Program PKPPS Berbeda dengan PKBM
PKBM hanya memfasilitasi masyarakat untuk mendapatkan tanda lulus atau sejenisnya secara formal, sementara pendidikan kesetaraan berbeda. Titik utamanya bukan pada ijazah, namun proses pendidikan di pesantren.
Misalkan sebuah PPS jenjang ula menargetkan santri harus hafal 15 juz, memiliki wawasan dasar dalam bidang fiqh, akidah, hadis, dan bahasa, maka target tersebut yang harus dicapai terlebih dahulu baru kemudian difasilitasi untuk mendapatkan legalitas formal “ijazah” sebagai tanda bukti kesetaraannya.
Dengan adanya segala bantuan operasional seperti bantuan dana dan anggaran dengan berbagai bentuknya seperti bantuan operasional pesantren, bantuan operasional sekolah (BOS) Pesantren, program indonesia pintar (PIP) dan bentuk lainnya, maka pesantren juga memiliki kewajiban dasar kelembagaan yang sama dengan jenis pendidikan formal.
Dalam penyelenggaraan program pendidikan kesetaraan, pihak PPS juga harus menambahkan mata pelajaran umum tanpa menggerus waktu dan mengurangi capaian kompetensi seorang santri.
Sebagai seorang pendidik, kita perlu memahami paradigma kurikulum merdeka, di mana guru harus mampu memilih dan memilah materi esensial yang disajikan dan tidak esensial. Hal ini juga berlaku untuk tenaga pendidik yang ada di pesantren.
“Setelah santri menyelesaikan pendidikannya, Kiai akan memberikan “ijazah” kelayakan kompetensi santrinya, meski tanpa bukti selembar kertas,” pungkasnya.
Demikian pernyataan Anis mengenai kebijakan Kemenag di PPS. Apabila pihak PPS menerapkan program pendidikan kesetaraan ini, maka santri dapat meneruskan pendidikan formal seperti siswa yang bersekolah di pendidikan formal.
Dapatkan update informasi terbaru mengenai GURU dan PENDIDIKAN hanya di Literasi Guru Indonesia. Mari bergabung di Grup Telegram, dengan cara KLIK LINK INI kemudian ‘join’. Pastikan Anda install dulu aplikasi Telegramnya, ya.
Kunjungi juga YouTube kami untuk update informasi lainnya:
https://www.youtube.com/@literasiguruindonesia
Halaman : 1 2