Ia mengalami gangguan berupa disabilitas intelektual. Ia mengalami gangguan intelektual selama mengikuti materi perkuliahan.
Dengan gangguan tersebut, Helda lambat menghadapi materi perkuliahan, baik saat mendengar paparan materi dari dosen atau membaca literatur. Dia perlu penjelasan rinci dan berulang-ulang agar mampu memahami materi perkuliahan.
“Waktu semester 1 sampai 4 dulu, ada teman yang mendampingi memberi penjelasan soal materi kuliah sampai hal-hal teknis, seperti kapan pengumpulan tugas, jenis penugasan, dan sebagainya. Semester 5 kemarin tidak ada lagi teman, jadi saya kesulitan,“ ujar Helda.
Ia menyayangkan karena sistem penilaian tugas di kampus menyamaratakan dengan mahasiswa normal.
Berkat KIP Kuliah yang diterima pada 2020, ia bersyukur dan berterimakasih kepada pemerintah. Ia mengharapkan dapat lulus kuliah di waktu yang tepat sesuai durasi pemberian KIP Kuliah.
Sementara, ibu Helda bernama Rahmiati menceritakan jika sang anak sering kesulitan dalam belajar.
“Kemarin, selama kuliah daring dari rumah, saya bisa membantu menjelaskan hal-hal yang sifatnya teknis, tapi sekarang setelah kuliah offline di kampus, saya tentunya tidak bisa mendampingi,” ucapnya.
Rahmiati bersyukur Universitas Lambung Mangkurat hanya mensyaratkan IPK minimal 2,75 bagi Helda.
“Saat ini, IPK Helda lumayan, yakni 3,5, tapi tanpa didampingi di kampus, saya khawatir nilai Helda turun,“ cerita Rahmiati.
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya