Kisah Perjalanan Menjadi Guru: Nani Dianti

- Editor

Rabu, 14 September 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Nani Dianti, S.Pd. 

Guru di SDN 1 Taman Agung

 

Setelah pengumuman kelulusan, akupun layaknya para pelajar lainnya, mempunyai asa yang membumbung tinggi, memiliki impian yang indah. Namun tak selamanya bunga berdaun rimbun, dan tak semuanya impian berbuah manis. Aku harus menyadari bahwa bisa lulus dari pondok pesantren pun adalah sesuatu yang besar.

Orang tuaku bukan keluarga berada, “Cuma modal nekat, Nak. Ayah dan Emak bisa memasukkan kamu ke pondok pesantren.“ begitu kata Ayah.  

Ya, aku paham akan kondisi keluargaku. Bagaimana bisa aku menuntut sesuatu, kalau tangisan orang tuaku saat berdo’a pada Allah lebih memilukan? Aku tak pernah bisa berucap bahwa seragam sekolahku tidak layak—seringkali hanya mendapat bekas dari sanak saudara yang asalkan warnanya sama saja; terkadang beda dengan teman-temanku; aku tak pernah bisa menyampaikan bahwa seragamku sudah kependekan; aku tak pernah tidak tega menyampaikan kebutuhannku. Lisan ini terasa kelu dan semua kupendam dalam diam dengan kerelaan yang sangat dalam. 

Aku yakin andai orang tuaku mampu, apa saja akan diberikan untuk buah hatinya. Di tengah keterbatasan itu, aku tetap harus fokus menimba ilmu sebaik mungkin, memberikan kabar bahagia bahwa aku bisa lulus menjadi santri yang didamba.  

Usai kelulusan dari pesantren, untuk kesekian kalinya aku harus menerima kenyataan bahwa aku tak sanggup meminta untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Cukup kusimpan dalam alam khayalan keinginan mendapat gelar sarjana Sastra Indonesia atau Sastra Inggris. 

Sebagai manusia biasa tentu saja ini adalah kenyataan yang menyedihkan. Namun lagi-lagi aku berujar pada diri sendiri bahwa selalu ada satu rahasia yang tak pernah aku ketahui, pasti akan ada satu hikmah luar biasa indah di balik penderitaan ini.

Pada akhirnya, aku pun mengawali karier di dunia pendidikan dengan menjadi guru honorer di MTS dan MI swasta untuk mengajar pelajaran Bahasa Arab. Aku meniatkan pekerjaanku sebagai pengabdian yang tulus. Jika materi yang aku harapkan, aku salah besar sebab memang tidak ada gaji. Aku hanya menerima insentif kala itu 6 bulan sekali yang nominalnya hanya berkisar kurang lebih 75 ribu per bulan. 

Mungkin bagi kebanyakan orang akan mencibir, bisa makan apa dengan pendapatan segitu? Akan tetapi bagiku itu sudah biasa sebab selama di pesantren sudah ditempa untuk memprioritaskan mengamalkan ilmu setulus hati. 

Setahun kemudian, kakak pertamaku menawari untuk menjadi guru honorer di SD Negeri yang tidak jauh dari tempat tinggalku. Aku diminta untuk mengampu pelajaran Bahasa Daerah Lampung dan Bahasa Inggris. Aku pun menerimanya.  

Selanjutnya, kakak membuka jalan terang dalam perjalanan hidupku, berharap ada satu bintang yang menjadi satu titik harapan bagi seorang guru honorer. Ia mengajakku untuk kuliah di UT jurusan PGSD agar nantinya bisa menjadi Wali Kelas. Dan siapa tahu jika ada rezeki bisa menjadi ASN di kemudian hari. Aku pun seperti yang lalu, mengiyakan masukan dan motivasi positif untukku tersebut. 

Waktu terus berlalu, kesempatan untuk menjadi ASN itu memang ada. Namun faktanya setiap kesempatan itu datang, aku tak kunjung lulus menjadi ASN padahal aku sangat menggebu-gebu untuk mencapainya. Sebenarnya bukannya aku ingin hidup mewah, namun ada satu kerinduan orang tua yang ingin kupenuhi.  Orang tuaku pun tidak ingin menikmati kemewahan dunia, namun mereka ingin sekali ke pergi ke Tanah Suci. 

Andai aku lulus dan menjadi ASN, aku ingin air mata perjuangan ini itu menjadi air mata bahagia. Namun semuanya tak kunjung jua tiba. Sampai-sampai aku mencurahkan suara hatiku pada seorang kerabat. Ia memberikan saran tidak perlu cemas, ia percaya bahwa aku akan sampai pada muara terindah itu. Ibarat sebuah perjalanan asal aku konsisten, pasti aku sampai. Ibarat seorang masinis, aku hanyalah pejalan yang sangat lambat.”

Konon ada oknum yang menawarkan jasa untuk menjadi ASN secara kilat asalkan ada imbalan jasa yang setimpal. Dan entahlah, aku enggan berprasangka yang tidak-tidak dan lebih memilih untuk bersabar. 

Sampai pada akhirnya pemerintah mengadakan serangkaian kegiatan terkait nasib kami para guru Kategori-2. Dimulai dari pemberkasan berkas dan kami mendapat berita gembira. Guru honorer di tempat tugas kami, seluruhnya lulus pemberkasan. Selanjutnya ada tes tulis, yang kemudian hanya aku dan seorang teman lainnya yang dinyatakan lulus menjadi CASN sedangkan tiga orang rekan lainnya tidak lulus. Ini tentu saja menjadi berita gembira namun juga menyesakkan dada karena kami berlima dari awal berjuang bersama. Dilema sungguh, apakah aku akan menyiarkan ungkapan syukur ini, namun ada hati yang tersakiti. Aku sungguh tak mampu mengungkapkannya.

Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!

Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.

Berita Terkait

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka
Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 
Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan
Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan
Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan
Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 
Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua
Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan
Berita ini 59 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 20 Februari 2024 - 10:35 WIB

Memaksimalkan ChatGPT untuk Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka

Senin, 19 Februari 2024 - 15:20 WIB

Dampak Positif Kecerdasan Buatan untuk Pendidikan di Indonesia 

Jumat, 16 Februari 2024 - 09:32 WIB

Menggali Potensi Kecerdasan Buatan dan Etika Penerapannya di Dunia Pendidikan

Selasa, 13 Februari 2024 - 10:50 WIB

Kecerdasan Buatan yang Mengguncang Dunia Pendidikan

Selasa, 6 Februari 2024 - 10:35 WIB

Geogebra Media Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan

Senin, 5 Februari 2024 - 10:27 WIB

Apakah  Sosok Guru Akan Tergantikan oleh Teknologi AI? 

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:55 WIB

Kehadiran ChatGPT dalam Dunia Pendidikan, Bagai  Pedang Bermata Dua

Sabtu, 3 Februari 2024 - 15:20 WIB

Keajaiban Kecerdasan Buatan (AI) yang Mampu Merevolusi Dunia Pendidikan

Berita Terbaru