Ketika mendengar kata buku, dapat memunculkan berbagai persepsi. Ada yang menganggap bahwa buku adalah sesuatu yang membosankan, sesuatu yang bisa membuat mengantuk, sesuatu yang hanya dipegang oleh orang-orang tertentu saja, dan lain sebagainya. Anggapan-anggapan tersebut tentu saja bagi orang-orang yang tidak suka baca buku.
Berbeda halnya bagi penyuka buku atau yang hobi membaca. Tentunya buku bagi mereka adalah sesuatu yang menyenangkan dan bermanfaat.
Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0.001%. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, hanya ada 1 orang yang rajin membaca. Jumlah yang tidak patut dibanggakan bukan?
Selain itu, sebuah riset yang dilakukan oleh Central Connecticut State University, bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara tentang tingkat minat membaca. Persis di bawah Thailand (urutan ke-59) dan di atas Botswana (urutan ke-61).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan minat hobi membaca di Indonesia rendah, yaitu faktor lingkungan, generasi yang suka serba instan, gadget, dan faktor dari diri sendiri.
Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk kebiasaan seseorang. Misalnya lingkungan keluarga. Jika di lingkungan keluarga saja tidak ada penanaman budaya membaca, bagaimana mungkin seorang anak akan memiliki minat baca. Selain itu lingkungan pergaulan. Jika kebanyakan teman bergaul lebih suka hangout ke mall, nongkrong di pinggir jalan daripada membaca, Tentu saja orang tersebut akan lebih memilih mengikuti teman-temannya ketimbang pergi sendirian ke perpustakaan untuk membaca buku.
Di zaman yang serba instan seperti sekarang ini, orang cenderung lebih suka memilih membaca sinopsis, review singkat di blog maupun media sosial untuk mengetahui cerita dari sebuah buku. Kemudian mereka akan menebak-nebak sendiri jalan ceritanya. Sehingga pemahaman mereka pun tidak sesuai dengan isi cerita yang sebenarnya.
Faktor selanjutnya kenapa tingkat membaca masyarakat kita rendah adalah faktor gadget. Zaman sekarang ini, jangankan anak-anak, orang dewasa, bayi pun sudah mengenal yang namanya gadget. Hampir di setiap aktivitas, banyak orang yang tidak bisa lepas dari gawainya. Mau makan, masak, olahraga, bahkan mandi, ada sebagian orang yang selalu setia membawa benda tersebut. Maka tidak heran, jika buku terlupakan. Semua terasa sudah digantikan oleh benda canggih tersebut.
Selain itu, game online yang disuguhkan melalui gadget juga sangat berdampak buruk terhadap minat membaca. Apalagi kalau sudah tingkat kecanduan. Game online tentu saja akan membuat siapapun termasuk anak-anak lupa segalanya. Lupa waktu juga tentunya lupa membaca.
Faktor lain yang juga membuat minat membaca rendah adalah faktor dari diri sendiri. Faktor ini bisa dikatakan sebagai faktor bawaan. Artinya, bahwa memang orang tersebut tidak memiliki ketertarikan sama sekali pada kegiatan membaca. Selain faktor-faktor yang disebutkan di atas, tentu saja masih ada banyak faktor lainnya.
Menumbuhkan Minat Baca Sejak Dini
Untuk meningkatkan minat baca masyarakat secara umum dapat dimulai menanamkan budaya membaca sejak dini. Tapi sayangnya, rendahnya minat membaca anak-anak pelajar juga menjadi salah satu masalah yang dihadapi guru di sekolah. Terlebih lagi untuk beberapa mata pelajaran yang menuntut peserta didik harus banyak membaca. Seperti mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPS, Sejarah. Mereka lebih memilih hanya mendengarkan penjelasan guru. Mereka lebih suka bermain dengan teman-temannya di dalam kelas atau ngobrol dengan teman sebangku, dan lain sebagainya daripada membaca materi pelajaran yang sudah disediakan.
Lalu bagaimanakah kira-kira solusi sederhana yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan minat membaca peserta didik di sekolah? Tentu ini bukanlah hal yang mudah. Melihat sebagian besar faktor kurangnya minat membaca anak berasal dari lingkungan tempat tinggal mereka.
Langkah sederhananya adalah dengan menerapkan budaya membaca 10-15 menit sebelum KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) berlangsung di dalam kelas. Masing-masing guru, entah itu wali kelas maupun guru mata pelajaran yang akan mengajar di kelas tersebut, menemani mereka membaca di dalam kelas.
Buku yang dibaca bisa buku apa saja. Buku fiksi maupun nonfiksi. Atau bisa juga, misalnya, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok membawa buku dengan jenis yang berbeda. Bagi yang tidak membawa buku, bisa diberikan sanksi. Tentunya sanksi yang mendidik, seperti meminjam buku di perpustakaan atau di mana saja. Yang penting mereka membaca buku secara bersama-sama di dalam kelas. Sehingga tidak ada alasan mereka untuk tidak membaca. Kemudian mereka bisa saling bertukar buku setelah selesai membaca.
Jika kebiasaan ini terus-menerus dilakukan, bisa dibayangkan dalam seminggu bahkan sebulan, berapa buku yang akan mereka baca?
Selain itu, kebiasaan membaca tersebut, akan mereka bawa sampai ke rumah. Sehingga tidak menutup kemungkinan beberapa tahun ke depan peringkat minat membaca masyarakat kita mengalami peningkatan. Tidak lagi berada di urutan ke-2 dari bawah.
Untuk mencapai target itu tentunya membutuhkan peran banyak pihak. Tidak hanya dari anak sendiri dan pihak sekolah saja yang menerapkan budaya membaca. Yang tidak kalah penting dan paling utama adalah menerapkan budaya membaca di lingkungan keluarga. Orang tua bisa meluangkan waktu beberapa menit saja untuk menemani anak membaca buku.
Dengan begitu, semoga tingkat minat membaca masyarakat kita dalam beberapa tahun ke depan dapat meningkat dan kita bisa menjadi bangsa yang lebih bermartabat.
Ditulis oleh: Hariyanti, S.Pd. Guru di MTs Negeri 1 Mataram