Bima menegaskan BKN tidak bisa sendiri melakukan verifikasi. Oleh karena itu perlu ada bantuan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Karena lonjakan jumlah honorer ini sangat tajam, dari 410 ribu (database 2014) menjadi 2,3 jutaan, maka verval harus dilakukan bersama-sama BPKP. Setelah clear baru masuk database BKN,” tegas Bima Haria Wibisana.
Di sisi lain, Abdullah Azwar Anas memaparkan tiga alternatif penyelesaian masalah tenaga honorer ini.
Solusi pertama, tenaga non ASN diangkat seluruhnya menjadi ASN. Anas bilang, apabila seluruh tenaga non ASN diangkat menjadi ASN, tentu butuh kekuatan keuangan negara yang cukup besar.
Selain itu tentu ada tantangan karena masih meraba-raba kualitas dan kualifikasi tenaga non ASN tersebut.
“Ada yang sangat bagus kualitas dan kualifikasinya. Tapi mungkin ada yang kualitasnya belum memenuhi syarat,” katanya.
Solusi kedua, lanjut Anas, tenaga non ASN diberhentikan seluruhnya. Namun, opsi ini tentu akan berdampak terhadap kelangsungan pelayanan publik.
“Konsekuensinya adalah terganggunya pelayanan publik. Karena banyak ASN yang masa pensiunnya sudah tiba tapi belum ada yang menggantikan di sektor-sektor pelayanan publik terutama di sektor pendidikan dan kesehatan,” sambung dia.
Halaman berikutnya
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya