini dilaksanakan ujian praktik IPA sepanjang 35 tahun saya mengajar.

Antusiasme yang begitu tinggi dengan mata pelajaran IPA yang ditandai dengan respon yang begitu luar biasa. Hal itu menjadikan kami selaku guru IPA tidak boleh hanya berhenti di situ saja dengan menerima hasil pekerjaan ujian praktik peserta didik dalam bentuk foto saja. Laporan hasil praktik dan alatnya pun dikumpulkan di sekolah satu minggu kemudian. 

Cara seperti ini bisa menjadi pemahaman yang bagus untuk mata pelajaran IPA, khususnya tentang getaran yang diperoleh peserta didik melalui praktik langsung dengan membuat alatnya sekaligus. Ini merupakan pembelajaran yang seru di mana mengutamakan proses membangun pengetahuan melalui praktik ketika pengajaran tidak dapat dilakukan secara tatap muka. (*)

 

Editor: Moh. Haris Suhud, S.S. 

Berita Terkait

Chat GPT: Menguntungkan atau Merugikan Guru?
Mission Service Learning sebagai Pilihan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila pada Jenjang Sekolah Dasar
Pentingnya Komunitas Belajar bagi Guru di Satuan Pendidikan
Penguatan Kemampuan Literasi untuk Menyiapkan Generasi Gemilang 2045
Undang-Undang Perlindungan Anak dan Dilema dalam Pembentukan Karakter Disiplin Peserta Didik
Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak untuk Mensuksekan Kurikulum Merdeka
Penerapan Student Lead Conference untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Peserta Didik
Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal yang Masih Minim
Berita ini 11 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 4 September 2024 - 10:05 WIB

Chat GPT: Menguntungkan atau Merugikan Guru?

Kamis, 15 Agustus 2024 - 23:11 WIB

Mission Service Learning sebagai Pilihan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila pada Jenjang Sekolah Dasar

Kamis, 15 Agustus 2024 - 22:44 WIB

Pentingnya Komunitas Belajar bagi Guru di Satuan Pendidikan

Rabu, 14 Agustus 2024 - 14:52 WIB

Penguatan Kemampuan Literasi untuk Menyiapkan Generasi Gemilang 2045

Selasa, 13 Agustus 2024 - 21:42 WIB

Undang-Undang Perlindungan Anak dan Dilema dalam Pembentukan Karakter Disiplin Peserta Didik

Berita Terbaru

Kurikulum Pendidikan

Ramai Diperbincangkan Deep Learning, Akan Gantikan Kurikulum Merdeka?

Rabu, 13 Nov 2024 - 11:51 WIB

Unduh Sertifikat Pendidikan 32 JP Gratis