Oleh Eny Sri Utami, S.Pd.
Guru SMA Negeri 3 Surabaya
Sebagai seorang pendidik, acapkali kita mendapati siswa yang pintar namun mempunyai sikap yang kurang baik. Sebenarnya kecerdasan dan sikap yang baik perlu dimiliki oleh siswa kita. Keseimbangan ilmu dan sikap benar-benar perlu diajarkan pada siswa supaya keberlangsungan proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil.
Banyak kesalahan yang sering dilakukan oleh para pendidik dalam mencetak generasi. Antara lain melupakan esensi lembaga pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan ada yang hanya menginginkan anak berhasil dan sukses, namun tidak mengedepankan kejujuran. Siswa mencontek dibiarkan dan menjadi hal yang biasa.
Kesalahan yang kedua adalah melupakan tugas utama sebagai pendidik. Guru sebagai pendidik tugas utamanya adalah mencetak generasi yang cerdas dan berilmu tinggi sekaligus berakhlak. Untuk menjadi manusia pintar bisa dilakukan dengan jalan pintas, namun untuk menjadi manusia terdidik butuh proses panjang dan kesabaran.
Membentuk siswa menjadi orang yang terpelajar memang sangat mendukung dalam hal kesuksesan karier di dunia, namun belum tentu menjadi orang terpelajar yang terdidik. Contoh konkret yang pernah saya dengar dari salah satu guru di sebuah sekolah mengeluh bahwa salah seorang mantan siswanya tidak bertegur sapa saat bertemu di suatu tempat padahal siswa tersebut adalah siswa yang cukup pandai di sekolah.
Begitu banyak kasus mengejutkan yang dapat kita dengar. Misalnya kasus korupsi yang melibatkan orang yang hebat. Dulunya ia adalah siswa yang pintar, namun pada kenyataannya tidak dapat menunjukkan diri sebagai orang yang pernah terdidik. Kejadian tersebut sungguh sangat memprihatinkan.
Mendidik memang tidak mudah. Semuanya harus dilakukan dengan hati yang ikhlas. Tapi ternyata masih banyak guru yang melakukan proses mendidik tidak dengan hati.
Saya pernah mendapat laporan dari seorang siswa yang kesakitan karena dicubit dengan keras oleh seorang guru, karena melanggar tidak menggunakan atribut sekolah. Ada juga laporan dari orang tua bahwa putranya ditegur guru tata tertib dengan cara menjambak rambut.
Lebih menyakitkan lagi, ada seorang siswa pada sebuah lembaga pendidikan ditemukan meregang nyawa setelah mendapat pukulan dari seniornya yang dianggap sebagai sebuah proses pendidikan. Sungguh sangat disayangkan. Inikah yang dinamakan proses mendidik?
Seorang siswa yang tidak mematuhi aturan sebenarnya butuh pendekatan. Kita bisa melakukan itu dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Dengan tutur kata yang lembut dan komunikasi yang baik. Jika demikian, saya merasa yakin, siswa tersebut akan dapat berubah. Apalagi jika pendidik dapat memberikan contoh terbaik. Kita boleh melarang siswa tidak boleh terlambat tapi kita sendiri pun tidak boleh terlambat.
Toyib Effendi pernah mengatakan terkait mendidik dengan hati bahwa pada dasarnya pendidikan tidak sekedar instruksi atau komando, tetapi lebih pada memberikan hati kepada anak-anak. Bahwa pendidikan itu bukan penguasaan, melainkan kerja sama. Bukan ancaman, melainkan persahabatan. Bukan hukuman, melainkan pahala. Dan, bukan ketegangan, melainkan keceriaan.
Lebih lanjut lagi bahwa pintu hati anak-anak akan terbuka dengan mudah dan lebar apabila kita membukanya dengan kunci cinta dan kasih sayang. Cinta, kasih sayang, keteladanan, persahabatan, dan dari hati ke hati. Itulah yang seharusnya menjadi modal utama para pendidik, apakah itu guru, terlebih orang tua di rumah.
Mendidik merupakan proses hubungan timbal balik guru dan siswa yang mengantarkan mereka menjadi manusia terbaik. Supaya proses dapat berjalan baik maka perlu pembelajaran interaktif dan menarik. Untuk itu, hendaknya pembelajaran di kelas dapat dibangun seperti rumah kedua bagi mereka sehingga terkesan lebih menyenangkan bukan malah membosankan.
Seorang guru yang baik penekanannya pada guru yang mengenal siswanya. Mengenal siswa tidak hanya mengingat nama namun lebih pada mengenal karakter dan potensi siswa sesuai perkembangan mereka. Guru harus lebih mengetahui dengan perbedaan karakter yang dimiliki mereka masing-masing.
Mungkin masih banyak guru yang melakukan pembelajaran di kelas sering mengarah pada proses menghafal bukan pada pemahaman. Siswa kurang ditekankan pada pemahaman namun lebih sering hafalan. Sehingga sering ditemukan beberapa siswa yang jago akan teori namun lemah dalam praktik, yang menjadikan mereka tidak dapat mandiri.
Mari bersama-sama kita mulai mendidik dengan hati agar pendidikan berhasil mengantarkan siswa menjadi pribadi yang mandiri. Mendidik dengan hati lebih menekankan pada panggilan jiwa yang merupakan dasar dari suatu profesi yang sangat dijunjung tinggi.
Mendidiklah dengan hati agar dapat menyentuh aspek psikologis yang membuat suatu proses pembelajaran sebagai proses kesadaran bukan sebuah paksaan.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.