Asesmen Nasional adalah program penilaian terhadap mutu setiap sekolah, madrasah, dan program kesetaraan pada jenjang dasar dan menengah. Mutu satuan pendidikan akan dinilai berdasarkan hasil belajar peserta didik serta kualitas proses belajar-mengajar dan iklim satuan pendidikan yang mendukung pembelajaran. Informasi-informasi tersebut diperoleh dari tiga instrumen utama, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, mengatakan bahwa Asesmen Nasional tidak menggantikan peran Ujian Nasional (UN) dalam mengevaluasi prestasi atau hasil belajar peserta didik secara individual. Namun Asesmen Nasional menggantikan peran UN sebagai sumber informasi untuk memetakan dan mengevaluasi mutu sistem pendidikan.
Sebagai alat untuk mengevaluasi mutu, Asesmen Nasional akan menghasilkan potret yang lebih utuh tentang kualitas hasil belajar serta proses pembelajaran di sekolah. Laporan hasil asesmen nasional akan dirancang untuk menjadi “cermin” atau umpan balik yang berguna bagi sekolah dan Dinas Pendidikan dalam proses evaluasi diri dan perencanaan program.
Selain itu, Mas menteri pendidikan juga mengatakan bahwa Asesmen Nasional merupakan perubahan paradigma baru tentang evaluasi pendidikan di mana proses asesmen tidak lagi mengukur kemampuan secara individu peserta didik tetapi mengevaluasi dan memetakan sistem pendidikan baik itu input, proses, dan hasil.
Apa yang Diukur oleh Asesmen Nasional?
Asesmen Nasional mengukur kompetensi minimum, yaitu mengukur literasi dan numerasi. Pasalnya, literasi dan numerasi adalah kompetensi minimum bagi murid untuk bisa belajar sepanjang hayat dan berkontribusi pada masyarakat.
Asesmen Nasional juga mengukur karakter, pengembangkan sikap, nilai atau values dan perilaku yang mencirikan pelajar Pancasila dengan enam indikator yaitu bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, kebhinekaan global, kemandirian, gotong royong, bernalar kritis dan kreativitas. Sebab pada intinya pendidikan bertujuan mengembangkan potensi murid secara utuh.
Yang ketiga, Asesmen Nasional mengukur lingkungan belajar untuk mengevaluasi dan memetakan aspek pendukung kualitas pembelajaran di lingkungan sekolah.
Pergantian peran dari UN menjadi Asesmen Nasional (AN) dinilai sangat penting. Menurut sumber dari mplampung.kemdikbud.go.id. bahwa jika melihat secara konstruksi hukum, UU Sisdiknas secara eksplisit memberi mandat kepada pemerintah melalui lembaga mandiri untuk melakukan evaluasi mutu sistem pendidikan nasional. Asesmen pengganti UN akan menjadi instrumen untuk melayani fungsi tersebut. Selain itu Pengadilan Negeri Jakarta pada 2007 dan Mahkamah Agung pada 2009 menilai bahwa Ujian Nasional tidak adil bagi siswa yang berada di sekolah atau daerah yang kekurangan sumber daya. Oleh sebab itu, Mahkamah Agung memerintahkan pemerintah untuk meninjau kembali sistem pendidikan nasional. Dengan merancang asesmen baru yang berfungsi untuk pemetaan mutu serta umpan balik bagi sekolah tanpa ada konsekuensi pada siswa, pemerintah telah melaksanakan perintah dari Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi Jakarta walaupun jarak waktunya hampir 12 tahun.
Secara umum, dampak positif Asesmen Nasional bagi peserta didik bahwa asesmen ini dirancang agar tidak membebankan dan tidak memiliki konsekuensi bagi peserta didik di mana pelaksanaannya tidak di akhir jenjang pendidikan. Sehingga hasil asesmen tidak relevan dengan pencapaian hasil belajar dan tidak digunakan untuk seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sedangkan bagi guru dan sekolah, hasil asesmen ini nanti akan dijadikan sebagai perbaikan proses belajar mengajar dan digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan sekolah.
Apakah asesmen nasional bisa memperbaiki sistem pendidikan dan mutu pendidikan di Indonesia? Pertanyaan ini akan terjawab setelah Asesmen Nasional dilaksanakan dan hasilnya direalisasikan karena tahun ini akan menjadi tahun pertama dalam pelaksanaannya.
Ditulis oleh Risa Mariany, S.H., S.Sos (Guru di SMK N 1 Sabang)