RUU Sisdiknas – Hak guru makin berkurang di dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau RUU Sisdiknas.
Hal ini disampaikan oleh Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim.
Menurut Satriwan, dalam Undang-Undang Guru dan Dosen, hak guru justru lebih lengkap, detil dan eksplisit.
Pada Undang-Undang (UU) Guru dan Dosen, hak guru diatur dalam enam pasal.
“Sementara di RUU Sisdiknas tidak ada satu pun pasal yang mengatur spesifik terkait tunjangan profesi guru,” ungkapnya.
Satriwan menilai pernyataan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) akan memberikan sertifikasi pada 1,6 juta guru, tidak tertuang dalam draf RUU Sisdiknas.
Dia menyatakan pihaknya hanya ingin ada payung hukum yang jelas, tertulis secara eksplisit disebutkan dalam RUU Sisdiknas tentang klausul tunjangan profesi, lengkap sebagaimana tertera dalam UU Guru dan Dosen, sebagai dasar dalam membuat kebijakan turunannya nanti.
“Ini demi asas kepastian hukum, sebab dasar hukum itu yang tertulis, bukan pernyataan,” katanya.
Satriwan mengatakan pemerintah seperti Kemendikbudristek memiliki tanggung jawab dan kewajiban tunjangan profesi guru sesuai Pasal 13 Ayat 1 UU Guru dan Dosen.
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan hak guru makin berkurang di dalam RUU Sisdiknas. Dalam UU Guru dan Dosen, hak guru justru lebih lengkap.
Pemerintah diberi tenggat waktu selama 10 tahun untuk menuntaskan seluruh guru agar memiliki sertifikat pendidik atau sejak 2005 hingga 2015.
“Namun, masih ada 1,6 juta guru yang belum disertifikasi,” kata Salim.
Mengapa bisa terjadi demikian, Satriwan mengatakan bahwa hal itu karena Kemendikbudristek memberikan syarat yang terlalu rumit dan sukar bagi guru untuk mengikuti program sertifikasi guru.
“Jadi, bukan salah UU Guru dan Dosen yang menyebabkan masih ada 1,6 juta guru yang belum disertifikasi dan belum menerima tunjangan, melainkan syarat Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang dibuat rumit oleh Kemendikbudristek,” ujarnya.
Sejumlah syarat itu, di antaranya, kuota terbatas, wajib lulus pretest PPG, syarat yang bisa ikut pretest bagi guru non-ASN sekolah negeri yang jumlahnya lebih dari 700.000 guru.
Syarat guru non-ASN agar bisa mengikuti, yakni harus terdaftar di dapodik, memiliki NUPTK, SK pengangkatan dari kepala daerah/kepala dinas, dan status Dapodik-nya wajib honorer Kategori I/II.
“Faktanya, status kepegawaian di Dapodik honorer sekolah, meskipun sudah punya NUPTK. Status honorer sekolah ini ditolak sistem dari Kemendikbudristek,” ucapnya.
Halaman berikutnya
Satriawan menyatakan jika ingin..
Halaman : 1 2 Selanjutnya