Di awal masa pandemi Covid-19 terus terang sebagai guru merasa kelabakan mentransfer semua materi kepada siswa sesuai dengan kurikulum. Saya mencoba menggunakan beberapa aplikasi sebagai media pembelajaran seperti Google Classroom, Zoom, WhatsApp, Google Forms.
Seiring berjalannya waktu, hampir 1,5 tahun pembelajaran daring di tengah pandemi berlangsung dengan kondisi yang semakin tidak menentu, kebosanan siswa untuk belajar mulai terlihat. Hal itu dapat dilihat dari merosotnya daftar hadir siswa dan jarangnya mereka berkomunikasi walau hanya bilang “hadir” di grup.
Di awal-awal, siswa bisa full ikut belajar melalui grup WhatsApp. Namun makin lama keaktifan siswa semakin berkurang. Bahkan ketika pembelajaran dilakukan menggunakan Zoom dari 28 siswa di kelas, hanya sekitar 10 siswa yang mengikuti. Begitu juga ketika menggunakan Google Classroom, seiring waktu sedikit demi sedikit para siswa menghilang.
Melihat kondisi itu, saya mencoba mencari data awal non-kognitif maupun kognitif peserta didik. Ternyata kendala yang paling banyak dialami siswa adalah terbatasnya kuota, terganggunya jaringan, dan siswa banyak yang harus membantu orang tuanya untuk bekerja demi pemenuhan ekonomi keluarganya. Dan ada juga peserta didik yang harus tinggal dengan nenek atau bibi karena orang tuanya harus mencari nafkah ke beberapa tempat.
Tantangan yang harus dihadapi kemudian adalah bagaimana untuk membuat peserta didik antusias dan maksimal belajar tapi tetap bisa membantu orang tua dalam kondisi apapun. Untuk itu saya perlu melakukan negosiasi dengan peserta didik, orang tua. Maka solusinya, proses pembelajaran hanya dilakukan lewat WhatsApp.
Saya pun kemudian berpikir untuk bisa mengoptimalkan aplikasi WhatsApp untuk pembelajaran. Tetapi saya juga berpikir dan berharap nantinya bantuan kuota internet dari pemerintah segera diterima oleh peserta didik secara merata sehingga kami bisa kembali menggunakan aplikasi Zoom dan Google Classroom sebagai media pembelajaran. Karena sebagai seorang guru, saya tidak mau peserta didik ketinggalan dalam hal pelajaran.
Memilih media pembelajaran dalam pembelajaran jarak jauh sangat penting. Sebab media tersebut sangat berpengaruh terhadap pemahaman siswa. Misalnya saat saya berbicara tentang konsep listrik dengan siswa SMP, tanpa media pembelajaran yang tepat akan sama halnya kita mengajak siswa mengkhayal. Karena kalau ditanya apakah anak-anak tahu listrik itu seperti apa? Warnanya bagaimana? Apa listrik itu ganteng atau cantik? Mereka menjawab sekenanya, ada yang bilang listrik itu adalah lampu yang menyala, ada juga yang mengatakan bahwa listrik itu adalah cahaya berwarna kuning. Bahkan ada yang bilang listrik itu benda yang suka nyetrum.
Melihat kondisi seperti itu, saya perlu melaksanakan PJJ dengan menggunakan aplikasi Google Classroom dan Zoom, walaupun siswa meminta hanya menggunakan WhatsApp. Saya mengirimkan materi pembelajaran melalui WhatsApp, juga memberikan LKS, contoh soal berikut penyelesaiannya, latihan soal, memberikan foto-foto kakak kelasnya yang sedang praktikum.
Saya juga meminta mereka menggunakan pesan suara untuk menanyakan, berkomunikasi bahkan untuk debat bersama kelompoknya. Dalam pengerjaan tugas, saya memberikan kelonggaran dalam pengumpulan tugas agar lebih fleksibel. Dan sesekali, saya memberikan peserta didik kesempatan untuk curhat seputar masalah yang dihadapi ketika sedang belajar.
Guru Tetap Belajar
Dalam kondisi pandemi yang tidak juga kunjung berakhir, selaku guru saya terus berusaha belajar, mencari cara agar murid saya kembali antusias belajar. Untuk itu saya mengikuti berbagai webinar, workshop, maupun bimtek terkait pendidikan secara online. Sedikit demi sedikit saya mengetahui tentang kurikulum darurat, info dan tips pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), dan lain sebagainya.
Program Guru Belajar seri “Masa Pandemi COVID -19” adalah salah satu tempat belajar bagi guru dan dapat memberikan dampak positif, memberi pencerahan bagi guru untuk berkreativitas dalam mengelola kelas secara daring.
Sebelum mengikuti program Guru Belajar seri Masa Pandemi COVID -19, dalam proses pembelajaran biasanya saya hanya mengirim materi dan tugas-tugas saja lewat Google Classroom dan WhatsApp. Sementara penjelasan materi lewat Zoom. Tetapi sedikit siswa yang mengikuti, dibuktikan dengan minimnya kehadiran siswa. Banyak juga siswa yang menyetor tugasnya setelah 2 sampai 3 hari dari jadwal yang telah ditentukan karena kendala kuota.
Namun setelah mengikuti program Guru Belajar seri Masa Pandemi COVID -19, peserta didik semakin antusias dalam mengikuti pembelajaran online di masa pandemi ini.
Sebagai guru, kita memang perlu melakukan hal-hal yang belum kita ketahui sekalipun. Karena itu adalah pintu menuju pengetahuan. Tanpa perlu menyalahkan siapa-siapa, kita harus terus belajar dan menggali kemampuan diri sebagai wujud untuk menyatakan kreativitas demi kemajuan anak bangsa dalam kondisi apa pun.
Ditulis oleh Luh Gede August Ani, S.Pd., M.Pd, – Guru SMP Negeri 2 Banjarangkan, Klungkung, Bali