Istilah Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini menjadi populer di dunia Pendidikan Indonesia sejak Maret 2020 terutama di kota-kota yang terkena dampakpandemi Covid-19. Walaupun sebenarnya istilah PJJ sudah ada sejak tahun 2003. Dalam UU nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan PJJ adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi dan media lain.
Wabah Covid-19 telah memaksa berbagai aktivitas dilakukan dari rumah. Virus ini menyebar dengan perantara dari manusia ke manusia, dengan pertumbuhan yang cepat. Informasi dari laman satgas Covid-19, per tanggal 20 Maret 2021 diperoleh peta sebaran Covid–19 sebagai berikut:
Karena penyebaran virus dari manusia ke manusia apabila berinteraksi langsung, maka untuk pemutusan penyebarannya kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas ditutup dan diganti dengan PJJ.
Sebelum pandemi, guru dan peserta didik datang ke sekolah bertemu dan belajar mengajar di ruang kelas maupun diluar ruang kelas. Namun, setelah pandemi merebak guru harus mengajar dari rumah saja. Tidak ada persiapan bagi guru dalam melaksanakan PJJ ini. Tidak jauh berbeda dengan guru, peserta didik juga tidak ada persiapan menghadapi PJJ yang tiba-tiba. Demikian juga dengan pihak sekolah. Setelah perintah menutup sekolah, manajemen sekolah belum memiliki program PJJ. Penerapan PJJ ini memang di luar dugaan.
Pada umumnya PJJ di sekolah-sekolah yang berada di kota besar seperti Jakarta, dilaksanakan dengan terjadwal oleh sekolah masing-masing dengan metode daring atau online. Setiap pagi pukul 06.30 WIB sampai 07.00 WIB, guru menyapa dan mengingatkan peserta didik supaya bersiap-siap, memakai seragam, periksa kuota internet, menyiapkan semua alat belajar dan mengisi presensi kehadiran di form, kemudian dilanjutkan PJJ sampai pukul 12.00 WIB. Semuanya dilaksanakan lewat internet.
Awalnya, komunikasi guru dan peserta didik adalah lewat media WhatsApp dalam grup. Sebenarnya guru tidak bisa memastikan semua peserta didiknya sudah siap atau belum untuk mengikuti pelajaran. Sebab peserta didik hanya menjawab di grup atau mengirim foto absen. Setelah itu guru tidak tahu peserta didiknya belajar atau tidak di rumahnya.
Bersama dengan berjalannya waktu, guru mulai memanfaatkan aplikasi pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang lebih beragam, baik untuk mengirim dan menerima informasi maupun untuk komunikasi. Berbagai aplikasi untuk pembelajaran dapat diperoleh dari playstore baik yang gratis maupun yang berbayar atau yang ditawarkan langsung dari para pengembang aplikasi ke sekolah, seperti Google Suite, Microsoft Teams dan Zoom.
Kesuksesan guru mengajar dan peserta didik dalam pembelajaran jarak jauh, ditentukan oleh bagaimana kondisi lingkungan guru dan peserta didik tersebut. Suasana rumah dan lingkungan sekitar, perangkat pendukung, dan kestabilan jaringan internet sangat menentukan keberhasilan mencapai tujuan pembelajaran.
Kejenuhan dalam PJJ
Faktor-faktor kejenuhan yang mempengaruhi belajar peserta didik dapat dibedakan atas tiga macam yaitu, faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar. Ketiga faktor tersebut dalam banyak hal saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain.
Faktor internal dari dalam diri peserta didik itu sendiri adalah aspek kesehatan fisik dan kondisi psikologis. Peserta didik yang bersemangat dan optimis dalam belajar, adalah anak yang dapat mengatasi tantangan PJJ. Peserta didik seperti ini memiliki kondisi internal yang baik. Dari segi psikologis peserta didik ini adalah anak yang mampu beradaptasi. Bagi peserta didik yang mampu beradaptasi dengan kondisi, maka model pembelajaran yang diterapkan guru dapat diikuti dengan baik dan antusias.
Sebaliknya peserta didik yang pesimis dan mengeluh, memiliki kecenderungan mengalami kejenuhan dalam PJJ. Untuk itu, dibutuhkan pendampingan dan semangat dari faktor eksternal. Namun, jika faktor eksternal tidak mendukung, yang terjadi adalah anak semakin terpuruk dan frustrasi. Dari pihak sekolah, guru dan wali kelas dapat melakukan pendampingan, membantu anak supaya dapat beradaptasi dengan kondisi.
Begitu juga model belajar yang diterapkan guru bisa menjadi faktor kejenuhan dalam PJJ. Peserta didik harus paham dengan model belajar yang tepat untuk dirinya, hal ini dapat dinegosiasikan dengan gurunya. Guru dan peserta didik boleh mencari jalan tengah tentang model belajar yang tepat untuk diterapkan dalam KBM mereka. Bagaimanapun tiap-tiap individu memiliki keunikan dalam hal cara belajar, namun harus ditemukan jalan tengah.
Kondisi tersulit adalah jika kejenuhan belajar itu bersumber dari internal peserta didik, di mana kejenuhan membawa frustrasi pada diri peserta didik. Dia sudah tidak mau lagi PJJ. Di masa pandemi seperti sekarang ini, kondisi tersebut sulit dibantu secara langsung karena kegiatan belajar dan mengajar hanya dilakukan di rumah saja.
Guru dan peserta didik khususnya jenjang SMP, SMA dan SMK dapat mengurangi kejenuhan dalam PJJ dengan berkomunikasi dua arah yang baik. Peserta didik dapat berkonsultasi dengan bapak atau ibu guru di sekolah dan orangtua di rumah. Anak juga perlu mencari kesepakatan dengan orang tua perihal waktu jika diminta untuk membantu pekerjaan orangtua.
Ditulis oleh: Rusmala Nainggolan, guru di SMAN 109 Jakarta