Oleh: Nasrah, S.Pd.I., Gr.
Guru di SMP Negeri 8 Palopo
Zona nyaman sering disebut sebagai biang kerok mandeknya inovasi, kreatifitas, dan keberanian menghadapi tantangan baru. Salah satu pakar Behavioural Psychology, Alasdair A. K. White mengatakan, zona nyaman adalah sebuah keadaan di mana seseorang merasa terbiasa dan nyaman karena mampu mengontrol lingkungannya. Dalam keadaan ini, orang tersebut jarang merasa gelisah dan jarang mengalami tekanan yang mengakibatkan stress. Zona nyaman itu sesungguhnya adalah jeruji besi yang membatasi ruang adaptasi dan mengebiri kreasi serta inovasi.
Zona nyaman identik dengan dunia rebahan, scrolling gadget, bersantai ria, cuek, tak mau pusing, merasa diri sudah cukup, merasa cita-cita sudah tercapai, sedikit tantangan, risiko, dan lelah. Padahal melakukan sesuatu yang membuat tidak nyaman dan penuh tantangan akan membuat diri kita lebih baik, lebih maju, lebih berkembang, dan memaksimalkan potensi diri.
Seperti yang diungkapkan oleh Dr. Tom Denham, “Mungkin di awal akan terasa berat keluar dari zona nyaman kita, namun kita butuh dan diharuskan untuk keluar atau memperluas dari zona nyaman kita saat ini, agar kita dapat menjadi individu yang senantiasa terus bertumbuh dan berkembang.”
Ketika kita terus berada di zona nyaman, menikmati rutinitas yang monoton, tidak ada tantangan, tidak ada tekanan, berpikir keras, dan belajar, maka hal ini dapat ‘membahayakan’ diri kita. Ibaratnya sebuah lingkaran dan kita berada di dalamnya, ketika lingkaran itu semakin mengecil akan ‘membahayakan’. Dalam artian kita terkurung di zona nyaman yang mana potensi di zona itu sudah tidak relevan dengan keadaan zaman.
Ketika kita menuruti dan memprioritaskan kenyamanan maka kehidupan akan stagnan, kemampuan kita hanya itu-itu saja, tidak terjadi perkembangan yang dapat memaksimalkan potensi diri yang mana potensi itu tentunya sangat dibutuhkan sebagai seorang pendidik. Sebab, saat ini guru berhadapan dengan generasi Z dan Alpha. Saat ini kita berhadapan dengan generasi abad 21 yang semakin ke depan akan semakin berkembang sehingga membutuhkan guru-guru yang senantiasa meng-update diri.
Berada di zona nyaman memang menyenangkan, dengan artian tantangan, kesulitan, stres, dan tekanan dapat dikontrol dengan mudah. Namun tentu hal tersebut tidak akan membuat perubahan dalam diri serta anak didik kita. Kehidupan menjadi stagnan, membosankan, dan begitu-begitu saja, serta tidak ada semangat yang bisa ditularkan kepada anak didik kita.
Adapun hal-hal di luar zona nyaman seperti, olahraga, baca buku, belajar teknologi, Webinar, mengikuti pelatihan-pelatihan untuk pengembangan potensi, ataupun hal-hal lain di luar kebiasaan mungkin cukup melelahkan. Namun tentu saja hal tersebut dapat memberikan keuntungan bagi pelakunya.
Imam Al Ghazali menggambarkan keadaan seseorang dalam tiga hal; beruntung, merugi, dan celaka. “Barang siapa yang keadaan harinya lebih baik daripada hari kemarin maka dia beruntung, dan barangsiapa yang keadaan harinya sama dengan hari kemarin maka dia merugi, dan barang siapa yang keadaan harinya lebih buruk daripada hari kemarin maka dia celaka.”
Nah, tentunya kita tidak ingin berada dalam kategori manusia yang merugi apalagi celaka bukan? Oleh sebab itu, kita perlu keluar dari zona nyaman dan melakuan hal-hal baru yang dapat mengembangkan potensi diri kita sebagai pendidik.
Guru Kreatif dan Inovatif
Guru merupakan titik sentral dalam praktik pendidikan. Sebagai ujung tombak di lapangan, tersemat tugas mulia sebagai seorang profesional dalam menjalankan tugas kependidikan. Guru merupakan garda terdepan dalam dunia pendidikan, baik buruknya dunia pendidikan sangat tergantung pada kualitas yang kita miliki. Oleh karena itu, kita selaku guru harus selalu meningkatkan kompetensi agar pendidikan semakin berkualitas.
Tetapi pada kenyataannya banyak guru-guru yang enggan untuk mengembangkan potensi diri, mereka terkurung di dalam zona nyaman. Mereka beranggapan bahwa keadaan saya saat ini sudah cukup, cita-cita saya sudah tercapai, pengetahuannya sudah memadai. Padahal ilmu pengetahuan itu sangat luas dan sebagai seorang muslim, kita pun diperintahkan untuk belajar sampai akhir hayat. Jadi tak boleh ada kata sudah terlambat, sudah tua, sudah tak mampu lagi, sudah mau pensiun, dan sebagainya. Tetapi harus bertekad, bersemangat, dan berusaha melakukan yang terbaik dan nantinya semangat tersebut dapat pula ditularkan kepada anak didik kita.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kreatif memiliki arti daya cipta; memiliki kemampuan untuk menciptakan; bersifat (mengandung) daya cipta. Sedang inovatif adalah bersifat memperkenalkan sesuatu yang baru; bersifat pembaruan (kreasi baru). Jadi, guru kreatif dan inovatif adalah guru yang mampu menciptakan kegiatan pembelajaran dan suasana dalam proses pembelajaran menjadi menyenangkan dengan berbagai cara yang bervariasi dan dapat melibatkan siswa secara langsung.
Guru kreatif mengembangkan sesuatu yang sudah ada dengan cara memvariasikan yang sudah ada, bisa jadi memvariasikan suaranya, cara mengajarnya, tempat duduk siswa, medianya, cara mengajarnya, memvariasikan apa yang ada, dan seterusnya. Guru kreatif ini akan disukai oleh anak karena cara-caranya dikemas dengan bagus, sehingga peserta didik tidak bosan. Apa yang dilakukan hari ini berbeda dengan kemarin, kreatif ketika memberi tugas siswa, kreatif dalam menulis, atau dalam menggayakan sesuatu.
Sedangkan guru inovatif adalah mereka yang mampu menemukan sesuatu, berani mencoba langkah-langkah baru, strategi baru dengan caranya sendiri yang kemudian diuji coba dan diperbaiki. Inovasi sendiri merupakan sebuah temuan baru baik dalam bentuk ide, barang atau jasa yang berbeda dari sebelumnya dalam lingkungan tertentu, dalam arti kreasi, dimensi dan penampilannya.
Cara Menjadi Guru Kreatif dan Inovatif
Kreatif dan inovatif ini bukan bawaan lahir pada setiap diri manusia, tetapi sesuatu yang dapat dilahirkan dan diupayakan. Lalu sekarang, bagaimana cara untuk menjadi guru kreatif dan inovatif?
Pertama, selalu siap belajar. Tak dapat dipungkiri bahwa saat ini anak-anak jauh lebih pandai dalam hal penggunaan teknologi (IT). Namun, guru tak boleh ketinggalan, guru harus tetap belajar IT karena siap menjadi guru berarti siap untuk belajar, siap update keilmuan, guru harus belajar walau sudah mengajar. IT termasuk salah satu hal yang harus dikuasai oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga menjadi suatu keniscayaan untuk terampil menggunakannya.
Kedua, berani keluar dari zona nyaman. Jika selama ini seorang guru merasa bahwa tanpa melakukan kreativitas dan inovasi apapun pembelajaran sudah dapat berjalan, pandangan seperti ini harus diubah. Mindset seperti ini harus dibuang karena tidak akan membuat seseorang berpikiran maju. Jika terus dipelihara, maka proses pembelajaran akan membosankan dan siswa tidak tertarik untuk mengikutinya. Pada akhirnya kualitas pembelajaran tidak maksimal.
Nah, apakah kita ingin menjadi guru yang kreatif dan inovatif ataukah cukup menjadi guru yang biasa saja?
Saat ini sudah banyak platform berbasis website yang mengadakan diklat-diklat yang dapat menunjang peningkatan kompetensi guru baik di bidang pengetahuan maupun teknologi. Tinggal kita yang menentukan apakah ingin mengambil bagian dan mengaktifkan diri serta menjadi guru yang kreatif dan inovatif ataukah cukup menjadi guru yang biasa saja. Jika bertekad untuk menjadi guru yang luar biasa, tentunya harus berani keluar dari zona nyaman dan mencari hal-hal baru untuk meningkatkan kompetensi sebagai guru. Tujuan akhirnya adalah peningkatan mutu peserta didik. Sebab hanya dengan bekal yang cukup, kita mampu mengantarkan peserta didik ke pintu kesuksesan.
Mengajar di Abad 21
Keberhasilan belajar mengajar ditentukan oleh kemampuan profesional dan pribadi guru yang memesona, di mana guru mampu menyajikan konten pembelajaran secara runtut, manantang, dan menginspirasi peserta didik untuk belajar. Guru profesional hendaknya mengusahakan gagasan kreatif dan inovatif dalam melakukan serangkaian pengembangan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi abad 21 telah mengubah karakteristik peserta didik sehingga memerlukan orientasi dan cara pembelajaran yang inovatif. Penyesuaian peran guru perlu dilakukan, utamanya karena adanya perubahan karakteristik peserta didik dari Generasi Milenial menjadi karakteristik Generasi Z.
Kehadiran guru dalam pembelajaran di abad ini sangat diperlukan untuk menjamin terjadinya proses pembelajaran yang bermakna, berkarakter, dan memiliki orientasi pengembangan keterampilan-keterampilan penting yang sesuai dengan zaman.
Kurikulum Merdeka—sebuah kurikulum yang berlaku saat ini—mengharuskan guru mengaplikasikan teknologi. Sayang sekali jika masih ada guru yang merasa tidak mampu menggunakan teknologi. Padahal mereka belum mencoba, belum berusaha secara maksimal. Minat dan semangat yang kurang yang umumnya menyebabkan mereka tetap terpenjara di dalam zona nyaman. Padahal harus dipahami bahwa penguasaan teknologi adalah keharusan bagi guru masa kini.
Apalagi bagi guru yang saat ini mengajar di kelas Generasi Z, sangat wajib hukumnya untuk memahami dan memiliki keterampilan era digital. Generasi Z secara alamiah mereka adalah generasi modern yang memerlukan cara belajar berbeda. Generasi Z ini memerlukan tugas-tugas dan atau aktivitas pembelajaran yang bervariasi. Umumnya mereka yang merupakan generasi Z disebut juga sebagai iGeneration atau generasi internet atau generasi net. Mereka selalu terhubung dengan dunia maya dan dapat melakukan segala sesuatunya dengan menggunakan kecanggihan teknologi yang ada.
Jika guru terus menerus berada dalam zona nyaman maka akan tentunya merugikan peserta didik, pembelajaran menjadi monoton, tidak menarik. Ibaratnya kita bermimpi untuk menjadi guru yang sukses tetapi ketika ada kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, kita tidak mau mengambil bagian dan mengaktifkan diri.
Karena itu, dobraklah zona nyaman yang ada. Keluarlah dari kungkungan zona itu untuk meraih mimpi bersama anak didik kita. Langkahkan kaki, abaikan ketakutan, dan kekhawatiran yang mengikat diri yang menghalangi perkembangan potensi diri. Teruslah belajar, jangan pernah merasa cukup dengan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki. Jangan puas dengan keadaan yang biasa-biasa saja. Kembangkan diri karena zaman terus berkembang, anak didik butuh pendidikan sesuai zamannya. Guru harus belajar walau sudah mengajar.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.