Indah Wulandari: Terinspirasi dari Ibu, Ujian Hidup Tak Hentikan Langkah untuk Meraih Mimpi Jadi Guru

- Editor

Jumat, 20 Januari 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Indah Wulandari, S.Pd., M.Pd. 

Guru SMPN 1 Leuwisadeng

 

Saya menjadi guru karena terinspirasi oleh ibu saya yang merupakan seorang guru di Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Bogor. Sehingga setelah menamatkan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Negeri, saya melanjutkan ke Sekolah Pendidikan Guru Negeri di Kota Bogor dan berakhir kuliah di IKIP Jakarta.

Sekolah pendidikan guru waktu itu bukan pilihan favorit karena di kalangan remaja profesi guru dianggap kurang bergengsi. Dan faktanya memang demikian bahwa siapapun yang menjalani profesi guru hanya mendapatkan gaji yang sangat kecil, apalagi ketika menjadi guru honorer.

Namun cibiran dan ejekan tidak membuat saya berhenti untuk melangkah untuk menjadi guru,  tidak membuat saya minder, bahkan jalan saya ambil ini menjadi kebanggaan. Menurut saya guru adalah sosok yang mampu mengubah perilaku seseorang dari yang kurang baik menjadi lebih baik.

Pada akhirnya, lebih dari 15 tahun saya menjalani profesi sebagai guru honorer. Setamat dari kuliah, sering keluar masuk mengajar di sekolah-sekolah swasta. Hal yang membuat saya sering pindah dari satu sekolah ke sekolah yang lain sebenarnya bukan karena masalah honor yang kecil tapi saya membutuhkan suasana nyaman untuk bekerja sebagai guru. Sehingga dengan begitu kegiatan mengajar akan menjadi lebih menyenangkan. 

Setelah puluhan tahun menjadi guru honorer, akhirnya mendapat SK menjadi guru bantu atau guru kontrak di sebuah SMPN Parungpanjang, Kabupaten Bogor—wilayah paling ujung Barat berbatasan dengan Tangerang dan Jakarta.

Perjuangan menjadi Guru Bantu (GB) merupakan titik cerah selama saya menjadi guru waktu itu, dengan honor yang saya terima cukup menutupi biaya transportasi menuju ke sekolah setiap hari. 

Selama 6 bulan saya menjadi guru bantu yang penuh dengan suka cita yang tak akan terlupakan. Untuk sampai di sekolah, perjalanan dari rumah membutuhkan waktu sekitar dua jam; harus melewati kepulan debu sepanjang perjalanan karena di sekitar sekolah ada pabrik batu yang tentu saja saat musim kemarau bisa membuat sesak dada. Debu-debu itu seringkali tertiup angin dan membuatnya beterbangan di udara sehingga warna pohon-pohon di pinggir-pinggir jalan pun berubah menjadi cokelat karena debu.

Ketika saya sedang menikmati menjadi guru bantu, kebetulan ada pendaftaran menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan alhamdulillah saya lulus. Momen saat menerima kabar kelulusan tersebut masih teringkat hingga sekarang. Waktu itu, informasi kelulusan saya dapatkan dari adik setelah ia membaca surat kabar Radar Bogor. Katanya, nama saya tercantum sebagai calon PNS. 

Tak percaya begitu saja, ada keraguan setelah menerima kabar tersebut. Sebab, saya sudah sering ikut tes seleksi pendaftaran CPNS namun selalu berakhir dengan kekecewaan karena tidak lulus. Tapi setelah saya cek, ternyata kabar tersebut benar adanya. 

Sayangnya, momen kegembiraan tersebut tak bisa saya nikmati dalam waktu lama. Tak lama setelah dinyatakan lulus dan diterima menjadi PNS, datang sebuah ujian yaitu bayi yang saya kandung meninggal ketika usia kandungan saat itu menginjak enam bulan. Diduga penyebabnya adalah beratnya perjalanan dari rumah ke sekolah setiap hari. 

Saya harus menahan perihnya pendarahan akibat keguguran dan rasa sakit yang luar biasa di sekujur tubuh. Sungguh ujian ini sangat berat tapi saya selalu yakin bahwa ada rencana Allah yang lebih baik di balik semua itu. Ketika saya dapat melewati semua ini, yang pasti saya akan menjadi pribadi yang lebih kuat dan ikhlas.

Ketika menjadi guru bantu, saya mengajar mata pelajaran Basa Sunda yang merupakan Mulok (Muatan Lokal) wajib di Jawa Barat dengan tujuan agar lestari budaya Sunda termasuk penggunaan dan pemahaman Bahasa Sunda. 

Sungguh diperlukan sosok guru dengan telaten dan sabar untuk mengajarkan mata pelajaran  Bahasa Sunda pada siswa. Apalagi  Sekolah Menengah Pertama (SMP) Parungpanjang tempat saya mengajar sebagai guru bantu saat itu berada di daerah perbatasan Kota Tangerang dan Jakarta di mana hampir semua orang di sana menggunakan Bahasa Indonesia, bahkan menggunakan Bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari. Hal itu yang membuat para pelajar di daerah Parungpanjang banyak yang sudah tidak lagi menggunakan Bahasa Sunda.

Kadang saya tersenyum sendiri saat mengajarkan mata pelajaran Bahasa Sunda karena harus mencampurnya dengan bahasa Indonesia bahkan sedikit dengan bahasa Inggris. Jadilah mata pelajaran Bahasa Sunda tersebut menjadi bahasa “gado-gado” alias bahasa campuran. 

Dari Parungpanjang, selanjutnya saya pindah ke SMPN di Pamijahan. Daerah ini sangat sejuk dengan sumber air yang melimpah, pertanian yang sangat subur. Sangat kontras dengan daerah Parungpanjang yang sangat panas dan berdebu. Sempat saya akan membeli rumah di Pamijahan sebagai tempat tinggal keluarga. Namun keputusan itu harus diurungkan karena di saat bersamaan, ibu saya mulai sakit-sakitan. 

Akhirnya saya memilih tempat tinggal dekat rumah ibu agar bisa merawatnya. Sosok ibu bagi saya tak ternilai dengan apapun, beliau adalah orang yang penyabar, kuat, dan mandiri. Ibu adalah sang idola bagi saya.

Segala yang ada di dunia ini hanya sementara. Dan pada saatnya, saya pun harus merelakan kepergian ibu karena meninggal. Rasanya separuh jiwa saya hilang. Apalagi bersamaan dengan itu, saya juga harus kehilangan suami.

Seburuk apapun kondisi yang harus saya hadapi, menuntut saat bisa bangkit karena ada anak-anak yang masih membutuhkan saya. Kehidupan harus tetap berlanjut dan saya sebagai ibu harus dapat meneruskan hidup dan cita-cita anak-anak

Untuk mengurangi rasa sedih, saya mengambil kuliah untuk Program Magister Pendidikan di IPWIJA Jakarta. Sementara itu, anak sulung juga sedang menempuh kuliah dan anak yang bungsu masih duduk di bangku SMA Negeri di Kabupaten Bogor. Sehingga ini semua membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sebenarnya saya sudah punya niat kuliah S2 sejak anak-anak masih kecil melalui jalur beasiswa prestasi. Tapi niat tersebut selalu dibatalkan karena lebih fokus mengurusi keluarga.

Karena tidak sedikit biaya pendidikan yang harus saya tanggung, saya mulai mencari sambilan bekerja sebagai sales frozen food selepas mengajar di sekolah. Alhamdulillah, proses pendidikan saya dan anak-anak dapat tuntas seluruhnya. Sekalipun perjuangan untuk itu membutuhkan kerja keras dan kesabaran tingkat tinggi. 

Sekarang saya sudah lulus pendidikan dan nyaman menjalani profesi guru. Anak-anak pun sudah lepas dari tanggung jawab saya sebagai orang tua. Dalam hidup ini, tidak selamanya kesedihan akan berlarut. Di balik setiap ujian, Allah pasti sudah mempersiapkan kebahagian di kemudian hari. 

Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!

Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.

Berita Terkait

17 Tahun sebagai Guru Honorer, Tak Berhenti Mengejar Impian Jadi ASN PPPK
Kisah Sukses ASN PPPK: Hampir Menyerah dan Berpaling dari Dunia Pendidikan
Mengenal Alga Pratama Putra Siswa SMAN 11 Garut dan Calon Duta Baca
Di Tengah Peperangan, Begini Cara Guru Palestina Tetap Mengajar Anak-anak Gaza
Berpuluh Tahun Mengajar, Damin Dikenang sebagai Pahlawan yang Tinggalkan Jejak di Hati Masyarakat
Mengesankan, Guru Asal Wonogiri Fasih Bahasa Inggris hingga Viral Karena Konten Uniknya
Kisah Kepala Sekolah Muda Asal Semarang Memik Nor Fadilah: Tumbuhkan Kepemimpinan Melalui Kedekatan dengan Siswa
Perjuangan Ana Rahmawati, Guru Asal Pati yang Mengajar Penuh Dedikasi Sembari Menanti Keputusan Penempatan ASN
Berita ini 28 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 23 Juni 2024 - 20:45 WIB

17 Tahun sebagai Guru Honorer, Tak Berhenti Mengejar Impian Jadi ASN PPPK

Minggu, 9 Juni 2024 - 20:59 WIB

Kisah Sukses ASN PPPK: Hampir Menyerah dan Berpaling dari Dunia Pendidikan

Kamis, 16 Mei 2024 - 10:10 WIB

Mengenal Alga Pratama Putra Siswa SMAN 11 Garut dan Calon Duta Baca

Rabu, 13 Maret 2024 - 11:34 WIB

Di Tengah Peperangan, Begini Cara Guru Palestina Tetap Mengajar Anak-anak Gaza

Minggu, 20 Agustus 2023 - 21:20 WIB

Berpuluh Tahun Mengajar, Damin Dikenang sebagai Pahlawan yang Tinggalkan Jejak di Hati Masyarakat

Berita Terbaru

Unduh Sertifikat Pendidikan 32 JP Gratis